Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Negeri yang Tedjo

image-profil

image-gnews
Iklan

Putu Setia, @mpujayaprema

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno telah berjasa menambah kosakata baru. Kini beredar luas kata tersebut: "tedjo", sinonim dari "tak jelas".

Begini riwayatnya. Tedjo Edhy menyebut pendukung KPK sebagai rakyat yang tidak jelas. "Konstitusi yang akan mendukung KPK, bukan dukungan rakyat yang tak jelas itu," kata dia. Kecaman ini lekas mental ke dirinya, sehingga dimulailah olok-olok panjang: "tedjo" disamakan dengan "tak jelas".

Mari maafkan Pak Menteri yang sangat minim jam terbang dalam dunia politik ini. Beliau  mungkin tak begitu banyak bergaul dengan kalangan aktivis. Orang-orang yang mendukung KPK bukan saja jelas ketokohannya, tapi juga jelas pengikut dan pengaruhnya di masyarakat. Mereka tak mau KPK dilemahkan secara sistematis. Bahkan, dalam bahasa Jimly Asshiddiqie, KPK bukan lagi dilemahkan, melainkan mau dibubarkan. Dari empat pemimpin KPK yang ada saat ini, sudah tiga orang yang dipermasalahkan, yakni Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Adnan Pandu Praja. "Pelemahan terlalu ringan. Ini upaya pembubaran," kata Jimly.

Presiden Joko Widodo sudah dua kali menanggapi kemelut KPK-Polisi ini. Pertama, di Istana Bogor setelah Bambang Widjojanto ditangkap. Penegasan presiden: gunakan jalur hukum. Yang kedua, di Istana Merdeka, Ahad malam, setelah meminta masukan pakar hukum dan para tokoh, presiden menegaskan: jangan ada kriminalisasi.

Penegasan presiden sama sekali tedjo (baca: tak jelas). Sangat normatif dan tak menawarkan jalan keluar. Sudah pasti polisi berdalih: ini didasari laporan masyarakat. Tapi kenapa kasus yang sudah lama ini mendadak muncul gara-gara laporan Sugianto Sabran, anggota DPR dari PDIP?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tentu PDIP bermain. Mengapa tiba-tiba pelaksana tugas Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, membuka adanya pertemuan Abraham Samad dengan petinggi partai soal calon wakil presiden? Kalau pun pertemuan itu ada, di mana salahnya? Kalau pun juga ada yang salah, kenapa baru dibuka sekarang? Artinya, Hasto menyimpan kesalahan itu berlama-lama. Semua ini tak masuk akal kalau disebut sebagai "sebuah kebetulan" dan bukan upaya pelemahan KPK.

Pangkal kemelut KPK-Polisi ini sudah jelas gara-gara calon Kepala Polri, Budi Gunawan, yang ditunda pelantikannya oleh presiden. Lihat saja kengototan PDIP yang mendorong agar Budi Gunawan dilantik meski berstatus tersangka dari KPK. Andaikata Jokowi mau menarik pencalonan itu saat Budi dijadikan tersangka, tak akan meledak kisruh besar ini. Sayang, Jokowi dikelilingi menteri-menteri politik dan hukum dari partai pendukung, bukan dari kalangan profesional.

Situasi sekarang membuat negeri ini tedjo. Jokowi menjadi seorang pekerja kalau situasi politik tenang. Kalau suasana politik gonjang-ganjing, ia tak punya pengalaman sebagai politikus. Ia juga tanpa power. Celakanya, semua menteri dalam bidang politik berasal dari partai. Bahkan, dari sembilan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), tujuh orang berasal dari partai pendukung. Bagaimana mungkin Jokowi meminta pertimbangan dari orang partai yang sudah ngotot membela Budi Gunawan? Karena menteri dan Wantimpres tak berguna, Jokowi terpaksa mencari nasihat dari tokoh-tokoh luar.

Jika Jokowi mau tetap didukung rakyat, ia harus memilih: tunduk pada partai atau kehendak rakyat. Sebagai presiden, seharusnya Jokowi tak boleh hanya mendapat "jabatan", ia harus mendapat "kekuasaan". Jokowi adalah "presiden rakyat", bukan "petugas partai". *


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Setyo Wasisto: Jangan Adu Domba Polri dan KPK, Ini Tahun Politik

10 Oktober 2018

Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Setyo Wasisto saat diwawancarai awak media di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, 24 Maret 2018. Tempo/Caesar Akbar
Setyo Wasisto: Jangan Adu Domba Polri dan KPK, Ini Tahun Politik

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengimbau agar polemik yang terjadi antara Polri dan KPK tak diperpanjang.


Kapolri Tito: Densus Tipikor Dibentuk Setelah Pansus KPK Reda

29 Desember 2017

Kapolri, Jenderal Tito Karnavian rapat kerja dengan Komisi III DPR  di Gedung DPR RI, Jakarta, 15 OKtober 2017. Rapat itu membahas evaluasi 15 tahun pelaksanaan tugas dan fungsi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta kendala dan hambatan yang masih ditemui para penegak hukum. TEMPO/Amston Probel
Kapolri Tito: Densus Tipikor Dibentuk Setelah Pansus KPK Reda

Rencana Kapolri membentuk Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi akan dilanjutkan setelah perseteruan KPK dengan DPR mereda.


Ditanya Soal Cicak vs Buaya Jilid 4, Jubir KPK: Fokus Masing-Masing Saja

10 November 2017

Ketua KPK Agus Raharjo berdiskusi dengan Mantan Ketua KPK Abraham Samad ketika memberikan keterangan seusai menggelar pertemuan di Gedung KPK Jakarta, 31 Oktober 2017. Hingga hari ke-202, kasus penyerangan air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, belum terselesaikan. ANTARA FOTO
Ditanya Soal Cicak vs Buaya Jilid 4, Jubir KPK: Fokus Masing-Masing Saja

Menurut Febri dalam tugas KPK menangani kasus-kasus besar, ada kemungkinan terganggu dengan berbagai hal baik isu hukum maupun non hukum.


SPDP Pimpinan KPK, Direktur LBH: Indikasi Cicak Vs Buaya Jilid 4

10 November 2017

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa, di kantor YLBHI, Jakarta, 27 September 2017. TEMPO/Nurdiansah
SPDP Pimpinan KPK, Direktur LBH: Indikasi Cicak Vs Buaya Jilid 4

Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan terbitnya SPD dua pimpinan KPK merupakan adanya indikasi Cicak versus Buaya jilid 4.


SPDP Bos KPK Akan Picu Cicak vs Buaya 4: Kapolri Tito Menjawab

9 November 2017

Sampul majalah Tempo edisi Cicak vs Buaya pada 9 Agustus 2009. (Tempo)
SPDP Bos KPK Akan Picu Cicak vs Buaya 4: Kapolri Tito Menjawab

Tito Karnavian menyampaikan komitmen tidak ingin membuat gaduh antara Polri dan KPK.


Polri Minta Rencana Pendirian Densus Antikorupsi Tak Jadi Polemik

26 September 2017

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, memberikan kue ulang tahunya kepada Wakapolri Syafruddin saat perayaannya di kediamanan wakil kepala Polri di Jakarta, 26 Oktober 2016. TEMPO/Arif Zulkifli
Polri Minta Rencana Pendirian Densus Antikorupsi Tak Jadi Polemik

Menurut Syafruddin, keberadaan Densus Antikorupsi akan menopang kinerja KPK, sebab fokus KPK adalah memicu pemberantasan korupsi.


Aktivis Anti Korupsi Usul Direktur Penyidikan KPK Dicopot  

30 Agustus 2017

Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aris Budiman saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Pansus Hak Angket KPK di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 29 Agustus 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Aktivis Anti Korupsi Usul Direktur Penyidikan KPK Dicopot  

Aktivis mencatat tiga pelanggaran yang dilakukan Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman.


Penjelasan Kapolri Soal Telegram Rahasia

26 Desember 2016

Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menjawab pertanyaan wartawan seusai melakukan pertemuan di gedung KPK, Jakarta, 5 Desember 2016. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Penjelasan Kapolri Soal Telegram Rahasia

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan jika ada yang berbuat satu, ada yang bermasalah satu, maka akan mempengaruhi citra institusi.


Telegram Rahasia yang Dianggap Langkah Mundur Polisi

26 Desember 2016

Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian berjabat tangan dengan Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjawab pertanyaan wartawan seusai melakukan pertemuan tertutup di gedung KPK, Jakarta, 5 Desember 2016. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Telegram Rahasia yang Dianggap Langkah Mundur Polisi

Sumber Tempo menyebutkan surat telegram itu diterbitkan lantaran sejumlah polisi sedang terjerat masalah hukum di KPK.


Bebas, Akankah Antasari Azhar Terjun ke Politik?  

10 November 2016

Mantan Ketua KPK, Antasari Azhar (tengah) berfoto bersama ibu-ibu PKK usai pengajian di Lapas Klas I kota Tangerang, Banten, 8 November 2016. Pengajian bersama para napi itu diadakan sebagai apresiasi untuk Antasari Azhar yang akan bebas pada 10 November mendatang. ANTARA/Lucky R
Bebas, Akankah Antasari Azhar Terjun ke Politik?  

Antasari Azhar menyatakan ingin menjadi wartawan. "Biar kita saling tulis," katanya.