Keputusan Pemerintah DKI Jakarta menggabungkan sekolah-sekolah dasar negeri perlu didukung sepenuhnya. Selain untuk menghemat biaya, kebijakan ini juga bertujuan membuat sekolah lebih baik. Langkah ini semestinya juga ditiru oleh pemerintah daerah lainnya.
Fenomena sekolah yang kosong sudah lama terjadi. Sekolah-sekolah itu kekurangan murid setelah populasi anak usia sekolah dasar menurun. Di Jakarta ada 685 sekolah yang mengalami "krisis" murid. Beberapa tahun yang lalu, saat populasi anak SD meningkat pesat, pemerintah Jakarta membangun banyak sekolah di lokasi berdekatan. Bahkan ada satu bangunan yang dipakai untuk dua sekolah, sekolah pagi dan sekolah sore.
Di atas kertas, program penggabungan sekolah-sekolah dasar sangat masuk akal. Biaya operasional yang bisa dihemat bisa sampai Rp 4 miliar per tahun. Lagi pula, apa gunanya membiayai kelas-kelas yang nyaris kosong.
Sikap pemerintah itu layak diacungi jempol, tapi bila tak hati-hati bisa memunculkan kekisruhan. Dinas Pendidikan DKI Jakarta harus memetakan sekolah-sekolah kosong itu dengan cermat. Mereka harus mendengarkan masukan dari tingkat kecamatan atau kelurahan agar tidak terjadi kekacauan yang merugikan anak-anak sekolah.
Pemerintah Jakarta harus melakukan audit komprehensif. Mereka mesti memetakan kekuatan dan kelemahan sekolah-sekolah tersebut agar penggabungan tidak menimbulkan masalah. Contohnya, bila ada sekolah unggulan digabungkan dengan sekolah yang lebih rendah kualitasnya, diharapkan kualitas sekolah itu tidak melorot.
Tidak selayaknya pemerintah membiarkan hal itu terjadi. Penggabungan sekolah seharusnya bukan cuma lantaran urusan penghematan biaya. Program yang diharapkan rampung pada 2018 itu juga harus meningkatkan kualitas. Misalnya, biaya yang dihemat dari pos bantuan operasional sekolah bisa dialokasikan untuk peningkatan kompetensi guru. Pengelola sekolah juga bisa merancang program-program pendidikan dasar yang lebih bisa memperluas kreativitas anak, seperti yang diamanatkan dalam Kurikulum 2013.
Langkah sosialisasi program penggabungan ini juga tak boleh disepelekan. Pemahaman yang tepat perlu diberikan kepada para pemangku kepentingan, seperti para guru, kepala sekolah, serta orang tua murid. Sebab, rencana seperti ini bisa memicu keresahan, misalnya kekhawatiran guru-guru honorer kehilangan pekerjaan. Para orang tua murid juga mungkin tidak rela jika sekolah anaknya digabungkan dengan yang dianggap lebih rendah mutunya.
Penggabungan sekolah dasar negeri tak bisa ditawar lagi lantaran jumlah penduduk usia sekolah dasar terus berkurang. Hal seperti ini tak hanya terjadi di Jakarta, tapi juga di daerah-daerah lain. Karena itu, langkah serupa seharusnya juga dirintis oleh daerah-daerah lain yang mengalami fenomena serupa.