Presiden Joko Widodo tentu tak berhenti pada rasa bangga telah memilih menteri luar negeri perempuan pertama sepanjang sejarah Republik. Ia juga harus memastikan menterinya, Retno Lestari Priansari Marsudi, bisa menjawab tantangan global yang kian berat.
Retno, yang punya pengalaman lengkap sebagai diplomat dan birokrat, semestinya mampu mengemban tugas itu. Ia harus menerjemahkan program Jokowi-Kalla mengenai politik luar negeri. Jokowi seringkali mengungkapkan prinsip tak ada tawar-menawar dalam urusan menjaga kedaulatan negara. Dengan sikap ini, berarti pemerintah akan memberi prioritas pada penanganan masalah perbatasan dengan negara tetangga.
Negara tetangga, seperti Malaysia dan Australia, sudah sering "bermain-main" dengan wilayah perbatasan. Belum lama ini, Malaysia membangun tiang pancang mercusuar di landas kontinen Indonesia, yaitu di Tanjung Datu, Sambas, Kalimantan Barat. Sebelumnya, ada kasus klaim Ambalat. Sedangkan Australia pernah mengembalikan para pencari suaka yang tak dikehendaki ke perairan Nusantara.
Pemerintah selama ini cenderung bersikap lunak. Jokowi-JK diharapkan lebih tegas terhadap, misalnya, kebijakan unilateral Australia yang berkali-kali memasukkan para pencari suaka ke Indonesia itu. Menlu juga harus memeriksa kebenaran kabar pembongkaran mercusuar Tanjung Datu oleh Malaysia demi menghormati pemerintah Jokowi.
Bukan cuma menjaga hubungan bilateral, Indonesia harus pula mempertahankan pencapaian di tingkat regional. Salah satu pencapaian penting adalah keberhasilan Indonesia masuk kelompok G-20. Di sini, Indonesia kerap memainkan peran penting sebagai juru damai, seperti membantu meredakan konflik di Laut Cina Selatan.
Tugas berat Menlu lainnya, juga menteri ekonomi Kabinet Kerja Jokowi, adalah mempersiapkan Indonesia memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan diberlakukan pada akhir tahun depan. Pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara ini digagas agar daya saing ASEAN meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India dalam menarik investasi asing. Di pasar tunggal ini, bukan hanya arus perdagangan barang atau jasa yang dibuka, tapi juga pasar tenaga kerja profesional.
Keinginan Jokowi agar diplomat di luar negeri tak hanya lihai berdiplomasi politik, tapi juga bisnis, mesti menjadi agenda penting Menlu Retno. Ia harus bisa mengubah kerangka berpikir para diplomat dan meningkatkan pengetahuan mereka agar terampil dalam menciptakan peluang ekonomi. Lalu, menjadikan kedutaan besar bukan sekadar tempat bagi urusan visa dan rutinitas lainnya, tapi juga rumah bagi perwakilan bisnis di luar negeri.
Kedutaan besar juga dituntut bisa menjadi tempat berlindung yang paling nyaman bagi tenaga kerja Indonesia. Selama ini, banyak TKI mengeluhkan buruknya pelayanan kedutaan manakala mereka meminta perlindungan. Menlu Retno harus bisa mewujudkan janji Jokowi yang menjamin negara akan hadir ketika warga Indonesia menghadapi masalah hukum di luar negeri.