Hasil survei salah satu media terkemuka Inggris, The Economist, yang menempatkan Jakarta sebagai kota paling tidak aman di dunia, merupakan alarm tanda bahaya bagi Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama.
Survei yang dilakukan terhadap 50 kota itu meninjau empat aspek, yaitu keamanan kesehatan, digital, infrastruktur, dan personal. Kurangnya jumlah dokter, tingginya jumlah penderita penyakit demam berdarah, maraknya penipuan dalam perdagangan online, ratusan korban tewas dalam kecelakaan lalu lintas, dan tindak kejahatan yang terjadi setiap 10 menit membuat posisi Jakarta terpuruk.
Hasil sigi ini melengkapi predikat Jakarta sebagai peringkat kelima terburuk kota dengan angkutan umum tidak aman bagi wanita, yang digelar sebuah lembaga polling pada akhir tahun lalu. Belum lagi gelar sebagai kota dengan lalu lintas termacet di dunia berdasarkan hasil penelitian sebuah perusahaan Inggris. Tidak kurang terjadi 33 ribu kali kemacetan dalam setahun.
Pemerintah dan polisi selama ini hanya melihat keamanan dari tinggi-rendahnya angka kriminalitas jalanan. Operasi pemberantasan premanisme dengan sasaran para pemuda penganggur sudah sering dilakukan, tapi tidak efektif. Mereka hanya sesaat menghilang sebelum kembali ke tempat mangkalnya. Harus dicari cara lain untuk menekannya, termasuk bekerja sama dengan daerah asal mereka bagi yang pendatang baru.
Di bidang kesehatan, pemerintah DKI telah memberikan Kartu Jakarta Sehat bagi warga miskin dan berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun terbatasnya jumlah rumah sakit dan dokter membuat pelayanan terhadap masyarakat belum optimal. Apalagi jika tidak dibarengi dengan peningkatan kebersihan lingkungan. Buruknya sanitasi ini membuat Jakarta menjadi langganan penyakit, seperti demam berdarah.
Banyaknya toko online "abal-abal", rendahnya pemahaman masyarakat akan dunia maya, serta kurangnya penegakan hukum dalam cyber crime dan kurangnya pengawasan dari kepolisian menyuburkan kejahatan online di Ibu Kota. Setidaknya ada 600 kasus kejahatan jenis baru ini dalam setahun.
Hal penting lainnya adalah perlindungan hak cipta. Jamak kita jumpai pembajakan karya intelektual ini, dari perangkat lunak, karya seni, buku, sampai produk fashion. Kepolisian kerap menggelar operasi pedagang barang palsu ini, namun produsennya tidak pernah tersentuh.
Di bidang keamanan infrastruktur, Jakarta harus lebih banyak berbenah. Kerusakan jalan yang menyebabkan kecelakaan serta timbunan sampah dan bangunan liar di bantaran sungai yang menyebabkan banjir membuat masyarakat tidak cukup terlindungi.
Jika Gubernur Basuki tidak segera mengambil langkah pembenahan, gelar buruk ini bakal berdampak luas. Bukan tidak mungkin wisatawan asing ke Jakarta, yang tahun lalu jumlahnya mencapai 2,3 juta lebih dan menghasilkan devisa US$ 1,7 miliar, membatalkan rencana kunjungan mereka. Investor asing, yang tahun lalu menanamkan modal US$ 4,5 miliar, bisa melihat Jakarta sebagai tempat yang tidak menarik lagi.