Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok perlu bertindak nyata terhadap Front Pembela Islam. Tak hanya menggertak, ia semestinya juga segera mengeluarkan peringatan tertulis. Langkah ini akan memudahkan upaya membekukan kegiatan, bahkan membubarkan, FPI.
Sikap lebih tegas mesti diambil setelah organisasi itu melakukan kericuhan di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, beberapa waktu yang lalu. Mereka menolak pelantikan Ahok sebagai gubernur lewat unjuk rasa yang brutal. Kepolisian akhirnya menahan para pelaku dan Novel Bamukmin, penanggung jawab demonstrasi. Polisi juga menyita tujuh karung pecahan batu, pecahan kaca, kotoran sapi, dan satu bilah pedang samurai.
Ulah serupa sudah sering dilakukan FPI. Maka, solusinya tak cukup hanya dengan mempidanakan koordinator lapangan dan para pelaku, tapi juga harus memberi sanksi bagi organisasi ini. Ahok perlu mengeluarkan peringatan tertulis sebagai dasar untuk menghukum FPI lebih berat pada tahap berikutnya. Sanksi dari pemerintah DKI juga bisa menjadi amunisi cadangan apabila pemerintah pusat tidak bertindak tegas.
Wewenang pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pemerintah pusat atau daerah berhak memberi peringatan tertulis terhadap ormas yang melanggar aturan. Sanksi bisa diberikan kepada FPI lantaran undang-undang ini jelas mengatur larangan: melakukan kekerasan, mengganggu ketertiban umum, serta memusuhi suku, agama, ras, dan golongan tertentu.
Undang-undang itu menganut prinsip pemberian sanksi secara bertahap. Peringatan tertulis pertama merupakan dasar untuk memberi peringatan tertulis kedua dan seterusnya. Dengan demikian, peringatan pertama hingga ketiga merupakan modal bagi pemerintah pusat atau daerah untuk mengeluarkan sanksi lebih berat, yakni pembekuan kegiatan atau pembubaran.
Pemerintah DKI bisa membekukan kegiatan FPI di wilayahnya dengan pertimbangan DPRD dan kepolisian. Adapun pembubaran organisasi hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat. Pemerintah, melalui menteri hukum, bisa merekomendasikan pembubaran. Atas rekomendasi ini, kejaksaan kemudian menuntut pembubaran organisasi itu ke pengadilan negeri.
Tuntutan pembubaran lewat pengadilan mesti disertai peringatan tertulis dari pemerintah pusat atau daerah. Tanpa bukti ini, pengadilan bisa menolaknya. Apalagi organisasi yang dibubarkan berhak pula mengajukan kasasi. Inilah pentingnya peringatan tertulis terhadap FPI.
Kementerian Dalam Negeri mengklaim telah memberikan peringatan sebanyak dua kali kepada FPI. Pemerintah pusat seharusnya segera memberi peringatan ketiga untuk membuka jalan pemberian sanksi lebih berat. Tanpa langkah konkret pemerintah pusat atau daerah, keinginan membekukan atau membubarkan FPI niscaya hanya akan menjadi bahan perbincangan setiap kali organisasi ini melakukan kericuhan.