Menteri Perhubungan Ignasius Jonan tak perlu ragu memerangi permainan izin rute penerbangan. Praktek itu sudah lama terjadi, melibatkan banyak pihak, dan tidak ada yang berani bertindak.
Borok itu terkuak setelah pesawat AirAsia QZ8501 mengalami kecelakaan pada 28 Desember tahun lalu. Terungkap, izin rute Surabaya-Singapura yang dijalankan maskapai penerbangan itu ternyata tidak sesuai dengan Surat Dirjen Perhubungan Udara yang diteken pada 24 Oktober 2014. Surat Dirjen tersebut menyebut slot AirAsia QZ8501 pada Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu. Realisasinya, ternyata, pada Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu.
Perbedaan hari itu bukan urusan sepele karena menyangkut pengaturan lalu lintas penerbangan. Pelanggaran rute ini bisa saja membuat ada hari yang terlalu padat di suatu jalur, sehingga dapat membahayakan penerbangan.
Anehnya, para petugas di lapangan mengaku tidak mendapatkan tembusan surat Dirjen. Rute AirAsia yang tak beres itu bahkan telah dijalankan selama dua bulan dan baru tercium setelah pesawat QZ8501 jatuh di perairan Selat Karimata. Padahal, urusan operasional sehari-hari penerbangan juga melibatkan pejabat dari Kementerian Perhubungan yang memimpin kantor otoritas bandar udara.
Kepala Otoritas Bandar Udara Juanda, Surabaya, diduga mengabaikan surat Dirjen, atasannya sendiri. Belakangan, ia pun terungkap menerima tembusan izin rute baru dari Dirjen. Di bandara Surabaya juga ada institusi lain yang terlibat dalam urusan pelayanan penerbangan, yakni pejabat Angkasa Pura I dan AirNav Indonesia. Kedua BUMN ini terkesan membiarkan penggunaan izin rute liar tersebut.
Tiga institusi itu?Kementerian Perhubungan, Angkasa Pura I, dan AirNav?berkoordinasi di level bawah lewat Unit Pelaksana Koordinator Slot. Tugas unit adalah memantau pelaksanaan slot penerbangan yang selalu direvisi secara periodik untuk menyesuaikan dengan arus penumpang. Mengherankan bila kejanggalan itu tak segera terdeteksi. Pimpinan Angkasa Pura I dan AirNav juga tidak bisa lepas tangan lantaran dua institusi ini mendapatkan tembusan surat izin rute yang dikeluarkan oleh Dirjen.
Lembaga lain yang juga perlu disorot adalah Indonesia Slot Coordinator (IDSC), yang dibentuk oleh Kementerian Perhubungan. IDSC semestinya mengetahui pula pelanggaran tersebut. Lembaga ini bertugas menerima permohonan perubahan slot terbang, lalu memberikan rekomendasi kepada Dirjen Perhubungan Udara. IDSC juga mendapat tembusan izin rute yang disahkan oleh Dirjen. Yang terjadi dalam kasus AirAsia, yang dilaksanakan tampaknya rekomendasi dari IDSC, dan bukan izin resmi Dirjen.
Menteri Jonan telah memberikan sanksi kepada petugas Kementerian Perhubungan yang diduga mempermainkan izin itu. Hanya, masalah ini harus ditelusuri hingga pejabat yang lebih tinggi. Jonan juga harus bekerja sama dengan Menteri BUMN Rini Soemarno lantaran AirNav dan Angkasa Pura berada di luar wilayah kekuasaannya.