Presiden Joko Widodo mesti memanfaatkan momentum yang bagus. Publik mengelu-elukannya begitu ia dilantik. Ketegangan politik pun mulai mencair setelah ia bertemu dengan Prabowo Subianto. Jokowi bisa menggunakan peluang ini buat memperkuat dukungan.
Sokongan politik diperlukan Jokowi demi menjalankan kebijakannya. Kalau tak bisa berkoalisi di kabinet, dia bisa mengajak kubu Prabowo atau Susilo Bambang Yudhoyono bekerja sama di parlemen. Apalagi, Jokowi mesti segera mengambil keputusan penting: menaikkan harga bahan bakar minyak demi menekan defisit anggaran negara. Tanpa sokongan Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden Jokowi sulit memberikan kompensasi bagi masyarakat miskin yang akan terpukul bila harga BBM dinaikkan.
Gaya Jokowi yang luwes memudahkan ia berkomunikasi dengan rival politiknya. Ia tak ragu menyambangi Prabowo, yang sedang berulang tahun, di rumahnya, beberapa hari lalu. Ketua Umum Partai Gerindra itu akhirnya untuk pertama kalinya mengucapkan selamat kepada Jokowi. Sebelumnya Jokowi juga menemui Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Manuver tersebut membuat suhu politik mendingin dan berdampak positif bagi dunia bisnis.
Kekalahan berturut-turut kubu Jokowi dalam memperebutkan kepemimpinan di DPR dan Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan pelajaran penting. Begitu pula kegagalannya menghadang undang-undang yang menghapus pemilihan kepala daerah secara langsung. Tak bisa hanya mengandalkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan beberapa partai pendukungnya, ia harus memperluas sokongan politik.
Presiden Jokowi juga tak boleh terlalu bergantung kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Gaya komunikasi Megawati yang kaku justru sering merepotkan. Hubungan Megawati dengan Yudhoyono yang masih renggang menyebabkan Jokowi tak berhasil merangkul Partai Demokrat. Akibatnya, hingga sekarang, koalisi yang dibangun Jokowi masih belum kokoh.
Jokowi mesti pintar memainkan "kartu". Bersandar hanya pada beberapa partai sungguh riskan. Dalam politik, ia perlu mempraktekkan prinsip "gotong royong", seperti yang ia sampaikan dalam pidato pelantikan di MPR. Strategi bertumpu pada banyak kekuatan politik juga pernah diterapkan oleh Yudhoyono, sehingga ia mampu bertahan hingga 10 tahun.
Dukungan masyarakat pun tak bisa diabaikan. Itu sebabnya, ia mesti membangun kabinet yang solid, bersih dari korupsi, dan secepatnya melaksanakan program-program yang dijanjikan pada masa kampanye. Tanpa segera memperlihatkan kinerja pemerintahan yang bagus, ia bisa saja akan dikritik, bahkan ditinggalkan oleh rakyat yang menyokongnya.
Di situlah diperlukan keluwesan. Jokowi perlu memuaskan keinginan publik, tapi juga harus bisa mengakomodasi kepentingan banyak partai. Keluwesan ini penting agar ia memiliki basis politik yang kuat sekaligus berani mengambil kebijakan yang tak populer, seperti menaikkan harga BBM.