Presiden Joko Widodo perlu membenahi pengawasan di laut. Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI Angkatan Laut, juga Kepolisian RI terkesan kurang koordinasi. Gebrakan memberantas pencurian ikan akan berantakan bila ketiga lembaga tersebut tak kompak.
Indikasi tidak solid itu terlihat dari rencana penangkapan 13 kapal berbendera Cina, beberapa waktu lalu. Lewat Automatic Identification System, Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti memergoki keberadaan kapal asing pencuri ikan itu di Laut Arafuru. Ia pun mengaku telah meminta Presiden Jokowi memerintahkan TNI Angkatan Laut untuk menangkapnya.
Hasilnya? Tak satu pun kapal yang ditangkap. Seorang petinggi Angkatan Laut mengatakan tak ada perintah untuk menangkap kapal-kapal itu. Ia malah berujar kabar soal keberadaan kapal tersebut seharusnya tidak disampaikan ke pers. Kejadian seperti ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya, Menteri Susi juga mengumumkan adanya 22 kapal asing di perairan yang sama. TNI Angkatan Laut baru mengejar keesokan harinya dan hanya mampu menangkap 9 kapal.
Sikap yang lamban itu bisa melemahkan upaya memberantas pencurian ikan. Sia-sia saja menenggelamkan kapal asing pencuri ikan yang tertangkap bila masih banyak kapal serupa yang dibiarkan berkeliaran di laut. Tak ada gunanya pula Menteri Susi menyetop sementara izin operasi kapal ikan bila perairan kita masih mudah dibobol oleh kapal-kapal yang beroperasi secara ilegal.
Kerugian akibat pencurian ikan itu amatlah besar. Badan Pemeriksa Keuangan pernah menghitung kerugiannya, yang mencapai Rp 300 triliun setiap tahun. Angka ekspor ikan laut Indonesia selama ini juga kalah dibanding negara tetangga, seperti Thailand dan Vietnam. Tahun lalu, misalnya, menurut data Food and Agriculture Organization (FAO), negara kita hanya mengekspor ikan laut senilai US$ 4,6 miliar atau sekitar Rp 57 triliun. Bandingkan dengan Thailand yang sanggup mengekspor senilai US$ 7 miliar dan Vietnam US$ 6,3 miliar pada tahun yang sama.
Realitas tersebut aneh karena perairan Indonesia jauh lebih luas daripada perairan negara tetangga itu. Jumlah nelayan kita juga jauh lebih banyak. Tak ada penjelasan yang lebih logis selain pemerintah kedodoran mencegah pencurian ikan.
Penegak hukum di bidang perikanan yang berasal dari Angkatan Laut, Kepolisian RI, dan Kementerian Kelautan terlihat kurang serius dalam memerangi pencurian ikan. Dengan alasan anggaran yang minim dan bahan bakar yang tak cukup untuk kapal-kapal patroli, kapal-kapal pencuri ikan sering dibiarkan lolos.
Itulah yang perlu dibenahi oleh Presiden Jokowi. Wewenang tiga institusi itu dalam menjaga perikanan laut telah digariskan oleh Undang-Undang Perikanan. Yang bisa dilakukan adalah membuat ketiga lembaga itu lebih kompak dalam memburu kapal-kapal pencuri ikan. Presiden juga mesti bersikap tegas terhadap siapa pun pejabat yang tidak melaksanakan perintah untuk menangkap kapal pencuri ikan.