Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Polisi

image-profil

image-gnews
Iklan

Bandung Mawardi, Esais

Pada 1920, terbit Hikajat Kadiroen garapan Semaoen. Pada halaman-halaman awal, Semaoen menceritakan "mantri polisi jang bidjaksana". Si polisi bertugas menangani kasus pencurian ayam di rumah pejabat.

Si tokoh polisi berusia 20 tahun. Ia adalah "pemoeda jang amat bidjaksana". Kasus pencurian diurusi dengan dugaan bahwa si pencuri adalah hewan garangan, bukan manusia. Si pejabat tetap memastikan bahwa si pencuri adalah manusia. Dugaan polisi mengacu pada pengamatan: pintu kandang rusak dan pada pintu terdapat goresan-goresan seperti bekas cakaran kuku garangan.

Dugaan itu dimentahkan. Polisi harus menerima anggapan bahwa si pencuri adalah manusia. Polisi bijaksana dalam dilema itu bernama Kadiroen. Kasus pun bertambah dan mengacu ke pengaduan warga. Kadiroen mesti menangani kasus pencurian kerbau. Informasi diperoleh bahwa pencurian kerbau terjadi karena si pelaku kalah judi. Kerbau dicuri untuk mendapatkan tebusan uang. Pelaku pencurian memberitahukan kepada si pemilik kerbau agar memberi tebusan.

Peringatan lanjutan: "Dan ingat, djangan sekali-kali kamoe berani lapor polisi. Sebab kalau berani lapor polisi, lain kali kaoe akan koeboenoeh!" Kita mengerti bahwa polisi pada awal abad ke-20 bertugas menjaga ketertiban dan meladeni pelbagai kasus kejahatan. Polisi menjadi profesi terhormat. Di mata warga, polisi ditakuti dan disegani.

Puluhan tahun berlalu. Orang-orang mungkin membaca lagi Hikajat Kadiroen atau mengingat Semaoen sebagai sastrawan, tak cuma tokoh Partai Komunis Indonesia. Episode menjelang berakhirnya rezim Orde Baru, kita mendapat puisi-puisi bernada protes dari Wiji Thukul. Si lelaki kurus asal Jagalan, Solo, Jawa Tengah itu menjadi incaran polisi dan penguasa. Puisi-puisinya telah membuat onar serta mengganggu ketertiban alias stabilitas politik. Wiji Thukul raib, tapi puisi-puisinya terus bersuara, mengisahkan Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Warisan puisi berjudul Wani, Bapakmu Harus Pergi, dimuat dalam buku kecil Para Jenderal Marah-marah, bingkisan dari Tempo edisi 13-19 Mei 2013. Bagi Wiji Thukul, polisi adalah sosok penangkap dan pembungkam suara-suara protes. Polisi bertugas demi penguasa.

Situasi Indonesia pada 1998 memang gawat. Polisi mengurusi demonstrasi. Para aktivis dicari dan ditangkap. Kalangan pujangga dan cendekiawan berseru untuk perbaikan bangsa dan negara. Seruan pun mengarah ke reformasi kepolisian. W.S. Rendra, melalui puisi berjudul He, Remco… mengingatkan peran polisi dalam gerakan demonstrasi mahasiswa. Rendra menulis: Lalu polisi melepas tembakan./ Politik? Politik?/ Berapa persen dari polisi tahu politik?/ Siapa bisa menggambarkan/ perubahan ke arah perbaikan yang mendasar/ setelah ada pembunuhan dan pembantaian?

Rendra berharap kepolisian insaf, berbenah demi kepentingan bangsa dan negara. Ah, penulis jadi ingat buku tebal berjudul Merenungi Kritik terhadap Polri (1995). Buku ini berisi kliping artikel dan tajuk rencana tentang polisi yang berasal dari koran-koran di Indonesia. Soeharto memberi sambutan berisi nasihat, "Saya minta Polri terus meningkatkan kemampuan dan citranya, sehingga polisi berwibawa dan dicintai rakyat."

Sekarang, kita sedang membuat kliping baru bertema polisi, berharap menjadi referensi untuk menggenapi ingatan atas imajinasi terhadap polisi sejak awal abad ke-20. Kliping masih terus bertambah dari ke hari. Semoga isi kliping tersebut perlahan memuat berita baik dan melegakan. Amin. *


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Setyo Wasisto: Jangan Adu Domba Polri dan KPK, Ini Tahun Politik

10 Oktober 2018

Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Setyo Wasisto saat diwawancarai awak media di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, 24 Maret 2018. Tempo/Caesar Akbar
Setyo Wasisto: Jangan Adu Domba Polri dan KPK, Ini Tahun Politik

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengimbau agar polemik yang terjadi antara Polri dan KPK tak diperpanjang.


Kapolri Tito: Densus Tipikor Dibentuk Setelah Pansus KPK Reda

29 Desember 2017

Kapolri, Jenderal Tito Karnavian rapat kerja dengan Komisi III DPR  di Gedung DPR RI, Jakarta, 15 OKtober 2017. Rapat itu membahas evaluasi 15 tahun pelaksanaan tugas dan fungsi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta kendala dan hambatan yang masih ditemui para penegak hukum. TEMPO/Amston Probel
Kapolri Tito: Densus Tipikor Dibentuk Setelah Pansus KPK Reda

Rencana Kapolri membentuk Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi akan dilanjutkan setelah perseteruan KPK dengan DPR mereda.


Ditanya Soal Cicak vs Buaya Jilid 4, Jubir KPK: Fokus Masing-Masing Saja

10 November 2017

Ketua KPK Agus Raharjo berdiskusi dengan Mantan Ketua KPK Abraham Samad ketika memberikan keterangan seusai menggelar pertemuan di Gedung KPK Jakarta, 31 Oktober 2017. Hingga hari ke-202, kasus penyerangan air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, belum terselesaikan. ANTARA FOTO
Ditanya Soal Cicak vs Buaya Jilid 4, Jubir KPK: Fokus Masing-Masing Saja

Menurut Febri dalam tugas KPK menangani kasus-kasus besar, ada kemungkinan terganggu dengan berbagai hal baik isu hukum maupun non hukum.


SPDP Pimpinan KPK, Direktur LBH: Indikasi Cicak Vs Buaya Jilid 4

10 November 2017

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa, di kantor YLBHI, Jakarta, 27 September 2017. TEMPO/Nurdiansah
SPDP Pimpinan KPK, Direktur LBH: Indikasi Cicak Vs Buaya Jilid 4

Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan terbitnya SPD dua pimpinan KPK merupakan adanya indikasi Cicak versus Buaya jilid 4.


SPDP Bos KPK Akan Picu Cicak vs Buaya 4: Kapolri Tito Menjawab

9 November 2017

Sampul majalah Tempo edisi Cicak vs Buaya pada 9 Agustus 2009. (Tempo)
SPDP Bos KPK Akan Picu Cicak vs Buaya 4: Kapolri Tito Menjawab

Tito Karnavian menyampaikan komitmen tidak ingin membuat gaduh antara Polri dan KPK.


Polri Minta Rencana Pendirian Densus Antikorupsi Tak Jadi Polemik

26 September 2017

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, memberikan kue ulang tahunya kepada Wakapolri Syafruddin saat perayaannya di kediamanan wakil kepala Polri di Jakarta, 26 Oktober 2016. TEMPO/Arif Zulkifli
Polri Minta Rencana Pendirian Densus Antikorupsi Tak Jadi Polemik

Menurut Syafruddin, keberadaan Densus Antikorupsi akan menopang kinerja KPK, sebab fokus KPK adalah memicu pemberantasan korupsi.


Aktivis Anti Korupsi Usul Direktur Penyidikan KPK Dicopot  

30 Agustus 2017

Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aris Budiman saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Pansus Hak Angket KPK di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 29 Agustus 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Aktivis Anti Korupsi Usul Direktur Penyidikan KPK Dicopot  

Aktivis mencatat tiga pelanggaran yang dilakukan Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman.


Penjelasan Kapolri Soal Telegram Rahasia

26 Desember 2016

Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menjawab pertanyaan wartawan seusai melakukan pertemuan di gedung KPK, Jakarta, 5 Desember 2016. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Penjelasan Kapolri Soal Telegram Rahasia

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan jika ada yang berbuat satu, ada yang bermasalah satu, maka akan mempengaruhi citra institusi.


Telegram Rahasia yang Dianggap Langkah Mundur Polisi

26 Desember 2016

Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian berjabat tangan dengan Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjawab pertanyaan wartawan seusai melakukan pertemuan tertutup di gedung KPK, Jakarta, 5 Desember 2016. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Telegram Rahasia yang Dianggap Langkah Mundur Polisi

Sumber Tempo menyebutkan surat telegram itu diterbitkan lantaran sejumlah polisi sedang terjerat masalah hukum di KPK.


Bebas, Akankah Antasari Azhar Terjun ke Politik?  

10 November 2016

Mantan Ketua KPK, Antasari Azhar (tengah) berfoto bersama ibu-ibu PKK usai pengajian di Lapas Klas I kota Tangerang, Banten, 8 November 2016. Pengajian bersama para napi itu diadakan sebagai apresiasi untuk Antasari Azhar yang akan bebas pada 10 November mendatang. ANTARA/Lucky R
Bebas, Akankah Antasari Azhar Terjun ke Politik?  

Antasari Azhar menyatakan ingin menjadi wartawan. "Biar kita saling tulis," katanya.