Gelar kekuatan TNI dalam peringatan ulang tahunnya yang ke-69 kemarin menunjukkan pesatnya perkembangan kekuatan angkatan bersenjata kita. Defile aneka senjata berat dan modern, bahkan beberapa merupakan "ikon" di palagan dunia, menggambarkan keperkasaan TNI. Membanggakan melihat TNI telah menunjukkan kemajuannya. Namun kita juga berharap kemajuan ini diikuti kemandirian dan profesionalitas segenap tentara Indonesia.
Memang perayaan tahun ini sangat istimewa. Tak hanya sistem senjata standar yang dipamerkan, berbagai senjata tempur modern pun ikut berlaga. Termasuk skuadron Sukhoi, F-16, tank Scorpion, bahkan heli Apache, yang rekornya di berbagai medan tempur dunia sangat dikenal. Tak berlebihan bila Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Gatot Nurmantyo menyebut acara berbiaya Rp 20 miliar ini sebagai yang termegah dalam sejarah TNI.
Tentu ada alasan mengapa acara tersebut berlangsung besar-besaran. Menurut Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Fuad Basya, TNI ingin "melapor" kepada rakyat bahwa mereka telah berkembang pesat. Rakyat perlu tahu, anggaran negara untuk TNI yang sesungguhnya terbatas telah dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Ada juga alasan lain. Melalui acara ini, TNI seolah ingin "melepas" Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang sebentar lagi habis masa jabatannya. Semacam kado perpisahan buat presiden dua periode itu.
Dalam 10 tahun terakhir, kekuatan TNI tak bisa diremehkan. Menurut Global Firepower-lembaga kajian kekuatan militer dunia-Indonesia berada di posisi ke-19 dalam daftar negara dengan kekuatan perang terbesar di dunia. Kita jauh di atas Singapura (44), Malaysia (38), Filipina (37), bahkan Australia (20).
Baca Juga:
Defile besar-besaran kemarin itu setidaknya menunjukkan TNI telah berupaya memenuhi target kekuatan minimum (minimum essential force/MEF) sesuai dengan rencana strategi pembangunan angkatan perang Indonesia. Ini pencapaian yang menggembirakan. Namun TNI juga tak boleh lupa bahwa kekuatan tempur tak hanya bergantung pada sistem senjata.
Sebesar dan secanggih apa pun alat utama sistem persenjataan TNI, manusianyalah penentunya. The man behind the gun. Matra tempur Indonesia yang mengandalkan doktrin pertahanan semesta makin memperkuat kebutuhan prajurit profesional itu. Maka, keberhasilan prajurit TNI tidak hanya diukur dari kemampuannya memicu senjata dan menaklukkan musuh, tapi juga dari kepiawaiannya merebut hati rakyat agar ikut bersama berjuang jika diperlukan.
Juga sangat penting bagi TNI adalah makin meningkatkan kemandirian dalam penyediaan sistem senjata utama. Kita bangga TNI mampu mengadopsi kebutuhan persenjataan modern. Namun kita juga berharap kemampuan itu tidak menjebak TNI menjadi selalu bergantung pada pembelian senjata dari luar. TNI pasti telah belajar banyak betapa ketergantungan akan melumpuhkan kekuatan utama kita. Pelajaran dari embargo komponen F-16 beberapa tahun lalu haruslah menjadi cambuk yang keras. Sudah saatnya TNI mulai memperbanyak pembelian senjata dari industri dalam negeri. Ini artinya, TNI tak bisa sendirian. Pemerintah harus lebih memprioritaskan pembangunan industri senjata domestik.