Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dramaturgi Cicak-Buaya Jilid III

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Agung Baskoro, Analis Politik Poltracking

Drama konflik hukum Cicak-Buaya Jilid III memasuki babak baru karena mulai berimplikasi luas secara politik dan mengganggu stabilitas nasional. Kondisi ini, bila disederhanakan dalam sebuah alur cerita, mengarah kembali berada di alur maju, karena sebelumnya presiden terjebak dalam tarik-ulur elite akibat dukungan politik yang lemah.

Kondisi ini seiring dengan langkah presiden dalam menghasilkan sejumlah inovasi politik yang dibaca publik sebagai manuver untuk melepaskan diri dari tuntutan politik PDIP maupun Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Beberapa bentuknya terpapar jelas, yakni membentuk Tim 9; bertemu dengan Prabowo, Habibie, dan Kompolnas; serta memanggil untuk kesekian kalinya pelaksana tugas Kapolri atau Kabareskrim, agar sengkarut ini dapat diobyektifikasi secara utuh. Namun alur yang maju ini akan kembali mundur bila Presiden Jokowi akhirnya melantik Budi Gunawan (BG), yang berstatus tersangka, sebagai Kapolri definitif.

Dalam beberapa hal, konflik ini menyisakan beberapa fakta politik yang menarik untuk dicermati. Pertama, keinginan mitra koalisi Presiden Jokowi untuk terus mendesak agar BG dilantik sebagai Kapolri menimbulkan pertanyaan tersendiri di tengah status hukumnya sebagai tersangka dan upaya penghancuran KPK. Pada bagian lain, penggantian tidak wajar di lingkup internal Polri berkaitan dengan posisi Bareskrim yang menguatkan dugaan hadirnya intervensi demi mengamankan sejumlah kasus hukum, setelah posisi Jaksa Agung diisi oleh elite KIH.

Kedua, publik menyaksikan secara masif telah terjadi penghancuran KPK lewat penangkapan Bambang Widjojanto, yang diikuti oleh laporan para Komisioner soal kasus-kasus lama sebelum mereka duduk di KPK. Kondisi ini amat disayangkan di tengah upaya publik menggaungkan pemberantasan korupsi di segala lini. Sebab, apa yang dialami para komisioner ini sudah masuk ranah kriminalisasi karena baik secara hukum maupun etika, mereka sebenarnya tak bermasalah.

Ketiga, problem yang terjadi di antara KPK dan Polri seharusnya bisa dibatasi bila secara personal BG mengikuti langkah BW, yakni mengundurkan diri. Sebab, status hukum yang disandang keduanya sebagai tersangka dapat menghalangi penegakan hukum secara maksimal oleh aparat terkait. Persoalan etika politik mengemuka di tengah masalah ini karena telah menyebabkan keresahan publik dan kegaduhan politik secara terus-menerus.

Etika politik dari para pihak yang berkonflik menjadi penting terwujud karena bertujuan menerangkan kebaikan dan keburukan (Telchman, 1998). Konteks kebaikan dalam politik sesungguhnya hadir dalam ruang publik, sehingga standar baik dalam politik sudah sepatutnya adalah publik, bukan individu atau kepentingan kelompok tertentu.

Publik semakin eksplisit memahami bahwa konflik yang terjadi di antara KPK-Polri bukan sekadar masalah hukum. Sebab, dampak politik yang ditimbulkan setelah presiden memutuskan solusi atas masalah ini cukup besar. Bila diulas lebih jauh, problem ini menciptakan tiga momentum strategis bagi Presiden Jokowi dan mitra politiknya di parlemen.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertama, Presiden Jokowi dapat menjadikan masalah ini sebagai titik balik untuk menjadikan konstitusi dan kehendak rakyat sebagai panglima dalam menjalankan pemerintahan. Sebab, setelah 100 hari bekerja, berbagai capaian signifikan yang diraih oleh pemerintah tergerus akibat ketidakjelasan posisi dan sikap presiden dalam pengangkatan Kapolri Baru.

Kedua, bagi KIH, pengangkatan BG menjadi harga mati, sementara Koalisi Merah Putih (KMP) memandang hal ini menjadi hak preogatif Presiden, sehingga apa pun keputusannya akan didukung penuh. Tentu bingkai terbaru ini bisa kembali berubah (dinamis), tapi di sisi lain mematahkan argumen banyak pihak soal sikap kedua kubu yang dianggap akan permanen mendukung atau menolak kebijakan pemerintah.

Karena itu, Presiden harus menempatkan dan memanfaatkan realitas ini, sehingga keputusan apa pun yang diambil memang menjadi solusi bagi semua (win-win solution). Meski demikian, sebagai pihak yang mendukung pencalonan BG, KIH akan berada dalam posisi kalah karena telah dianggap setara dengan KMP serta berpeluang berpindah haluan, minimal sebagai mitra kritis atau bahkan menjadi oposisi, sebagaimana lakon yang dimainkan PDIP selama Presiden SBY berkuasa.

Ketiga, ketegasan presiden dalam kasus Cicak-Buaya Jilid III ini dapat menjadi sinyal bahwa komitmen antikorupsi pemerintah tak perlu diragukan. Kondisi ini, bagi PDIP, sangat berbahaya karena dampaknya sudah pernah dirasakan oleh Demokrat pada Pemilu 2014, dengan raihan suara elektoral yang terdegradasi cukup dalam setelah banyak anggotanya yang terjerat kasus korupsi.

Meminjam istilah Goffman, publik harus berhati-hati (read between the lines) serta tidak terpaku pada retorika, manuver, dan alur cerita di panggung depan (front) karena semua perilaku elite tersebut sudah dilengkapi dengan settingkepentingan dan lakon kekuasaan yang dominan dibanding aspirasi rakyat sebagai mandat.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Setyo Wasisto: Jangan Adu Domba Polri dan KPK, Ini Tahun Politik

10 Oktober 2018

Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Setyo Wasisto saat diwawancarai awak media di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, 24 Maret 2018. Tempo/Caesar Akbar
Setyo Wasisto: Jangan Adu Domba Polri dan KPK, Ini Tahun Politik

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengimbau agar polemik yang terjadi antara Polri dan KPK tak diperpanjang.


Kapolri Tito: Densus Tipikor Dibentuk Setelah Pansus KPK Reda

29 Desember 2017

Kapolri, Jenderal Tito Karnavian rapat kerja dengan Komisi III DPR  di Gedung DPR RI, Jakarta, 15 OKtober 2017. Rapat itu membahas evaluasi 15 tahun pelaksanaan tugas dan fungsi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta kendala dan hambatan yang masih ditemui para penegak hukum. TEMPO/Amston Probel
Kapolri Tito: Densus Tipikor Dibentuk Setelah Pansus KPK Reda

Rencana Kapolri membentuk Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi akan dilanjutkan setelah perseteruan KPK dengan DPR mereda.


Ditanya Soal Cicak vs Buaya Jilid 4, Jubir KPK: Fokus Masing-Masing Saja

10 November 2017

Ketua KPK Agus Raharjo berdiskusi dengan Mantan Ketua KPK Abraham Samad ketika memberikan keterangan seusai menggelar pertemuan di Gedung KPK Jakarta, 31 Oktober 2017. Hingga hari ke-202, kasus penyerangan air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, belum terselesaikan. ANTARA FOTO
Ditanya Soal Cicak vs Buaya Jilid 4, Jubir KPK: Fokus Masing-Masing Saja

Menurut Febri dalam tugas KPK menangani kasus-kasus besar, ada kemungkinan terganggu dengan berbagai hal baik isu hukum maupun non hukum.


SPDP Pimpinan KPK, Direktur LBH: Indikasi Cicak Vs Buaya Jilid 4

10 November 2017

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa, di kantor YLBHI, Jakarta, 27 September 2017. TEMPO/Nurdiansah
SPDP Pimpinan KPK, Direktur LBH: Indikasi Cicak Vs Buaya Jilid 4

Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan terbitnya SPD dua pimpinan KPK merupakan adanya indikasi Cicak versus Buaya jilid 4.


SPDP Bos KPK Akan Picu Cicak vs Buaya 4: Kapolri Tito Menjawab

9 November 2017

Sampul majalah Tempo edisi Cicak vs Buaya pada 9 Agustus 2009. (Tempo)
SPDP Bos KPK Akan Picu Cicak vs Buaya 4: Kapolri Tito Menjawab

Tito Karnavian menyampaikan komitmen tidak ingin membuat gaduh antara Polri dan KPK.


Polri Minta Rencana Pendirian Densus Antikorupsi Tak Jadi Polemik

26 September 2017

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, memberikan kue ulang tahunya kepada Wakapolri Syafruddin saat perayaannya di kediamanan wakil kepala Polri di Jakarta, 26 Oktober 2016. TEMPO/Arif Zulkifli
Polri Minta Rencana Pendirian Densus Antikorupsi Tak Jadi Polemik

Menurut Syafruddin, keberadaan Densus Antikorupsi akan menopang kinerja KPK, sebab fokus KPK adalah memicu pemberantasan korupsi.


Aktivis Anti Korupsi Usul Direktur Penyidikan KPK Dicopot  

30 Agustus 2017

Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aris Budiman saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Pansus Hak Angket KPK di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 29 Agustus 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Aktivis Anti Korupsi Usul Direktur Penyidikan KPK Dicopot  

Aktivis mencatat tiga pelanggaran yang dilakukan Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman.


Penjelasan Kapolri Soal Telegram Rahasia

26 Desember 2016

Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menjawab pertanyaan wartawan seusai melakukan pertemuan di gedung KPK, Jakarta, 5 Desember 2016. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Penjelasan Kapolri Soal Telegram Rahasia

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan jika ada yang berbuat satu, ada yang bermasalah satu, maka akan mempengaruhi citra institusi.


Telegram Rahasia yang Dianggap Langkah Mundur Polisi

26 Desember 2016

Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian berjabat tangan dengan Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjawab pertanyaan wartawan seusai melakukan pertemuan tertutup di gedung KPK, Jakarta, 5 Desember 2016. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Telegram Rahasia yang Dianggap Langkah Mundur Polisi

Sumber Tempo menyebutkan surat telegram itu diterbitkan lantaran sejumlah polisi sedang terjerat masalah hukum di KPK.


Bebas, Akankah Antasari Azhar Terjun ke Politik?  

10 November 2016

Mantan Ketua KPK, Antasari Azhar (tengah) berfoto bersama ibu-ibu PKK usai pengajian di Lapas Klas I kota Tangerang, Banten, 8 November 2016. Pengajian bersama para napi itu diadakan sebagai apresiasi untuk Antasari Azhar yang akan bebas pada 10 November mendatang. ANTARA/Lucky R
Bebas, Akankah Antasari Azhar Terjun ke Politik?  

Antasari Azhar menyatakan ingin menjadi wartawan. "Biar kita saling tulis," katanya.