Sulit untuk tidak menyokong upaya Presiden Joko Widodo menghemat anggaran negara. Ia menekan biaya perjalanan dinas dan rapat para pejabat. Langkah ini penting untuk mengurangi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014. Diharapkan pula, Jokowi meneruskan kebijakan ini untuk anggaran tahun depan.
Penghematan itu dilakukan, antara lain, dengan menginstruksikan pejabat eselon I agar tidak menggunakan tiket pesawat kelas bisnis ketika melakukan perjalanan dinas. Mereka diperintahkan menggunakan tiket kelas ekonomi, yang lebih murah. Ketentuan ini juga berlaku bagi petinggi badan usaha milik negara. Rapat-rapat yang selama ini sering digelar di hotel kini cukup diadakan di kantor kementerian.
Kebijakan Presiden Jokowi tak bisa dielakkan karena defisit anggaran kita yang lumayan besar. Keadaan yang "besar pasak daripada tiang" ini disebabkan oleh membengkaknya subsidi bahan bakar minyak dan tidak tercapainya target penerimaan pajak 2014. Penerimaan pajak dalam APBN Perubahan 2014 ditargetkan mencapai Rp 1.072,38 triliun. Namun, hingga September 2014, penerimaan pajak baru mencapai Rp 663 triliun atau 62 persen dari target.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebelumnya, telah melakukan penghematan dengan memangkas anggaran sebesar Rp 43 triliun. Tapi penghematan tetap harus diteruskan untuk memenuhi ambang batas defisit sebesar Rp 241,5 triliun atau 2,40 persen dari produk domestik bruto (PDB). Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro optimistis bisa menekan defisit atau setidaknya memenuhi target itu. Menurut dia, pemerintah Jokowi sudah bisa menghemat Rp 1 triliun hanya dalam waktu dua pekan.
Jokowi juga perlu meneruskan kebijakan itu untuk anggaran tahun depan. Sekalipun ada rencana mengurangi subsidi BBM dengan menaikkan harga BBM, penghematan tetap perlu dilakukan demi menyehatkan anggaran. Apalagi defisit APBN 2015 diproyeksikan masih cukup besar, yakni 245,9 triliun atau 2,21 persen dari PDB. Angka ini pun diperoleh dengan mengasumsikan penerimaan pajak yang tinggi, yakni Rp 1.380 triliun atau naik 29 persen dibanding target tahun ini.
Langkah penghematan bisa menyelamatkan anggaran bila target penerimaan pajak tidak tercapai. Kalaupun penerimaan pajak ternyata melimpah-ruah, Presiden Jokowi bisa menggunakan kelebihan dana itu untuk proyek infrastruktur. Selama ini hanya sedikit anggaran untuk pembangunan jalan, jembatan, dan pembangkit listrik, sehingga perekonomian tidak tumbuh secara maksimal. Anggaran negara lebih banyak dihabiskan untuk membiayai gaji pegawai negeri dan kegiatan operasional birokrasi pemerintah.
Dalam APBN 2015, dana yang dialokasikan untuk kegiatan birokrasi masih sangat mencengangkan, yaitu Rp 15,5 triliun untuk biaya perjalanan dinas dan Rp 18 triliun untuk rapat-rapat di hotel atau di luar kota. Alangkah baiknya bila sebagian anggaran ini dihemat, lalu dialihkan untuk memperbaiki jalan atau jembatan yang rusak.