TEMPO.CO, Jakarta - Pangeran Indra Pasaribu, mahasiswa Administrasi Publik Universitas Diponegoro, Semarang
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membuat keputusan mengejutkan: menaikkan gaji pegawai negeri sipil di Ibu Kota. Tak tanggung-tanggung, gaji lurah di Jakarta dapat melebihi Rp 35 juta.
Sebenarnya, gaji pegawai negeri di Indonesia menjadi berbeda karena adanya tambahan berupa tunjangan: tunjangan transportasi, tunjangan jabatan, dan lain-lain. Tunjangan di setiap daerah disesuaikan dengan kemampuan pengelolaan daerah masing-masing. Karena itu, apabila Ahok mampu menaikkan gaji pegawainya, hal itu menunjukkan kemampuannya dalam administrasi sistem keuangan daerah. Salah satu cara Ahok adalah meniadakan honor bagi pegawai yang menangani proyek, sehingga hemat hingga 40 persen dari APBD DKI.
Pegawai negeri sipil DKI tidak serta-merta membawa pulang jumlah gaji yang dijanjikan-kecuali melalui saringan tunjangan berbasis reward and punishment. "Hadiah" diberikan apabila aparatur dinilai menjalankan tugasnya dengan baik, sedangkan "hukuman" diberikan bagi pegawai yang mendapat rapor merah dalam menjalankan tugasnya.
Sistem reward and punishment ini bukanlah sistem baru dalam pemerintahan Indonesia. Bahkan seorang camat/lurah di DKI terancam tidak membawa pulang tunjangan kinerja hingga Rp 15 juta jika tidak berkinerja baik. Semenjak menganut sistem good governance, sistem reward and punishment pun mulai diterapkan. Namun belum semua kepala daerah menonjol dalam penerapan sistem ini.
Tidak sedikit yang mempertanyakan kebijakan mulai dari kepala daerah hingga menteri. Menurut George Edwards III, pakar kebijakan publik, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel. Komunikasi adalah salah satunya. Komunikasi Ahok dengan media dalam pemberitaan dan pihak-pihak yang mempertanyakan dapat meredam isu bahwa gaji fantastis ini dapat membuat iri pegawai di daerah lain. Menteri PAN dan RB belakangan berbalik mendukung kebijakan ini setelah dijelaskan oleh Ahok.
Memang, kenaikan ini membuat gaji pegawai DKI hampir menyamai gaji kepala daerah di beberapa wilayah. Namun menurunkan gaji pegawai di Jakarta bukan solusi, karena pertanyaan mengenai kenaikan gaji kepala daerah ditujukan kepada presiden. Apalagi pola komunikasi presiden dan kepala daerah di Indonesia terjalin erat-di awal pemerintahannya, Jokowi memanggil seluruh kepala daerah di Indonesia.
Kebijakan Ahok menaikkan gaji pegawai di daerah seharusnya menjadi contoh bagi para kepala daerah dalam menerapkan prinsip good governance. Dengan kebijakan itu, diharapkan aparatur negara dapat memposisikan diri sebagai pelayan masyarakat dan bukannya menjadi majikan bagi masyarakat.
Kebijakan ini dapat menghilangkan praktek pungutan liar yang menjangkiti pegawai di daerah. Seperti pihak sekolah yang meminta bayaran mahal jika ijazah ingin diambil atau lurah/camat meminta pungutan bila ingin proses perizinan data diri dan sebagainya cepat selesai. Para kepala daerah di Indonesia harus jeli melihat pengeluaran yang tidak penting, sekalipun itu sudah dianggap "tradisi". Dengan menghapus pengeluaran-pengeluaran yang tidak penting, para kepala daerah dapat memindahkannya ke peningkatan gaji pegawai di daerahnya untuk memotivasi pegawai dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat.