Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Hatun

Oleh

image-gnews
Iklan

Hatun ditembak mati dekat sebuah halte bus. Umurnya baru 23. Di udara dingin Senin pertama Februari 2005, perempuan itu roboh dengan beberapa lubang luka di kepala dan dekat dadanya. Sebuah pistol yang dipicu dari jarak dekat telah menghabisi nyawanya.

Polisi Berlin kemudian menangkap tiga laki-laki keturunan Kurdi-Turki. Mereka didakwa sebagai komplotan yang membunuh. Mereka tiga bersaudara yang juga masih muda: masing-masing berumur 25, 24, dan 18 tahun. Yang bungsu bernama Ayhan Surucu. Dia yang menembak.

Dia adik kandung Hatun sendiri.

Saya tak tahu bagaimana perasaan ketiga pemuda itu ketika mereka bantai saudara perempuan mereka satu-satunya itu. Sedih? Bersyukur? Di dinding sel penjara mereka, tampak sederet potret. Potret Hatun.

Hatun Surucu dibesarkan di Berlin dalam keluarga yang memandang dengan cemas kebebasan seorang anak perempuan. Ketika si gadis selesai kelas ke-8, orang tuanya mencabutnya dari sekolah. Ia dibawa ke Turki. Ia harus nikah dengan seorang sepupu.

Perkawinan paksa itu tak bertahan lama. Hatun berpisah dari suaminya yang mungkin juga dipaksa jadi pengantin. Dalam keadaan berbadan dua, ia kembali ke Berlin. Pada umur 17 ia melahirkan seorang bayi lelaki yang diberinya nama Can. Ia tinggal di rumah penampungan buat perempuan dan meneruskan sekolahnya yang terputus. Pada tahun 2004, ia menyelesaikan pendidikan kejuruan yang diambilnya dengan tekun. Ia ingin jadi tukang listrik.

Ia memang berubah. Ia menata-rias wajah, melepas-gerai rambut, memakai gelang, kalung, dan cincin. Ia mulai gemar pergi ke tempat dansa. Ia mulai menikmati hidup. Ia seperti Sibil dalam film Fatih Akin, Gegen die Wand, gadis Turki dari Hamburg yang melarikan diri dari keluarga untuk merasakan kebebasantapi tidak. Kata "seperti" di sini hanya akan memasukkan nasibnya ke sebuah deret. Hatun adalah Hatun. Beberapa hari menjelang ia menerima ijazah, ia dibunuh.

Apa gerangan salahnya? Di sebuah surat kabar berbahasa Turki yang terbit di Berlin, Zaman, salah seorang Surucu bersaudara itu mengatakan bahwa Hatun tak lagi mengenakan jilbab, tak mau kembali kepada keluarganya, dan telah menyatakan niatnya untuk "mencari lingkungan teman-temannya sendiri".

Peter Schneider, seorang novelis Jerman yang menuliskan kisah kematian Hatun dalam The International Herald Tribune 3-4 Desember pekan lalu, mengaitkan kebrutalan itu dengan apa yang disaksikannya di Berlin, kota yang pernah dipuji Presiden Kennedy sebagai negeri milik tiap orang yang merdeka. Syahdan, kata Schneider, 17 tahun setelah tembok yang dibangun pemerintah komunis runtuh, sebuah tembok lain yang tak kasat mata membelah kota itu lagi.

Di daerah Kreuzberg, Neukln, dan Wedding, sekitar 300 ribu imigran muslim dari pelbagai negeri tinggal; sebagian besar orang Kurdi dan Turki. Mereka dulu tak begitu sibuk dengan agama, tapi sejak lima tahun ini berubah. Pengajaran agama di sekolah mulai dilaksanakan, berkat inisiatif Federasi Muslim Berlin. Guru-gurunya direkrut Federasi, dengan gaji dari kota praja yang kafir. Diam-diam pelajaran diberikan dalam bahasa Turki atau Arab, bukan bahasa Jerman sebagaimana aturan negara. Makin banyak anak gadis berjilbab, dan makin banyak pula tuntutan orang tua agar murid perempuan dibebaskan dari pelajaran olahraga, khususnya berenang. Perempuan berpurdah panjang dengan wajah bercadar makin sering tampak: dinding itu tegak sampai ke tubuh mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nilai-nilai dari negeri asal makin kuat, tampaknya. Bagi sebagian mereka, membunuh demi kehormatan keluarga adalah sah. Dalam sembilan tahun terakhir telah terjadi 49 tindak pidana atas nama "kehormatan", 16 kasus ditemukan di Berlin, dan umumnya dengan perempuan sebagai sasaran. Tak mengherankan bila tiga murid di distrik Tempelhof, tempat Hatun ditembak mati, menegaskan: pembunuhan itu tak salah.

Tembok baru di Berlin itu dibangun dengan semen "identitas". Seorang perempuan penulis Turki yang merasakan sesak oleh desakan nilai-nilai itu berkata tentang orang-orang Turki yang sejak 1950-an datang ke Jerman sebagai Gastarbeiter: "Para pekerja tamu itu pun menjelma jadi orang Turki, dan orang Turki itu menjelma jadi muslim".

Muslim? Islam? Kita, di Indonesia, di sebuah negeri tempat sebagian besar orang muslim hidup, belum pernah mendengar kejadian seperti itu: seorang perempuan dibunuh saudara kandung sendiri karena tak tampak "Islami". Saya tentu saja tak tahu akankah besok seorang Hatun digolok di halte bus di Utan Kayu, melihat meningkatnya fanatisme belakangan ini. Tapi kita semua tahu "Islam" bisa jadi bendera yang berkibar di lingkungan yang berbeda-bedadengan amarah lain, dengan hasrat persaudaraan, rasa cemas dan rindu keadilan yang lain pula. Bendera itu putih, tapi putih yang terjadi dari warna-warni.

Islam? Turki? Jati diri? "Aku bangga akan bagian dari diriku yang bukan Eropa," ujar seseorang dalam novel Salju Orhan Pamuk, di sebuah adegan pertemuan di Kota Kars. "Aku bangga akan hal-hal yang dianggap orang Eropa kekanak-kanakan, kejam, dan primitif."

Tiap bendera, apa pun warnanya, harus berbeda dari bendera lain. Tiap bendera jadi penting ketika ia berkibar disunggi tinggi-tinggi.

Tapi di bawah itu, di dekat halte bus di Tempelhof, tergeletak Hatun. Dengan kepala yang berlubang-lubang hangus. Dengan liang luka di dadanya yang pernah menyusui Can, kini yatim-piatu. Dengan impian yang dipenggal. Dengan kesendiran yang tak tertebak.

Kesendirian seperti ketika ia lahir menjerit dari rahim ibunya dan ayahnya membisikkan azan ke kupingnya yang masih rawan, "Allahu Akbar", karena ia, Hatun, adalah sebuah keajaiban, sebagaimana tiap bayi, tiap wajah, adalah sebuah keajaiban, karena ia sebuah tanda, bahwa kita hanyalah perantara, bahwa kita hanyalah perawat sebuah hidup yang tak sepenuhnya kita kuasai.

Islam? Turki? Adat? Kehormatan? Di trotoar itu: Hatun.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Bank Danamon Belum Berencana Naikkan Suku Bunga KPR

1 menit lalu

Head Consumer Funding & Wealth Business Bank Danamon, Ivan Jaya, saat ditemui di Menara Danamon, Jakarta Selatan pada Rabu, 8 Mei 2024. Tempo/Annisa Febiola.
Bank Danamon Belum Berencana Naikkan Suku Bunga KPR

Bank Danamon Indonesia belum berencana menaikkan suku bunga KPR meski suku bunga acuan BI naik menjadi 6,25 persen


Tak Urus Sertifikasi Halal Sampai Oktober Mendatang, Pelaku Usaha Bisa Dapat Larangan Izin Edar

8 menit lalu

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dan Badan Penyelenggara Jaminan Halal (BPJH) Kementerian Agama melakukan pemasangan plang sertifikasi halal dan stiker zona khas di ruko pedagang makanan laut di Pasar Kuliner Ujung, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur pada Rabu, 8 Mei 2024 malam. TEMPO/Desty Luthfiani
Tak Urus Sertifikasi Halal Sampai Oktober Mendatang, Pelaku Usaha Bisa Dapat Larangan Izin Edar

Kementerian Agama tengah menggodok pemberian sanksi untuk pelaku usaha yang belum melakukan sertifikasi halal. LPPOM MUI gencar fasilitas sertifikasi


UKT UIN Jakarta Naik, Ini Hal yang Jadi Pertimbangan Kampus

21 menit lalu

Ilustrasi wisuda. shutterstock.com
UKT UIN Jakarta Naik, Ini Hal yang Jadi Pertimbangan Kampus

Zaenal menyebut bahwa kenaikan UKT itu juga sudah diatur pada Keputusan Menteri Agama RI Nomor 368 tahun 2024 tentang uang kuliah tunggal.


Lupakan Keripik, Ini Alasan Anda Perlu Mengganti Camilan dengan Kismis

37 menit lalu

Ilustrasi Kismis Hitam/ANTARA/Shutterstock/Kriacho Oleksii
Lupakan Keripik, Ini Alasan Anda Perlu Mengganti Camilan dengan Kismis

Karena dibuat dari buah asli, kismis pun baik kesehatan karena mengandung tinggi serat yang baik buat pencernaan dan jantung


Dapat Bantuan Pengobatan dari Tantowi Yahya dan Ikke Nurjanah, Hamdan ATT Menitikkan Air Mata

38 menit lalu

Tantowi Yahya dan Ike Nurjanah saat menjenguk musisi dangdut, Hamdan ATT yang sakit. Foto: Istimewa.
Dapat Bantuan Pengobatan dari Tantowi Yahya dan Ikke Nurjanah, Hamdan ATT Menitikkan Air Mata

Menurut Tantowi Yahya, atas usul Ikke Nurjanah, donasi dari hasil lelang lukisan itu dipakai untuk membantu pengobatan Hamdan ATT yang terkena stroke.


3 Tips Efektif Jaga Keharmonisan Rumah Tangga

47 menit lalu

Ilustrasi suami sibuk main ponsel saat bersama istri. Foto: Freepik/Jcomp
3 Tips Efektif Jaga Keharmonisan Rumah Tangga

Komunikasi antar pasangan kerap menjadi tantangan. Simak 3 tips efektif jaga keharmonisan rumah tangga.


LRT Layani 10 Juta Penumpang Sejak Beroperasi Agustus Tahun Lalu

55 menit lalu

Rangkaian gerbong kereta Light Rail Transit (LRT) bersilang di stasiun LRT Setia Budi, Jakarta Selatan, Selasa, 23 April 2024. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) kembali mengoperasikan 308 perjalanan LRT Jabodetabek pada hari kerja (weekday) dan pada akhir pekan (weekend) dioperasikan 260 perjalanan per April 2024, terkait peningkatan jumlah pengguna LRT mencapai 1.339.810, dengan rata - rata harian pengguna mencapai 58 ribu, meningkat 6 persen.  TEMPO/Imam Sukamto
LRT Layani 10 Juta Penumpang Sejak Beroperasi Agustus Tahun Lalu

Pengguna tertinggi terjadi di bulan April 2024 sejak pertama kali LRT beroperasi, capai 1,4 juta penumpang.


Harga Emas Pegadaian Terbaru 8 Mei 2024

56 menit lalu

Harga Emas Pegadaian Terbaru 8 Mei 2024

Bagi masyarakat yang ingin membeli logam emas yang aman dan nyaman, butik Galeri 24 bisa menjadi solusi karena bagian dari anak perusahaan dari PT Pegadaian.


Komitmen Penuh Bank Mandiri terhadap Prinsip ESG

59 menit lalu

Komitmen Penuh Bank Mandiri terhadap Prinsip ESG

Bank Mandiri telah menegaskan komitmennya untuk menerapkan prinsip-prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola Environment, Social, and Governance (ESG) dalam setiap aspek operasional perusahaannya


Review Film Kingdom of the Planet of the Apes: Fiksi Klan Kera yang Menyeret Banyak Makna

1 jam lalu

Poster film Kingdom of the Planet of the Apes. Foto: Istimewa.
Review Film Kingdom of the Planet of the Apes: Fiksi Klan Kera yang Menyeret Banyak Makna

Kingdom of the Planet of the Apes ini juga menyeret makna-makna yang juga membuat penonton terenyuh.