Presiden Joko Widodo langsung blusukan. Sehari setelah melantik menteri, ia datang ke kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal di Jakarta. Jokowi ingin memastikan badan yang menjadi penghubung utama antara dunia usaha dan pemerintah itu bekerja dengan baik. Cara simpel ini perlu diteruskan karena cukup efektif untuk membenahi birokrasi.
Dari kunjungan spontan itu, Jokowi mendapatkan temuan lumayan. Kepada Presiden, seseorang yang sedang mengurus izin investasi menyatakan bahwa, hingga 12 hari, surat izin belum juga terbit. Padahal standar kerja di badan itu menyebutkan, untuk mengurus surat izin investasi, cukup perlu tiga hari.
Kesenjangan antara "yang seharusnya" dan "yang terjadi" itu gampang ditemukan di banyak layanan publik. Para pejabat kerap menyatakan bahwa perbaikan pelayanan publik mendapat prioritas. Tapi kenyataannya, aturan dan prosedur di atas kertas berbeda dengan praktek sehari-hari. Itulah pentingnya kemauan untuk bekerja dan terus mengontrol layanan publik.
Mari tengok data yang dimiliki Badan Koordinasi Penanaman Modal. Menurut badan ini, untuk mendapatkan izin usaha sektor industri, diperlukan rata-rata 794 hari. Sedangkan untuk mengurus izin usaha sektor perhubungan, butuh setidaknya 744 hari atau dua tahun lebih. Yang lebih lama lagi adalah mengurus izin usaha sektor perkebunan yang lamanya hingga 866 hari atau dua setengah tahun.
Sulit menggenjot pertumbuhan ekonomi bila pengurusan izin begitu lama. Pengusaha yang hendak menanamkan duit dan mendatangkan lapangan kerja malah dipersulit. Buruknya urusan ini juga tecermin dari Doing Business Index 2014 yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Indonesia berada di urutan ke-120 di antara 189 negara. Di negara-negara Asia Tenggara, peringkat kemudahan berusaha di Indonesia hanya unggul jika dibandingkan dengan Myanmar, yang memang selama ini dikenal sebagai negeri yang tertutup. Negara itu berada di urutan ke-182.
Negara tetangga paling dekat, Singapura, menempati urutan pertama ihwal kemudahan investasi di tingkat dunia. Sedangkan Malaysia berada di urutan ke-6, disusul Thailand ke-18, Brunei Darussalam ke-59, Vietnam ke-99, dan Filipina ke-108. Negara seperti Malaysia dan Thailand memiliki indeks yang bagus. Artinya, investor lebih gampang berbisnis di kedua negara itu. Ada sejumlah kriteria untuk membuat indeks ini, di antaranya kemudahan untuk memulai bisnis, izin konstruksi, kemudahan mendapatkan aliran setrum listrik, kredit yang gampang, pajak, dan perlindungan terhadap investor.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 ditargetkan mencapai 5,6 persen. Jokowi berjanji menggenjot pertumbuhan lebih tinggi pada 2015. Target ini mustahil dikejar jika pemerintah hanya menyandarkan pada konsumsi penduduk Indonesia yang jumlahnya memang semakin besar. Pemerintah harus pula menarik sebesar-besarnya investasi untuk menopang pertumbuhan. Dan investasi itu hanya akan mengalir deras bila layanan perizinan dibenahi. *