Kekeringan hampir setiap tahun melanda banyak daerah, tapi respons pemerintah selalu bersifat ad hoc. Tidak ada ikhtiar serius dan sistematis untuk mencegah, setidaknya mengurangi, dampak buruk akibat musim kemarau panjang.
Bencana yang sudah berlangsung sekitar dua bulan itu dialami penduduk di banyak wilayah. Daerah yang masih dekat dengan Ibu Kota, seperti Kabupaten Bogor, juga tak luput dari masalah rutin ini. Pemerintah setempat bahkan telah menetapkan status siaga darurat kekeringan di 62 desa yang tersebar di 17 kecamatan, sejak 1 September lalu.
Keadaan serupa terjadi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, hingga Nusa Tenggara Timur. Bencana ini tak patut disepelekan karena, di sejumlah provinsi itu, lebih dari separuh wilayahnya mengalami kekurangan air. Kalau tak segera diatasi, dampaknya bakal serius, dari merebaknya masalah kesehatan hingga kekurangan pangan.
Pemerintah pusat dan daerah seharusnya membantu meringankan penderitaan penduduk yang dilanda bencana. Di Bojonegoro, Jawa Timur, misalnya, ancaman gagal panen dan kekurangan pangan mulai membayangi karena aliran air Sungai Bengawan Solo dan debit air Waduk Pacal terus menyusut. Dengan kondisi semacam itu, hanya sedikit lahan sawah yang bisa diairi. Dalam keadaan normal, Waduk Pacal mampu mengairi 12 ribu hektare area pertanian.
Di Desa Hoi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, problem kesehatan bakal muncul serius. Di sini sedikitnya 283 keluarga terpaksa meminum air dari kubangan ternak karena tak ada air bersih.
Bencana seperti itu selalu terulang setiap tahun, tapi tidak pernah ada upaya mengatasi persoalan ini dengan lebih serius dan mendasar. Apa yang dilakukan selama ini hanya hal-hal berikut ini: mengirim truk tangki air, membagikan jeriken, dan membangun bak penampungan air berukuran besar. Hanya sedikit wilayah yang telah menyiapkan solusi jangka panjang. Misalnya Jawa Timur, yang saat ini merancang pemasangan pipa dan membikin sumur bor. Namun langkah ini baru dilakukan pada periode kedua jabatan Gubernur Soekarwo.
Pembangunan sumur bor memang menjadi salah satu alternatif yang patut dilakukan. Juga di banyak daerah. Penggalian sumur sekurang-kurangnya sedalam 25 meter guna menjangkau air tanah dalam. Karena posisinya terletak di antara lapisan kedap air jauh di bawah tanah, air ini tetap bisa digunakan pada musim kemarau. Namun, untuk menjalankan solusi yang sederhana ini, belum banyak daerah yang melakukannya.
Langkah lain yang lebih ramah lingkungan sebenarnya pernah dirumuskan pemerintah sendiri, seperti membangun atau memelihara jaringan irigasi, menjaga lingkungan hidup, dan merawat wilayah konservasi air. Tapi semua upaya itu hanya bagus di atas kertas. Pemerintah pusat dan daerah umumnya lebih suka mengantisipasi masalah kekeringan seperti halnya saat menghadapi banjir: merespons secara instan.