Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Memadamkan Bara Jakarta

image-profil

image-gnews
Iklan

Nirwono Joga, Koordinator Gerakan Indonesia Menghijau

Dalam beberapa bulan terakhir, Jakarta dirundung masalah. Berbagai predikat buruk disematkan kepadanya, dari kota paling tidak aman, kota termacet, wilayah dengan polusi udara tertinggi di Indonesia (Jakarta Utara), dan peringkat ke-140 indeks kualitas hidup kota. Itu pun di luar pertikaian gubernur dan DPRD terkait dengan perbedaan versi RAPBD 2015.

Belum cukup juga, Jakarta dilanda kebakaran (lagi). Kali ini terjadi di kawasan permukiman padat penduduk di Kelurahan Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Penyebab kebakaran diperkirakan akibat hubungan pendek arus listrik.

Kondisi rumah yang berjejer rapat, bangunan semipermanen dari kayu serta bahan mudah terbakar membuat perumahan cepat ludes terbakar. Warga mengungsi sementara, kemudian kembali ke lokasi tersebut dan membangun perumahan seperti semula. Begitu seterusnya. Kerugian harta benda, bahkan nyawa, dan bencana kebakaran yang terus berulang seharusnya bisa diantisipasi, jika pemerintah daerah serius untuk memutus mata rantai kebakaran. Lalu apa yang harus dilakukan?

Pertama, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera mengecek peruntukan kawasan yang kebakaran dalam rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2030, rencana detail tata ruang (RDTR) DKI Jakarta 2030, serta rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL) di wilayah Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Dalam peta sebaran kawasan rawan kebakaran (2014) dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta, disebutkan bahwa kawasan rawan kebakaran sebagian besar mencakup permukiman padat bangunan dan penduduk, lebih tepatnya kawasan permukiman kumuh.

Menurut UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, serta kualitas bangunan dan sarana-prasarananya yang tidak memenuhi syarat. Ironisnya, kawasan permukiman kumuh sering kali tidak tercantum dalam RTRW dan RDTR, alias tidak diakui keberadaannya dalam tata ruang kota, karena sebagian besar permukiman kumuh berada di atas lahan sengketa.

Data permukiman kumuh di Indonesia saat ini pun cukup mengkhawatirkan, yakni ada 3.201 kawasan kumuh, seluas 34.473 hektare, tersebar di 415 kota/kabupaten, dengan total penghuni 34,4 juta orang (Kementerian Pekerjaan Umum, Agustus 2014).

Kedua, kejelasan peruntukan kawasan dalam RTRW dan RDTR akan menentukan langkah apa yang harus dilakukan dan arah pengembangan yang diharapkan. Kejelasan peruntukan kawasan harus diikuti dengan pembuktian sertifikat kepemilikan lahan, baik milik perorangan, perusahaan, atau lahan negara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sesuai dengan UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang, dan UU Nomor 28/2002 tentang Bangunan Gedung, ada tiga pola penanganan.

Pemugaran meliputi upaya perbaikan dan pembangunan kembali kawasan hunian menjadi permukiman layak huni. Peremajaan mewujudkan permukiman yang lebih baik dengan terlebih dulu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat. Permukiman kembali mencakup pemindahan masyarakat dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali/tidak sesuai dengan rencana tata ruang kota dan/atau rawan bencana serta menimbulkan bahaya bagi barang ataupun manusia.

Jika peruntukan kawasan merupakan ruang terbuka hijau (RTH), pemerintah daerah wajib mengembalikan fungsi semula sebagai RTH dalam bentuk taman kota atau hutan kota, atau jalur hijau pengaman. Penataan juga menyangkut permukiman kumuh di bantaran kali, tepi rel kereta api, bawah saluran umum tegangan tinggi, atau kolong jalan layang.

Ketiga, kawasan Tanah Abang di Jakarta Pusat, dalam 20 tahun ke depan, dapat dirancang sebagai kawasan terpadu dengan penekanan fungsi sebagai pusat belanja dan perdagangan kelas dunia, kawasan terpadu yang terintegrasi dengan jaringan transportasi massal (kereta api, monorel, bus trans) yang kompak dan berskala manusia (humanis).

Kawasan dilengkapi hunian vertikal berimbang (hotel, apartemen, rusunawa), komersial (perkantoran, pusat belanja, perdagangan), taman, serta jalur pejalan kaki dan sepeda. Kepadatan di pusat kota bertujuan mengoptimalkan intensifikasi tata guna lahan, multifungsi kegiatan, penataan jaringan infrastruktur, dan utilitas kolektif terpadu sehingga kota efisien, efektif, dan ramah lingkungan.

Pengembangan kawasan terpadu merupakan upaya penyebaran pusat-pusat kegiatan ke seluruh wilayah Jakarta. Selain Tanah Abang, lokasi yang potensial dikembangkan antara lain Terminal (dan Stasiun MRT) Lebak Bulus, Terminal Blok M, Terminal dan Stasiun Manggarai di Jakarta Selatan, Terminal dan Stasiun Senen, Stasiun dan Halte Dukuh Atas di Jakarta Pusat, Terminal Grogol dan Halte Harmoni di Jakarta Barat, Terminal Pulo Gadung dan Stasiun Jatinegara di Jakarta Timur, serta Stasiun dan Halte Kota Tua di Jakarta Utara.

Hikmah dari musibah kebakaran ini adalah memberi tugas kepada pemerintah daerah untuk segera menata ulang tata ruang kota, agar bencana kebakaran tidak terus berulang dan terwujudnya kota yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. *


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Perkiraan Cuaca BMKG: Hujan dan Petir Akan Melanda Jakarta

10 Desember 2018

Ilustrasi hujan di Jakarta. TEMPO/Frannoto
Perkiraan Cuaca BMKG: Hujan dan Petir Akan Melanda Jakarta

BMKG membuat perkiraan cuaca dimana hujan disertai petir dan angin kencang akan melanda Jakarta.


Korban Crane Ambruk di Kemayoran Jadi Pengungsi Sementara

7 Desember 2018

Sebuah crane ambruk menimpa rumah di Jalan Gelindra RT 01 RW 08, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Desember 2018. Rumah korban, Husin, 56 tahun, hancur. Husin dan tiga anggota keluarganya mengalami luka-luka. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Korban Crane Ambruk di Kemayoran Jadi Pengungsi Sementara

Operator crane ambruk menyewa sebuah rumah untuk ditempati keluarga Husin yang rumahnya rusak tertimpa crane.


Anies Baswedan Buat Aturan Baru, Tim Pembebasan Lahan Dapat Honor

5 Desember 2018

Pembebasan salah satu lahan sengketa oleh Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno beserta pemilik lahan, Mahesh, di area proyek pembangunan Stasiun MRT Fatmawati, Jakarta Selatan. 20 Oktober 2017. Tempo/Zara
Anies Baswedan Buat Aturan Baru, Tim Pembebasan Lahan Dapat Honor

Pergub 127 yang diteken Gubernur Anies Baswedan diharapkan mampu mempercepat program pembebasan lahan yang selama ini tersendat.


Bos Sarana Jaya Ingin Sulap Tanah Abang Seperti SCBD 8 Tahun Lagi

23 Oktober 2018

Suasana pembangunan proyek Jembatan Penyeberangan Multiguna atau Skybridge Tanah Abang di Jakarta, Ahad, 14 Oktober 2018. PD Pembangunan Sarana Jaya akan mulai mengfungsikan Skybridge Tanah Abang pada esok hari, Senin, 15 Oktober 2018. ANTARA/Reno Esnir
Bos Sarana Jaya Ingin Sulap Tanah Abang Seperti SCBD 8 Tahun Lagi

Desain penataan Tanah Abang menjadi seperti kawasan SCBD Jakarta, masih digarap dan ditargetkan selesai tahun ini


DKI Bantah Gunungan Sampah Muara Baru Imbas Konflik dengan Bekasi

22 Oktober 2018

Truk kapasitas 12 ton milik Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengangkut sampah di TPS Muara Baru, Penjaringan, yang menggunung usai kisruh dana hibah Bekasi, Senin 22 Oktober 2018. Tempo/Imam Hamdi
DKI Bantah Gunungan Sampah Muara Baru Imbas Konflik dengan Bekasi

Dinas LH menjelaskan tumpukan sampah karena truk di Jakarta Utara sedang perawatan oleh agen tunggal pemegang merek (ATPM).


Dinas LH: DKI Tetap Butuh Bantargebang Meski ITF Sunter Dibangun

22 Oktober 2018

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno meresmikan pencanangan Fasilitas Pengolahan Sampah dalam Kota (ITF) di Sunter, Jakarta Utara, Minggu, 20 Mei 2018. TEMPO/Syafiul Hadi
Dinas LH: DKI Tetap Butuh Bantargebang Meski ITF Sunter Dibangun

ITF Sunter hanya mengelola 2.200 ton sampah per hari dan 10 % residu harus dibuang ke Bantargebang.


Koalisi Masyarakat Dukung Rencana DKI Stop Eksploitasi Air Tanah

16 Oktober 2018

Warga rusun Tambora mengambil air tanah karena mengalami kesulitan air bersih di Rumah Susun Tambora II di Jakarta, Senin (17/12). Warga rusun Tambora mengeluhkan selama sebulan terakhir mengalami kesulitan air bersih untuk konsumsi sehari-hari. TEMPO/Tony Hartawan
Koalisi Masyarakat Dukung Rencana DKI Stop Eksploitasi Air Tanah

Penghentian eksploitasi air tanah, kata Koalisi Masyarakat, bisa menekan penurunan permukaan tanah di Ibu Kota.


Pemerintah DKI Susun Aturan Penghentian Eksploitasi Air Tanah

16 Oktober 2018

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai memimpin apel pagi Pengawasan Terpadu Sumur Resapan, Instalasi Pengolahan Air Limbah, dan Air Tanah di Intiland Tower, Jumat, 16 Maret 2018. TEMPO/Budiarti Utami Putri.
Pemerintah DKI Susun Aturan Penghentian Eksploitasi Air Tanah

DKI mengusulkan anggaran Rp 1,2 triliun untuk perluasan jaringan pipa air bersih menekan eksploitasi air tanah.


Rekayasa Lalu Lintas, Jalan Wahid Hasyim Bakal Satu Arah

1 Oktober 2018

Aktivis Koalisi Pejalan Kaki melakukan aksi Tamasya Trotoar Kita di kawasan Sarinah, Jakarta, Minggu, 24 Juni 2018. Aksi menyusuri jalanan Ibu Kota tersebut untuk mengkritisi fungsi trotoar yang banyak digunakan sebagai tempat parkir kendaraan dan berdagang. ANTARA/Puspa Perwitasari
Rekayasa Lalu Lintas, Jalan Wahid Hasyim Bakal Satu Arah

Uji coba rekayasa lalu lintas dilakukan pada 8 Oktober hingga 23 Oktober nanti.


Siap-siap Musim Hujan, 129 Kelurahan di DKI yang Terancam Banjir

13 September 2018

Ilustrasi banjir Jakarta. TEMPO/Ary Setiawan
Siap-siap Musim Hujan, 129 Kelurahan di DKI yang Terancam Banjir

Balai Besar menjelaskan, wilayah yang berpotensi terendam banjir di Jakarta berada di daerah aliran sungai yang belum dinormalisasi.