Teror terhadap Mathur Husairi, seorang aktivis antikorupsi di Bangkalan, Madura, merupakan ujian nyata bagi Presiden Joko Widodo. Ia mesti memastikan Kepolisian Republik Indonesia menangani kasus ini secara serius karena menyangkut janji pemerintah memerangi korupsi.
Mathur ditembak di depan rumahnya di Jalan Teuku Umar, Bangkalan, Selasa dinihari lalu. Peluru tajam melukai perut Direktur Center for Islam and Democracy Studies (CIDe) ini. Saat itu ia baru pulang dari menghadiri rapat dengan tokoh masyarakat. Mathur sempat melawan dan mengejar si pelaku, tapi tenaganya habis. Ia pun roboh beberapa meter dari rumahnya.
Polisi semestinya tak sulit mengusut penembakan itu. Motif pelaku bisa dirunut dari aktivitas korban yang gencar membongkar korupsi. Sebelum kejadian, Mathur sempat mengunggah status "Ampuuunn! Melakukan kejahatan kok bangga!" di BlackBerry Messenger. Kekerasan yang ia alami juga bukan yang pertama: sebelumnya, orang tak dikenal pernah membakar mobil aktivis antikorupsi ini.
Bersama Lumbung Informasi Rakyat (Lira) dan Bangkalan Corruption Watch, CIDe yang dipimpin Mathur selama ini rajin mengkritik kebijakan Bupati Bangkalan. Ia pernah juga melaporkan dugaan korupsi proyek pengaspalan Jalan Bujuk Sarah di Desa Martajesah. Kasus ini diduga melibatkan mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron, yang kini dijerat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sebelumnya, Mathur mengungkap pula dugaan korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Madura Industrial Seaport City di Kecamatan Socah. Terakhir, pada awal Januari lalu, Mathur memimpin unjuk rasa memprotes dugaan pungutan liar di Dinas Pendidikan serta ketidakberesan dalam pengangkatan calon pegawai negeri sipil di Badan Kepegawaian Daerah Bangkalan.
Pada dua kasus pertama, Mathur melaporkan dugaan korupsi itu kepada KPK. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto bahkan menyebutkan, berkat laporan Mathur dan kawan-kawan itulah komisi antirasuah ini bisa menjerat Fuad Amin kendati dengan kasus berbeda. Pengungkapan kasus korupsi itu memerlukan nyali besar karena Fuad dikenal sebagai kiai yang disegani dan punya jaringan luas di Bangkalan.
Teror yang dialami Mathur mungkin berkaitan dengan sepak terjangnya membongkar korupsi. Sebelumnya, Fahrillah (aktivis Lira) dan Ibnu Khotib (aktivis CIDe) juga pernah dibacok. Beberapa pegiat antikorupsi juga mendapat ancaman ketika membantu KPK melacak sejumlah harta dan aset Fuad di Bangkalan dan di luar Bangkalan.
Lima tahun yang lalu, di Jakarta pernah pula terjadi teror serupa. S. Langkun, peneliti di Indonesia Corruption Watch, dibacok setelah membongkar kasus rekening perwira polisi.
Teror terhadap Mathur dan aktivis lain tak boleh dibiarkan. Kini, publik menunggu kepedulian kepolisian untuk membongkarnya. Presiden Jokowi, yang pernah berjanji memerangi korupsi, seharusnya memerintahkan petinggi kepolisian untuk mengusut tuntas kasus itu.