TEMPO.CO, Jakarta - Flo. K. Sapto W, praktisi pemasaran
Selama ini, agaknya orang salah mengira. Om Bob-panggilan akrab Bob Sadino-dianggap sebagai pelaku bisnis yang hanya bermodal nekat. Tindakan-tindakan bisnis yang sering dia katakan sendiri sebagai kebodohan sepertinya perlu dimaknai lagi. Sebab, di balik keluguannya sebagai pebisnis produk-produk perishable (telur, daging, sayuran), Om Bob ternyata adalah praktisi teori bisnis paling riil.
Dalam memulai bisnis, Om Bob hanya mendasarkan pada kesulitan para ekspatriat dalam mendapatkan telur dan sayuran segar berkualitas. Secara teoretis hal ini adalah sebuah kemampuan melihat demand. Operasi bisnis yang digerakkan demand ini, oleh Cravens & Piercy (2006), dipaparkan sebagai strategi market driven. Konsep teorinya adalah mendasarkan pergerakan bisnis melulu pada apa yang dimaui pasar. Langkah konkret yang dilakukan oleh Om Bob adalah meminta dikirimkan anak ayam petelur dan pedaging dari koleganya di Belanda. Kalau sudah begini, lokasi usaha di Kemang adalah sebuah pilihan jenius. Area ini dihuni oleh banyak ekspatriat yang notabene adalah konsumen paling potensial. Kotler & Keller (2006) mendeskripsikan strategi ini sebagai geographical segmentation sekaligus niche market segmentation. Kecerdikannya membungkus telur dengan plastik dan menyematkan setangkai bunga Anggrek telah memberikan added value pada produknya.
Secara berbeda, Om Bob tidak merilis produknya dengan iklan jor-joran. Calon konsumen dipersilakan mencoba langsung. Jaminan kualitas adalah satu-satunya cara untuk terus berbisnis dan mendapatkan profit. Kotler & Keller bahkan menjadikan kualitas sebagai satu-satunya cara untuk bertahan dalam kompetisi. Testimonial konsumen terbukti efektif. Hawkins, et. al, (2007) mendeskripsikan strategi ini sebagai word of mouth atau promosi getok tular.
Diferensiasi dan inovasi adalah strategi ampuh lain yang dilakukan Om Bob. Salah satu tool untuk menciptakan inovasi-dan dengan demikian juga diferensiasi-adalah dengan mendengarkan keluhan pelanggan. Om Bob dalam hal ini bahkan sudah melewati tahapan dicaci maki oleh konsumen. Berdasarkan ketidakpuasan pelanggan itulah Om Bob kemudian menyajikan berbagai produk inovatif. Terong warna-warni, sayuran hidroponik, dan jagung manis adalah beberapa produk yang saat itu bahkan belum pernah dilihat dan dirasakan oleh konsumen lokal.
Supply chain management dilakukan oleh Om Bob dengan menanam dan menernakkan sendiri sayuran, telur, dan ayam. Sehingga kelangsungan pasokan produknya terjamin aman. Manajemen human capital telah dilakukan oleh Om Bob sehingga karyawan kerasan dan tekun bekerja. Om Bob memang tidak berteori karena Om Bob adalah teori itu sendiri. Rest in peace, Om Bob.