Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Putusan Sesat Pra-Peradilan

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Oce Madril, Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi FH UGM

Hakim pra-peradilan akhirnya memenangkan tersangka kasus korupsi Komisaris Jenderal Budi Gunawan (Komjen BG) atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Inti dari putusan hakim adalah bahwa penetapan status tersangka atas Komjen BG tidak sah dan KPK tidak berwenang mengusut kasus tersebut karena tersangka bukanlah penyelenggara negara dan penegak hukum, serta tidak ada kerugian negara yang timbul.

Tentu saja putusan ini menyentak akal sehat kita. Bagaimana tidak, argumentasi hukum yang disampaikan hakim bertolak belakang dengan doktrin hukum dan beberapa peraturan perundang-undangan. Selain itu, hakim melampaui kewenangannya karena terlalu jauh masuk ke substansi perkara, yang bukan merupakan obyek pra-peradilan.

Pertimbangan hukum hakim yang paling tidak masuk akal adalah pernyataan bahwa Komjen BG bukanlah seorang penegak hukum. Ini jelas keliru. Polisi jelas penegak hukum. Dalam doktrin hukum, dikenal adanya tiga pilar penegak hukum, yaitu polisi, jaksa, dan hakim. Ketiga profesi itulah yang berfungsi sebagai aparatur negara, yang diberi tugas khusus untuk menegakkan hukum.

Hal ini ditegaskan dalam berbagai dokumen hukum negara. Doktrin ini dapat kita temukan dalam konstitusi UUD 1945. Kedudukan polisi sebagai penegak hukum ditegaskan dalam Pasal 30 ayat 4 UUD 1945, bahwaKepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

Polisi, menurut konstitusi, bertugas sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masayarakat sekaligus sebagai penegak hukum. Fungsi polisi sebagai penegak hukum juga ditegaskan dalam Ketetapan MPR Nomor VI/2000 dan Ketetapan MPR Nomor VII/2000, bahwa salah satutugas pokok Kepolisian adalah menegakkan hukum.

Di tingkat UU, fungsi pokok kepolisian untuk menegakkan hukum kembali ditegaskan. Dalam Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian, dinyatakan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Lagi-lagi, UU mengatur bahwa salah satu fungsi kepolisian adalah menegakkan hukum.

Terlihat ada konsistensi pengaturan bahwa polisi adalah penegak hukum yang mempunyai wewenang untuk menegakkan hukum demi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun polisi tidak hanya sebagai penegak hukum. Pada saat bersamaan, mereka juga berfungsi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Konstitusi dan UU tidak membeda-bedakan, polisi mana yang penegak hukum dan polisi mana yang bukan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika seorang warga negara diangkat menjadi anggota kepolisian, saat itulah yang bersangkutan menjadi aparat penegak hukum. Bahwa ada pembagian tugas dalam organisasi kepolisian, itu semata-mata merupakan bagian dari tata laksana untuk memudahkan pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian. Tidak ada hubungannya dengan status sebagai penegak hukum atau bukan. Istilah aparat penegak hukum dalam UU KPK juga ditujukan bagi tiga profesi/institusi penegak hukum, yakni polisi, jaksa, dan hakim.

Kekeliruan lain yang dilakukan hakim pra-peradilan adalah ihwal kewenangan KPK. Pihak Komjen BG mempersoalkan kriteria kasus yang dapat ditangani KPK berdasarkan Pasal 11. Dalam pasal itu, dinyatakan bahwa salah satu kriteria yang berlaku terkait dengan kerugian negara minimal Rp 1 miliar. Secara utuh, ketentuan itu berbunyi,KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang (a) melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara, (b) mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau (c) menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar.

Harus digarisbawahi, ada kata-kata "dan/atau" pada poin b.Menurut kamus bahasa Indonesia, kata penghubung "dan/atau" dapat diperlakukan sebagai "dan", tapi dapat juga diperlakukan sebagai "atau". Tanda garis miring itu mengandung makna "pilihan". Jadi, tiga kriteria yang disebutkan dalam Pasal 11 itu dapat berlaku secara kumulatif dan bisa juga secara alternatif.

Poin b dan c dalam Pasal 11 merupakan pilihan. Jadi tidak mutlak harus ada kerugian negara dan juga tidak harus mendapat perhatian masyarakat, asalkan pelakunya adalah aparat penegak hukum dan penyelenggara negara. Mengapa UU tidak mengharuskan timbulnya kerugian negara? Karena memang tindak pidana korupsi tidak hanya yang berhubungan dengan kerugian negara, tapi juga suap dan gratifikasi serta bentuk tindakan lainnya yang boleh jadi tidak menimbulkan kerugian negara yang nyata di dalamnya.

Tampak jelas bahwa hakim pra-peradilan tidak memahami UUD 1945, UU KUHAP, UU Kepolisian, dan UU KPK dengan baik. Pemahaman yang sesat menyebabkan lahirnya putusan yang sesat. Karena itu, putusan sesat ini harus dikoreksi. Upayahukum luar biasa melalui peninjauan kembali ke Mahkamah Agung dapat ditempuh KPK.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ada 56 Bekas Narapidana Korupsi Jadi Caleg, Ini Regulasi yang Membolehkan Mereka Nyaleg

14 November 2023

Warga melihat daftar nama calon anggota legislatif Pemilu 2019 yang berstatus mantan terpidana korupsi melalui website Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gedung KPU, Jakarta, Kamis, 31 Januari 2019. TEMPO/Subekti.
Ada 56 Bekas Narapidana Korupsi Jadi Caleg, Ini Regulasi yang Membolehkan Mereka Nyaleg

ICW menemukan sedikitnya 56 bekas narapidana korupsi jadi caleg. Lantas, seperti apa aturan yang membolehkan eks napi korupsi menjadi caleg?


Profil Mentan Syahrul Yasin Limpo, Kader Nasdem yang Diusulkan jadi Tersangka dari Hasil Gelar Perkara KPK

14 Juni 2023

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo
Profil Mentan Syahrul Yasin Limpo, Kader Nasdem yang Diusulkan jadi Tersangka dari Hasil Gelar Perkara KPK

Berikut rangkuman informasi mengenai profil Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian yang diusulkan sebagai tersangka korupsi.


Dissenting Opinion di Vonis RJ Lino, Hakim Rosmina: Tak Ditemukan Niat Jahat

14 Desember 2021

Gestur terdakwa mantan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino atau RJ Lino setelah mengikuti sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa, 14 Desember 2021. RJ Lino divonis empat tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dalam kasus korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II pada tahun 2010. TEMPO/Imam Sukamto
Dissenting Opinion di Vonis RJ Lino, Hakim Rosmina: Tak Ditemukan Niat Jahat

Hakim Rosmina berujar juga tidak menemukan fakta hukum bahwa RJ Lino memperoleh keuntungan pribadi dari pembelian


LeIP Beberkan Penyebab Turunnya Kualitas Pengadilan Tipikor

22 Oktober 2021

Palu Hakim. [www.ghanaweb.com]
LeIP Beberkan Penyebab Turunnya Kualitas Pengadilan Tipikor

Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) menemukan sejumlah penyebab turunnya kepuasan publik terhadap pengadilan Tipikor


Edhy Prabowo Sedih Dihukum 5 Tahun, Padahal Pernah Mengaku Siap Dihukum Mati

16 Juli 2021

Terdakwa mantan Menteri KKP, Edhy Prabowo, mengikuti sidang vonis kasus suap ekspor benih lobster secara virtual, dari gedung KPK, Jakarta, Kamis, 15 Juli 2021. Edhy juga wajib membayar uang pengganti sebesar Rp.10,7 miliar serta pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun. TEMPO/Imam Sukamto
Edhy Prabowo Sedih Dihukum 5 Tahun, Padahal Pernah Mengaku Siap Dihukum Mati

Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo mengaku sedih divonis 5 tahun penjara. Padahal, ia pernah mengaku siap dihukum mati.


Hakim Tolak Eksepsi Nyoman Dhamantra, Terdakwa Suap Impor Bawang

3 Februari 2020

Terdakwa kasus dugaan suap impor bawang putih I NYoman Dhamantra menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa 31 Desember 2019. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Hakim Tolak Eksepsi Nyoman Dhamantra, Terdakwa Suap Impor Bawang

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menolak Eksepsi terdakwa kasus suap impor bawang putih Nyoman Dhamantra.


Pakai Peraturan MA, KPK Jerat Korporasi dalam Kasus Korupsi

2 Februari 2017

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan sedang menjelaskan tentang kronologi Operasi Tangkap Tangan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi yang diduga menerima suap dari Saipul Jamil
Pakai Peraturan MA, KPK Jerat Korporasi dalam Kasus Korupsi

Pada tahap awal, KPK akan menjerat PT Giri Jaladhi Wana dalam proyek pembangunan Pasar Sentra Antasari di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.


Seleksi Hakim Tipikor, Koalisi Desak Panitia Dievaluasi  

6 Oktober 2016

Suasana seleksi wawancara calon hakim agung dan calon hakim ad hoc Tipikor Mahkamah Agung di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, 20 Juni 2016.  TEMPO/Subekti.
Seleksi Hakim Tipikor, Koalisi Desak Panitia Dievaluasi  

Koalisi Pemantau Peradilan mendesak panitia seleksi calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi mengevaluasi proses seleksi.


Ketua KPK Sebut Besan Nurhadi Terhubung Kasus Suap Panitera

6 Agustus 2016

Nurhadi Memenuhi Panggilan Penyidik KPK untuk Diperiksa, 24 Mei 2016. TEMPO/Maya Ayu
Ketua KPK Sebut Besan Nurhadi Terhubung Kasus Suap Panitera

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan pihaknya terus mendalami keterlibatan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.


Kejati NTT Tangkap Buronan Korupsi di Bogor

18 Januari 2016

Ilustrasi korupsi. vietmeme.net
Kejati NTT Tangkap Buronan Korupsi di Bogor

Ini terkait kasus korupsi pembangunan dermaga dengan kerugian negara Rp 11 miliar.