TEMPO.CO, Jakarta - Chandra Budi, bekerja di Ditjen Pajak, alumnus Pascasarjana IPB
Hampir sebulan, otoritas pajak Indonesia-Direktorat Jenderal Pajak-tidak memiliki orang nomor satu yang definitif. Setelah pensiunnya Fuad Rahmany pada akhir Desember 2014, praktis Ditjen Pajak hanya dipimpin seorang pelaksana tugas.
Walaupun proses pencarian sosok Direktur Jenderal Pajak melalui seleksi terbuka telah berakhir, Presiden Jokowi belum juga menerbitkan keputusan presiden tentang pengangkatan Dirjen Pajak yang baru. Padahal Panitia Seleksi Dirjen Pajak telah menyerahkan empat nama kandidat kepada Presiden Jokowi sejak beberapa hari yang lalu. Lambatnya proses ini membuat publik mereka-reka, siapa yang akan diangkat oleh Presiden Jokowi sebagai Dirjen Pajak yang baru nanti. Ada beberapa skenario yang mungkin terjadi.
Sebenarnya, kalau Presiden Jokowi percaya pada sistem seleksi terbuka, penentuan nama Dirjen Pajak baru tidaklah sulit. Apalagi, proses seleksi terbuka Dirjen Pajak sudah didesain sedemikian rupa sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
Pansel setidaknya telah menguji kompetensi, integritas, dan visi semua calon yang mendaftar. Keterlibatan aktif PPATK dan KPK dalam seleksi ini seharusnya menjadi nilai tambah kualitas kandidat yang dihasilkan. Tak ketinggalan, media massa dan pegiat LSM pun turut aktif mengawal proses seleksi ini. Jadi, sepatutnya tidak diperlukan waktu lama bagi Tim Penilai Akhir (TPA) dan Presiden Jokowi untuk memilih satu nama dari kandidat yang disodorkan Menteri Keuangan tersebut sebagai Dirjen Pajak yang baru.
Dari empat kandidat hasil seleksi terbuka, tiga pria dan satu wanita, semuanya pasti memiliki karakteristik masing-masing. Ibarat menu yang disajikan, Presiden Jokowi tinggal memilih menu mana yang sesuai dengan visi beliau untuk membangun negeri ini. Cara mudah, Presiden Jokowi dapat memilih kandidat dengan skor kumulatif hasil seleksi tertinggi.
Tentunya, dapat saja kandidat yang terpilih memiliki skor yang paling tinggi namun minim pengalaman lapangan, tidak pernah menjadi Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak, misalnya. Cara ini sangat adil tapi cukup riskan karena laju gerak Dirjen Pajak yang baru nantinya akan sedikit lambat. Dirjen Pajak yang baru memerlukan waktu untuk adaptasi dan mempelajari kondisi lapangan. Pengalaman manajerial di lapangan tentunya tidak ada di buku-buku teori manajemen mana pun.
Kalau Presiden Jokowi memilih kandidat Dirjen Pajak baru dengan pertimbangan lebih kepada pengalamannya, menu yang disediakan juga telah tersedia. Dari tujuh kandidat yang lolos dan diumumkan resmi oleh Pansel, ada beberapa orang yang pernah dan/atau masih menjabat Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak. Tentunya, beberapa dari mereka ini diyakini masuk daftar pendek empat kandidat Dirjen Pajak yang telah ada di tangan Presiden Jokowi. Dengan bekal pengalaman memimpin pasukan pajak di lapangan, Dirjen Pajak baru ini nantinya akan lebih cepat bergerak, paham kondisi lapangan, bekerja keras, dan cerdas.
Siapa pun Dirjen Pajak yang nantinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Jokowi, dia mempunyai tanggung jawab superberat. Target penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 1.300 triliun atau naik 44 persen dari realisasi pajak tahun 2014 tidak boleh gagal lagi-sebagaimana terjadi dalam beberapa tahun terakhir.