Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mesti membongkar tuntas korupsi Fuad Amin Imron. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan, Madura, ini tak cukup hanya dijerat dengan pasal suap. Ia perlu juga dijaring dengan delik pencucian uang. Figur lain yang terlibat dalam pusaran korupsi semestinya diusut pula.
Bupati Bangkalan Makmum Ibnu Fuad termasuk yang perlu dicurigai. Putra Fuad Amin ini diduga mengetahui setoran dari PT Media Karya Sentosa yang mengalir ke ayahnya. Perusahaan swasta yang berkongsi dengan perusahaan daerah ini mendapat jatah pembelian gas dari Pertamina untuk pembangkit listrik Gili Timur, Bangkalan. Kendati konsensi itu diberikan oleh Fuad Amin pada 2007 saat ia masih menjabat bupati, aliran fulus masih mengalir hingga sekarang.
Suap untuk Fuad itu terkuak setelah KPK menangkap orang suruhannya yang juga adik iparnya, Abdul Rauf; dan Direktur PT Media Karya, Antonio Bambang Djatmiko. Dari mobil Rauf, penyidik menemukan uang Rp 700 juta. KPK juga menyita uang tunai Rp 4 miliar yang disimpan dalam tiga koper.
Fuad bagaikan raja di Bangkalan kendati tak lagi menjadi bupati. Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya ini masih menduduki posisi penting sebagai Ketua DPRD Bangkalan. Ia juga berhasil menempatkan kroninya pada sejumlah jabatan, termasuk menjadikan anaknya yang baru berusia 26 tahun sebagai bupati. Makmum Ibnu Fuad, yang dilantik sebagai Bupati Bangkalan pada 2013, tercatat sebagai bupati termuda di Indonesia.
Lima rumah Fuad di Bangkalan sudah digeledah oleh penyidik KPK, tapi sejauh ini ia baru dijerat dengan pasal suap. Penyidik perlu segera menelusuri aset Fuad yang lain dan menjeratnya dengan delik pencucian uang. Ia pernah melaporkan harta kekayaan dengan nilai sekitar Rp 6 miliar. Tapi diyakini bahwa hartanya jauh lebih besar dan tersebar di sejumlah kota.
Madura Corruption Watch (MCW), misalnya, mengungkapkan bahwa Fuad Amin memiliki banyak kekayaan yang tersebar di Surabaya, Bali, dan Jakarta. Lembaga swadaya masyarakat ini juga membeberkan, Fuad punya dua unit hotel di Bali. Menurut MCM, salah satu hotel ini baru dibeli pada November 2014 seharga Rp 16 miliar dengan uang muka Rp 4 miliar.
Menjerat Fuad Amin dengan Undang-Undang Pencucian Uang amat penting agar harta yang diduga sebagai hasil korupsi itu bisa disita oleh negara. Upaya ini sesuai dengan prinsip "memiskinkan koruptor" agar menimbulkan efek jera. Begitu pula membongkar kroni-kroni Fuad yang diperkirakan terlibat. Ikhtiar ini juga perlu demi memangkas pengaruh politiknya, kendati ia sudah dipecat oleh Partai Gerindra.
Kasus Atut Chosiyah semestinya menjadi pelajaran bagi KPK. Penyidik kurang gencar membongkar korupsi dinasti politik Atut sehingga sampai sekarang pengaruhnya masih besar di Provinsi Banten. Kali ini, penyidik sebaiknya lebih serius membongkar kroni Fuad, termasuk menyelidiki anaknya.