Sepuluh tahun pasca-tsunami, Provinsi Aceh memperlihatkan perubahan yang luar biasa. Pembangunan infrastruktur, gedung, dan rumah baru cukup berhasil. Hanya, pemerintah Aceh kini harus mulai memikirkan cara untuk memacu pertumbuhan ekonominya.
Rekonstruksi yang menghabiskan sumbangan dunia lebih dari Rp 70 triliun itu telah membuat Aceh kembali rapi. Gedung-gedung dan rumah-rumah berderet rapi. Jalan-jalan pun telah mulus. Sayangnya, pertumbuhan perekonomian di provinsi ini masih lambat sehingga tak bisa menyediakan banyak lapangan kerja. Ekonomi Aceh hanya tumbuh sekitar 2,7 persen, jauh di bawah angka pertumbuhan nasional yang tahun ini diprediksi sekitar 5,1 persen.
Rendahnya pertumbuhan ekonomi itu karena sumbangan sektor minyak dan gas, juga pertambangan, terus menurun, bahkan negatif. Jika sektor yang dulu menjadi andalan ini dikeluarkan dari hitungan, sebetulnya pertumbuhan Aceh lumayan, mencapai 4,18 persen. Soalnya, sektor keuangan dan jasa tumbuh pesat, masing-masing menyentuh angka 6,5 persen dan 9,5 persen.
Dari sektor-sektor di luar migas dan tambang itulah Provinsi Aceh bisa memacu pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Perdagangan dan perhotelan juga masih bisa digenjot karena sektor ini hanya tumbuh sekitar 4,2 persen. Begitu pula pertanian, yang hanya tumbuh 2,2 persen. Sektor-sektor yang menyerap banyak lapangan kerja ini perlu diperhatikan oleh pemerintah.
Penduduk Aceh selama ini memanfaatkan lapangan kerja yang tersedia dalam proses rekonstruksi. Pembangunan rumah, gedung, dan jalan-jalan memerlukan banyak tenaga kerja. Begitu proses rekonstruksi selesai, lapangan kerja itu tidak lagi tersedia. Kini sebagian dari mereka membuka warung, kios, atau berdagang. Tapi sektor informal ini saja tidak cukup untuk memacu pertumbuhan ekonomi Aceh.
Aceh sebaiknya pula mengundang investor dari luar, baik dari dalam maupun luar negeri. Upaya ini penting demi mempercepat pembenahan di luar sektor tambang dan migas. Soalnya, mengandalkan anggaran pemerintah daerah dan dana alokasi pemerintah pusat saja jelas tidak cukup.
Investasi besar-besaran diperlukan untuk mengembangkan sektor yang memiliki banyak potensi, mulai dari pertanian, perkebunan, perdagangan, perindustrian, hingga pariwisata. Yang diperlukan adalah sikap yang lebih terbuka dan ramah terhadap pemodal luar. Provinsi ini perlu mempermudah perizinan sekaligus mengusahakan pasokan listrik. Selain itu, pemerintah Aceh harus bisa menjamin adanya suasana aman.
Rekonstruksi Aceh yang sukses setelah dilanda tsunami mahadahsyat bisa menjadi inspirasi bagi kita, terutama rakyat Aceh sendiri. Segala impian bukanlah tidak mungkin, asalkan kita berusaha dan membuka diri terhadap bantuan atau kerja sama dengan pihak lain. Dan, bukan mustahil, Aceh kembali menjadi provinsi yang makmur kendati tanpa rezeki minyak dan tambang lagi.