Ulah memalukan kembali mencoreng sepak bola kita. PSS Sleman dan PSIS Semarang memainkan pertandingan dagelan-masing-masing sengaja mencetak gol bunuh diri. Bukan hanya kedua tim yang harus diberi sanksi berat. Pemainnya pun perlu dihukum demi menegakkan sportivitas.
Tindakan yang menjadi sorotan dunia sepak bola itu terjadi pada babak delapan besar Divisi Utama Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, akhir Oktober lalu. PSS Sleman dan PSIS Semarang masing-masing mencetak dua dan tiga gol bunuh diri pada tujuh menit terakhir. Permainan tidak sportif itu dilakukan agar mereka tidak menjuarai grup demi menghindari lawan berat pada babak semifinal.
Patut disayangkan, pengawas pertandingan dan wasit tidak memberikan peringatan kepada kedua tim, meski perilaku mirip sepak bola gajah itu sudah terlihat sejak awal pertandingan. Padahal mereka bertanggung jawab mengembalikan permainan ke jalur fair play ketika kedua tim nyaris tidak berusaha melakukan serangan.
Lelucon ini semakin tidak lucu ketika dua pemain PSS Sleman, Hermawan dan Agus Setiawan, menjebol gawang sendiri pada menit ke-86 dan ke-88. Wasit seperti memberi kesempatan ketika kecurangan itu dibalas dengan satu gol Fadly Manan dan dua gol Koemadi pada tiga menit terakhir untuk melengkapi pertandingan terburuk dalam sejarah sepak bola kita ini.
Tindakan cepat Komisi Disiplin PSSI perlu dihargai. Dua hari setelah insiden tersebut, Komisi mencoret kedua tim dari kompetisi yang memperebutkan tiket ke Indonesia Super League itu. Namun hukuman tersebut terasa sangat ringan jika dibandingkan dengan sanksi seumur hidup yang dijatuhkan FIFA terhadap Mursyid Effendi dalam kasus serupa pada 1998.
Mursyid melakukan gol bunuh diri saat tim Indonesia menghadapi Thailand dalam Piala Tiger di Kota Ho Chi Minh. Kedua tim sama-sama menghindari tim Vietnam sebagai tuan rumah. Akhirnya Indonesia kalah, juga tak berhasil lolos ke final karena dihadang oleh Singapura, yang semula dianggap sebagai tim lemah.
Indonesia juga sempat dicurigai main mata ketika kalah 0-10 oleh Bahrain. Sang lawan perlu mengejar defisit sembilan gol dari Qatar dalam kualifikasi Piala Dunia 2012. Walaupun praktek tak sportif sulit dibuktikan, tetap saja kejadian ini memalukan.
Itulah pentingnya PSSI bertindak lebih tegas terhadap kasus PSS Sleman versus PSIS Semarang. Pengurus lembaga ini harus menyelidiki para pemain, pelatih, pengurus klub, dan perangkat pertandingan. Bukan tidak mungkin para petinggi memiliki andil besar, mengingat pemain biasanya hanya menjalankan strategi tim.
Dengan meminta bantuan polisi, PSSI harus menyelidiki kemungkinan adanya penyuapan. Sudah jamak diketahui bahwa permainan uang acap kali ada di balik setiap kekalahan yang tidak wajar. PSSI harus menghukum berat para pelaku dan otak kecurangan. Mereka yang terbukti bersalah harus dijauhkan dari sepak bola, jika perlu seumur hidup. Hanya dengan cara ini PSSI bisa memulihkan citra sepak bola Indonesia.