Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Demi Demokrasi, Indonesia, dan Kita Semua

image-profil

image-gnews
Iklan

Rachland Nashidik, Ketua Departemen HAM DPP Partai Demokrat

Saya bukan pendukung Jokowi dan saya tidak pernah menyembunyikannya. Dalam pemilu yang lalu, saya menganjurkan agar orang tidak usah memilih dan memihak calon presiden mana pun. Yang penting, kita jaga dan bela demokrasi, the rule of law, agar tidak dilipat dan dimasukkan ke dalam laci oleh siapa pun yang menang.

Di mata saya, dalam cara berbeda, dua jago yang bertanding saat itu sama-sama bermasalah. Yang pertama karena dirinya sendiri, yang kedua karena tak mampu jadi dirinya sendiri.

Sekarang pemilu sudah lewat. Jokowi adalah Presiden RI. Di hati bisa saja ia diingkari tapi tidak pada kenyataan. Demi demokrasi, semua orang harus menerima. Dan setiap warga yang peduli berkepentingan agar Jokowi bisa memerintah dengan efektif. Bagaimanapun juga, setipis apa pun beda yang diakibatkan, seorang medioker masih lebih mending daripada seorang tiran.

Dan Jokowi adalah medioker, sebagian yang paling penting adalah karena pada kenyataannya dia tak punya kontrol sepenuhnya terhadap pemerintahannya sendiri. Dari awal, kita mendengar Megawati menganggapnya "pesuruh partai". Lebih serius daripada itu, Jokowi dipaksa untuk bergantung pada dukungan partai-partai terbesar dalam koalisinya karena sejak awal didorong untuk cuma membangun "koalisi terbatas". Promosinya adalah "non-transaksional", namun mungkin pikiran di belakangnya adalah semakin sedikit anggota koalisi semakin banyak kursi kabinet yang dapat dibagi.

Padahal, dalam presidensialisme dengan multipartai yang dijalankan Indonesia, prinsipnya koalisi untuk pilpres harus dibuat dengan menghitung keperluan kursi-kursi dukungan di DPR yang mencukupi pada pemerintah.

Urusan jadi panjang karena hal itu tidak diperhitungkan atau dengan sengaja dihindari. Koalisi Jokowi di DPR dengan sendirinya adalah minoritas. Tapi yang lebih merugikan: ketergantungan Jokowi kepada partai-partai utama dalam koalisinya telah dimanfaatkan oleh partai-partai itu untuk kepentingan-kepentingan oligarkis yang menyerang rasionalitas dan etika publik. Begitulah pada hari-hari ini kita terkejut karena sepenuhnya di luar ekspektasi bahwa ia melawan suara publik dalam memilih Jaksa Agung dan Kepala Polri, bahkan dalam janjinya memperkuat KPK.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Para pendukung Jokowi pun sadar akan hal itu. Yang konsekuen berani bilang bahwa "Jokowi mengecewakan". Yang menjaga gengsi mengatakan sambil sedikit malu bahwa "Jokowi jangan lebih buruk dari SBY"-membuat orang yang tahu falsifikasi Karl Popper tertawa geli di hadapan fakta-fakta kesalahannya pada hari-hari ini.

Apa pun, sekali lagi, setiap warga yang peduli perlu mendorong agar Jokowi jadi presiden yang efektif. Namun itu tak mungkin terjadi tanpa dua hal.

Satu, Jokowi harus mengambil langkah-langkah radikal terhadap koalisinya demi membangun posisi tawar yang lebih sejajar dan menggunakannya untuk menegosiasikan tujuan-tujuan politiknya. Faktanya di sini adalah, sebagai presiden ia bisa, tapi ada kemungkinan tak cakap atau tak berani melakukannya.

Dua, para moderat di barisan sini dan sana harus bekerja sama untuk mendukungnya, minimal untuk mencegahnya tergelincir oleh kesalahan-kesalahannya sendiri. Demi demokrasi, demi Indonesia, demi kita semua.***


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Komisi Luar Negeri DPR Sebut Penembakan Donald Trump Jadi Momen Pengingat Berdemokrasi

11 hari lalu

Kandidat presiden dari Partai Republik dan mantan Presiden AS Donald Trump memberi isyarat saat ia masuk ke dalam kendaraan dengan bantuan personel Secret Service AS setelah ia tertembak di telinga kanannya saat kampanye di Butler Farm Show di Butler, Pennsylvania, AS, 13 Juli  2024. Setelah dirawat di rumah sakit terdekat, Trump sudah diperbolehkan pulang. REUTERS/Brendan McDermid
Komisi Luar Negeri DPR Sebut Penembakan Donald Trump Jadi Momen Pengingat Berdemokrasi

Penembakan terhadap Donald Trump merupakan bentuk kekerasan politik yang tidak boleh ditoleransi.


Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Pembubaran Konstituante dan Pembentukan MPRS dan DPAS, Begini Bunyinya

21 hari lalu

Presiden pertama RI, Sukarno, berpidato di hadapan delegasi Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, 1955. Bung Karno menunjukkan karismanya di hadapan kepala negara dari Asia dan Afrika. Lisa Larsen/The LIFE Picture Collection/Getty Images
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Pembubaran Konstituante dan Pembentukan MPRS dan DPAS, Begini Bunyinya

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah keputusan penting dalam sejarah Indonesia pasca kemerdekaan. Isinya mencakup beberapa poin utama ini.


Mahkamah Agung AS Putuskan Donald Trump Kebal Hukum, Joe Biden Berang

23 hari lalu

Kandidat Partai Demokrat, Presiden AS Joe Biden, berbicara dalam debat presiden dengan kandidat Partai Republik, mantan Presiden AS Donald Trump, di Atlanta, Georgia, AS, 27 Juni 2024. REUTERS/Brian Snyder
Mahkamah Agung AS Putuskan Donald Trump Kebal Hukum, Joe Biden Berang

Joe Biden menyebut keputusan Mahkamah Agung mengenai Donald Trump memiliki kekebalan hukum merupakan preseden berbahaya.


Anggota Parlemen Thailand Berkunjung ke Tempo Belajar Demokrasi dan Kebebasan Pers

27 hari lalu

Tokoh Move Forward Party dari Thailand saat mengunjungi Kantor TEMPO Media Grup di Jalan Pal Merah, Jakarta, Kamis 27 Juni 2024. TEMPO/Subekti.
Anggota Parlemen Thailand Berkunjung ke Tempo Belajar Demokrasi dan Kebebasan Pers

Anggota parlemen Thailand berkunjung ke Tempo mempelajari demokrasi, kebebasan pers dan berpendapat, serta antikorupsi.


Partai Move Forward: Masih Ada Sisa-Sisa Rezim Militer di Thailand

29 hari lalu

Tokoh Move Forward Party dari Thailand saat mengunjungi Kantor TEMPO Media Grup di Jalan Pal Merah, Jakarta, Kamis 27 Juni 2024. TEMPO/Subekti.
Partai Move Forward: Masih Ada Sisa-Sisa Rezim Militer di Thailand

Juru bicara Partai Gerakan Maju (MFP) berkomentar tentang kondisi demokrasi di Thailand. Ia berpendapat masih ada sisa-sisa rezim militer di negara tersebut.


Terancam Dibubarkan, Partai Move Forward akan Tetap Dorong Demokratisasi di Thailand

29 hari lalu

Tokoh Move Forward Party dari Thailand saat mengunjungi Kantor TEMPO Media Grup di Jalan Pal Merah, Jakarta, Kamis 27 Juni 2024. TEMPO/Subekti.
Terancam Dibubarkan, Partai Move Forward akan Tetap Dorong Demokratisasi di Thailand

Dalam wawancara khusus dengan Tempo, juru bicara Move Forward Party (MFP) memastikan mereka akan terus memperjuangkan demokrasi di Thailand.


Istana Respons Mahkamah Rakyat Adili Jokowi: Lazim dalam Demokrasi

31 hari lalu

Majelis hakim People's Tribunal atau Pengadilan Rakyat yang dinamakan Mahkamah Rakyat Luar Biasa di Wisma Makara, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa 25 Juni 2024. Sidang berisikan agenda menggugat Presiden Joko Widodo alias Jokowi atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintahannya. Dalam gugatan tersebut, Mahkamah Rakyat Luar Biasa menyebutkan bakal mengadili sembilan dosa atau
Istana Respons Mahkamah Rakyat Adili Jokowi: Lazim dalam Demokrasi

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana merespons Mahkamah Rakyat yang mengadili Jokowi. Apa katanya?


Romo Magnis Sebut Demokrasi Habis Jika Tak ada Partai Oposisi

37 hari lalu

Profesor Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno menjadi saksi ahli saat sidang lanjutan sengketa hasil pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 2 April 2024. Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan saksi dan saksi ahli yang dihadirkan oleh pemohon Tim Hukum pasangan Ganjar-Mahfud. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Romo Magnis Sebut Demokrasi Habis Jika Tak ada Partai Oposisi

Romo Magnis khawatir, jika pemerintahan saat ini didukung oleh hampir semua partai maka lembaga eksekutif dapat berbuat seenaknya.


Kemenkopolhukam Rilis Indeks Demokrasi Indonesia 2023, Hambatan Kebebasan Berpendapat dan Pers Meningkat

45 hari lalu

Massa yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Forum Jurnalis Freelance melakukan aksi damai di depan Kedutaan Besar Myanmar, Jakarta, Jumat, 7 September 2018. Vonis ini dianggap ancaman bagi kebebasan pers dan kemunduran demokrasi di negara Myanmar. TEMPO/Muhammad Hidayat
Kemenkopolhukam Rilis Indeks Demokrasi Indonesia 2023, Hambatan Kebebasan Berpendapat dan Pers Meningkat

Kemenkopolhukam merilis Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2023 yang mengalami penurunan.


Mahkamah Konstitusi Thailand Akan Pertimbangkan Petisi Pembubaran Partai Move Forward

45 hari lalu

Pemimpin Partai Move Forward, Pita Limjaroenrat berbicara kepada media usai pertemuan dengan mitra koalisi di Bangkok, Thailand, 18 Mei 2023. REUTERS/Athit Perawongmetha
Mahkamah Konstitusi Thailand Akan Pertimbangkan Petisi Pembubaran Partai Move Forward

Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan akan mempertimbangkan petisi dari Komisi Pemilihan Umum yang ingin membubarkan Partai Move Forward