Bandung Mawardi, esais
Di Koran Tempo, kita sering membaca dan mengakrabi esai-esai bertema musik garapan Denny Sakrie. Sekarang, kita mengenang semua tulisan untuk penghormatan bagi sang penulis selaku pengamat musik. Ketekunan menulis membuktikan bahwa musik adalah tema tak rampung diperkarakan. Denny Sakrie menulis dan menulis, mengisahkan perjalanan musik di Indonesia. Tulisan-tulisan disajikan di koran, majalah, dan blog. Pada 3 Januari 2015, pengamat musik itu berpamit dari dunia.
Sebelum meninggal dunia, Denny Sakrie memiliki keinginan menerbitkan buku berjudul 100 Tahun Musik Indonesia. Keinginan itu bisa dilanjutkan oleh keluarga atau kolega. Warisan tulisan memberi kita kesadaran atas deretan nama tokoh penting dalam penulisan kritik musik. Mereka menulis tentang musik. Kita mewarisi tulisan agar mengerti geliat musik, dari masa ke masa.
J.A. Dungga dan L. Manik menulis buku berjudul Musik di Indonesia dan Beberapa Persoalannja (1952). Buku ini lawas, tapi merupakan referensi penting untuk penulisan perkembangan musik di Indonesia. Penjelasan memikat muncul dalam bab berjudul "Situasi Musik Indonesia Sekarang". Dungga dan Manik menulis: "Kita tak usah malu-malu untuk mengatakan bahwa keadaan musik kita kini kajak rudjak tak tentu lagi bau dan rasanja." Pengaruh musik dari Eropa menggerakkan laju perkembangan musik modern di Indonesia. Penjelasan berkonteks masa 1950-an, saat Indonesia mengalami modernisasi yang mengandung dilema.
Tahun demi tahun berlalu. Musik turut bermakna dalam pendidikan dan pengajaran. Sejak dulu, musik menjadi bab penting untuk pendidikan karakter dan nasionalisme. Ki Hadjar Dewantara telah mengajarkan musik secara serius di Perguruan Nasional Taman Siswa (1922). Kebijakan itu berlanjut ke masa Orde Baru. Pendidikan di SD memuat pelajaran musik. Kita bisa membuka kembali buku-buku pelajaran musik garapan A.T. Mahmud dan Bu Fat. Buku berjudul Musik di Sekolah Kami: Belajar Seni Musik Aktif dan Kreatif (1994) ditujukan ke murid-murid kelas I sampai VI. Musik berperan penting dalam pendidikan dan pengajaran.
Musik pun mendapat perhatian serius dalam tulisan-tulisan garapan Suka Hardjana. Sejak masa 1970-an, Suka Hardjana rajin menulis kritik musik, diumumkan di koran dan majalah. Kumpulan tulisan terbit menjadi buku berjudul Esai dan Kritik Musik (2004). Suka Hardjana memberi pengakuan bahwa "kritik tak ada gunanya buat pemusik." Tulisan-tulisan tentang kritik musik tetap harus ada, untuk publik awam. Tulisan diharapkan "memprovokasi pembaca mencari pengalaman dan pengetahuan musiknya sendiri secara lebih jauh."
Sekarang, kita memberi penghormatan untuk Denny Sakrie. Warisan tulisan bertema musik adalah warisan berharga. Denny Sakrie selaku editor penerbitan buku Musisiku (2007) membuat pengakuan: "Sepatutnya kita cemburu pada pengarsipan musik mancanegara." Cemburu itu dijawab sendiri oleh Denny Sakrie dengan menulis dan terlibat dalam kerja pengarsipan musik di Indonesia. Kita pun berhak melanjutkan menulis tentang musik dan melakukan pengarsipan agar tak selalu cemburu.
Kita sajikan nukilan puisi Kahlil Gibran untuk mendoakan dan melanjutkan kerja Denny Sakrie. Gibran berkata: "Musik adalah jemari halus yang mengetuk pintu kalbu untuk membangunkan kehangatan dari tidurnya yang lelap." *