Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bangsa

Oleh

image-gnews
Iklan

-- Kepada Megawati Sukarnoputri

SUNGGUH, Ibu Mega, tak seorang pun tahu di mana berakhirnya sebuah bangsa. Lahir tak bertanggal, sebuah bangsa mungkin tak akan pernah sepenuhnya jadi. Ketika pada tanggal 28 Oktober 1928 sejumlah pemuda dari pelbagai bagian Nusantara berjanji bersama untuk menjadi "satu bangsa", mereka tak berbicara tentang batu tapal yang sudah terpasak di ujung-ujung penjuru. Mereka bukan sedang membuat sebuah geografi. Mereka sedang membuat sejarah. Mereka sedang memulai sebuah ikhtiar.

Sebuah bangsa pada akhirnya memang sebuah upaya. "Indonesia" adalah sebuah ikhtiar dari jutaan orang yang berbeda-beda yang mencoba hidup bersama dalam satu komunitas--sebuah "komunitas yang diangankan", seperti kata-kata Benedict Anderson yang termasyhur itu. Tapi harus dikatakan, ini bukan sekadar eksperimen untuk menghasilkan sesuatu yang praktis dan bermanfaat. Sebab ada yang menyentuh hati, ada yang berarti, ada yang menimbulkan gairah serta harap-harap cemas dalam upaya itu. Ketika sejumlah orang yang berasal-usul berlainan ingin berangkulan dan bersedia hidup dalam sebuah proyek bersama, dan masing-masing mau melupakan ikatan kesetiaan dari zaman "jahiliah" pra-Indonesia (untuk memakai kata-kata S. Takdir Alisjahbana), yang terasa adalah sebuah penghargaan kepada percampuran, kepada perdamaian.

Ketika saya kecil saya pernah bertanya kenapa sebuah perkawinan diramaikan dengan pesta. Paman saya menjawab, "Karena telah terjadi sesuatu yang menyenangkan: dua orang, dua pihak, yang tak punya pertalian darah, kini campur jadi satu keluarga."

Sebuah bangsa juga terjadi dalam sebuah momen seperti itu, ketika orang bersaudara bukan karena pertalian darah. Tapi tentu saja, seperti halnya perkawinan, tak selamanya yang terjadi adalah sebuah pagi yang cerah. Ketika dua pihak jadi satu, beberapa kemungkinan terbuka di dalam menafsirkannya. Sebuah konglomerasi, seperti dua perusahaan yang bergabung? Sebuah strategi untuk memperkuat diri? Ataukah sebuah ekspresi untuk meniadakan perbedaan? Atau dalam sebuah semangat pembebasan?

Saya cenderung untuk memberi jawab yang lain. Jika sebuah bangsa terjadi pada sebuah momen yang menghargai damai, jika sebuah bangsa adalah sebuah ikhtiar untuk membuat sebuah komunitas, di mana orang yang berbeda bisa bebas dan berbagi, maka yang berlaku bukanlah kehendak memperkuat diri. Nasionalisme memang punya banyak wajah. Apa yang saya jawab mungkin amat ganjil bagi orang yang masih berpikir bahwa di abad ke-21, sebuah bangsa yang "kuat" dan "besar" tetap merupakan jawaban bagi persoalan dunia, ketika perang dan konflik kian mengerikan dan kian mahal. Izinkanlah saya mengatakan rasa cemas saya bila sebuah bangsa dilihat sebagai sebuah kastil raksasa, dengan tembok yang tebal, menara pengintai, dan meriam-meriam yang siaga.

Karena Bismarck telah lama mati. Ia yang membangun bangsa Jerman dengan "darah dan besi" adalah seorang yang hidup di zaman kebencian Eropa--sesuatu yang akhirnya, di abad ke-20, menyebabkan dua perang besar dan bangkitnya seorang Hitler. Nasionalisme Eropa memang punya wajah yang mengerikan. Sebelum teriak serak Mein Kampf di Jerman, ada risalah-risalah nasionalis yang bergelora di Prancis, dan pamflet Maurice Barrès di tahun 1893, Contre les étrangers, adalah contohnya. Bagi dia, pengertian "tanah air" mengandung di dalamnya ide ketidaksetaraan dan diskriminasi. Rasialisme punya alasannya di situ. Dan akhirnya pembantaian.

Nasionalisme Indonesia, sebagaimana yang saya baca dari sejarah, tak punya seorang Hitler atau seorang Barrès. Ataupun seorang Bismarck. Saya ingat, dan Ibu Mega pasti juga ingat, bahwa di tahun 1955 Bung Karno mengutip Bismarck, yang "menggembleng satu bangsa yang berantakan menjadi satu bangsa yang kompak" dengan cara yang keras, "menumpahkan darah dengan menggunakan besi." Tapi Bung Karno di saat itu juga memperingatkan bahwa "tiap-tiap gerakan historis yang besar, mencapai sukses, oleh karena cara-caranya berjoang adalah disesuaikan dengan sifat keadaan-keadaan yang menentukan." Dan saya kira Bung Karno juga akan mengatakan bahwa Indonesia di abad ke-21 bukanlah terjemahan Jerman abad ke-19--bahkan juga bukan terjemahan Indonesia di tahun 1950-an.

Singkat kata, kini kita memerlukan sebuah angan yang lain tentang "Indonesia". Bukan sebuah geografi yang luas. Bukan sebuah benteng yang kedap. Tapi sebuah usaha sejarah yang belum selesai: sebuah bangsa tak akan pernah selamanya jadi, sebab setiap kali ia harus memberi jawab kepada "keadaan-keadaan yang menentukan" yang terus-menerus berganti.

Di abad ini, bahkan di negeri Bismarck dan Barrès, orang juga belum selesai merumuskan apa itu bangsa "Jerman" dan "Prancis". Ketika migrasi manusia dan lalu-lintas nilai-nilai berlangsung dahsyat, yang kian tumbuh adalah makhluk-makhluk hibrida, yang (untuk memakai kata-kata Julia Kristeva) "tak berakar pada darah dan bahasa, diplomat antarkamus, perunding-perunding genetika." Mereka bukan makhluk ajaib, bukan pula makhluk jahat. Bahkan mereka mungkin sebuah kabar baik, ketika yang "murni" dan yang "asli" kian jadi tanda tanya. Aneh atau tidak, justru mereka inilah yang punya kaitan dengan ikhtiar yang dimulai sejumlah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928: sebuah penghargaan kepada percampuran, kepada perdamaian.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Penonton Siksa Kubur Salip Badarawuhi di Desa Penari, Manoj Punjabi: Kompetisi Makin Sehat

34 menit lalu

Poster film Siksa Kubur. Dok. Poplicist
Penonton Siksa Kubur Salip Badarawuhi di Desa Penari, Manoj Punjabi: Kompetisi Makin Sehat

Produser MD Entertainment Manoj Punjabi Badarawuhi di Desa Penari, mengucapkan selamat atas capaian Siksa Kubur.


Cara Shin Tae-yong Meramu Pemain Muda Dinilai Jadi Kunci Naikkan Level TImnas Indonesia di Asia

52 menit lalu

Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong bersama para pemainnya di Piala Asia U-23 2024. Doc. AFC.
Cara Shin Tae-yong Meramu Pemain Muda Dinilai Jadi Kunci Naikkan Level TImnas Indonesia di Asia

Ronny Pangemanan menilai kombinasi pemain muda lokal dan naturalisasi di bawah arahan Shin Tae-yong melahirkan Timnas Indonesia yang bagus.


Empat Tahun Pacaran, Ranty Maria Dilamar Rayn Wijaya di Tempat Impiannya

1 jam lalu

Rayn Wijaya melamar Ranty Maria. Foto: Instagram.
Empat Tahun Pacaran, Ranty Maria Dilamar Rayn Wijaya di Tempat Impiannya

Ranty Maria mendapat lamaran dari sang kekasih, Rayn Wijaya tepat di hari ulang tahunnya ke-25 di tempat yang sudah lama diimpikannya.


Pameran K-Pop D'Festa Siap Hadir Selama 45 Hari di Jakarta, Catat Tanggalnya

2 jam lalu

Konferensi Pers Pameran K-Pop D'Festa 2024 di Jakarta/Tempo-Mitra Tarigan
Pameran K-Pop D'Festa Siap Hadir Selama 45 Hari di Jakarta, Catat Tanggalnya

Para penggemar K-Pop akan segera dimanjakan dengan pameran K-Pop D'Festa, di Jakarta.


Perjalanan Politik Nikson Nababan Menuju Gubernur Sumatera Utara

4 jam lalu

Perjalanan Politik Nikson Nababan Menuju Gubernur Sumatera Utara

April yang lalu, suasana kediaman Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr. H. Ahmad Sabban El-Ramaniy Rajagukguk, M.A di Simalungun menjadi saksi pertemuan penting antara Nikson Nababan, Ketua DPC PDI Perjuangan Tapanuli Utara, dengan tokoh agama yang berpengaruh.


MK Gelar Sidang Sengketa Pileg Mulai Pekan Depan, KPU Siapkan Ini

4 jam lalu

Sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 dihadiri 8 hakim, gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin, 22 April 2024.  TEMPO/ Febri Angga Palguna
MK Gelar Sidang Sengketa Pileg Mulai Pekan Depan, KPU Siapkan Ini

Terdapat 16 partai politik yang mendaftarkan diri dalam sengketa Pileg 2024.


FFI Pertimbangkan Penambahan Kategori Baru di Festival Tahun Depan

4 jam lalu

Ketua Bidang Penjurian FFI 2024-2026 Budi Irawanto. Foto: Instagram.
FFI Pertimbangkan Penambahan Kategori Baru di Festival Tahun Depan

FFI masih harus mendiskusikan hal tersebut sebagai kategori baru sehingga belum bisa ditambahkan pada FFI 2024.


Terobos Lampu Merah, Menteri Ekstremis Israel Ben-Gvir Kecelakaan

4 jam lalu

Kendaraan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir terlibat dalam kecelakaan di Ramle pada 26 April 2024. (Screencapture/X)
Terobos Lampu Merah, Menteri Ekstremis Israel Ben-Gvir Kecelakaan

Mobil Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir terbalik dalam kecelakaan mobil karena menerobos lampu merah


Hasil Piala Asia U-23, Uzbekistan Taklukkan Juara Bertahan Arab Saudi

4 jam lalu

Timnas Uzbekistan saat melawan Timnas Arab Saudi, di perempat final Piala Asia U-23 2024. Foto/Video/rcti
Hasil Piala Asia U-23, Uzbekistan Taklukkan Juara Bertahan Arab Saudi

Uzbekistan akan menjadi lawan Indonesia di semifinal Piala Asia U-23 pada Senin, 29 April 2024.


Youtuber Jang Hansol dan Food Vlogger Om Kim Senang Indonesia Kalahkan Korea Selatan

4 jam lalu

Youtuber, Jang Hansol. Foto: Instagram.
Youtuber Jang Hansol dan Food Vlogger Om Kim Senang Indonesia Kalahkan Korea Selatan

Jang Hansol menyebut kekalahan Korea Selatan dari Timnas U-23 bisa menjadi pembelajaran berharga bagi sepak bola di negaranya.