Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pramoedya

Oleh

image-gnews
Iklan

Jasad Pramoedya Ananta Toer diturunkan ke liang- lahat. Tanah diuruk. Saat itu, sekitar pukul empat- sore, separuh langit Jakarta gelap, udara hamil hu-janseakan-akan persiapan adegan akhir perkabung-an di Karet Bivak itu. Sebuah lagu tiba-tiba terdengar, di-nyanyikan bersama dengan khidmat, terutama oleh mereka yang muda:

Di negri permai ini Berjuta Rakyat bersimbah rugah Anak buruh tak sekolah Pemuda desa tak kerja... Mereka dirampas haknya Tergusur dan lapar

Kalimatnya lurus dan marah, tapi Darah Juang tak berteriak, bahkan agak melankolis: "Bunda, relakan darah juang kami" Suasana apa yang melahirkannya? Murung seperti sore itu?

Beberapa aktivis muda membisikkan kepada saya bahwa- lagu itu digubah oleh dua mahasiswa di daerah Gejayan, Yogyakarta, pada suatu malam sehabis rapat merencanakan aksi, pada tahun 1991, ketika rezim Soeharto masih kukuh, ketika ketakutan masih merajalela, dan kekuatan penentang, kalaupun ada, lemah dan kusut.

Optimisme terasa dibuat-buat dari suasana seperti itu, tapi harapan tidak. Dari harapan yang tersembunyi-de-ngan- bahasa yang menyatakan sakit dan miskin, rindu dan dendamsastra lahir, politik lahir. Juga pahlawan. Bagi anak-anak muda yang ingin membuat Indonesia le-bih adil dan merdeka, Pramoedya adalah pahlawan yang pas; sang penggubah epos adalah sebuah epos tersendiri: di kamp tahanan yang jauh dan bengis, ia tulis empat-serangkai novel sejarah Indonesia ketika beribu-ribu orang hendak dimusnahkan dari kenangan kolektif, ketika kata "kemerdekaan" membuat saat jadi genting.

Dari sini Pram memang bisa jadi suluh.

Dalam hal itu, Indonesia tragis tapi mujur: begitu banyak- orang dibasmi dan dilupakan di negeri ini, tapi sebuah ge-nerasi tak hanya menggantikan generasi sebelumnya; ia juga mendapat inspirasi. Dengan itulah sebuah transisi alamiah (ada yang pergi, ada yang datang) jadi jalinan gerak sejarah. Pramoedya adalah penyambung jalinan itu.

Mungkin awalnya adalah Blora. Dalam Cerita dari Blora, yang terbit pada awal 1950-an, Pram menghadirkan "aku" yang mengenang tokoh "ayah": seorang yang bersungguh-sungguh ikut menumbuhkan benih kemerdekaan, seorang yang yakin kemerdekaan sama artinya dengan "Indonesia", seorang saksi bahwa "Indonesia" yang belum datang itu telah begitu kuat menggerakkan hati.

Pada tahun 1930-an itu Blora berubah. "Di waktu-waktu itu nampak olehku adanya kegugupan yang meraba kehidupan kota kecil kami," kata si anak yang mengenang. Orang beramai-ramai mendirikan perkumpulan sepak bola dan kesenian, meskipun sebenarnya "kegugupan" itu "kegugupan" politik: gema "kebangunan Asia" terdengar, aktivis pergerakan nasional seperti Soekarno datang dan ber-bicara, dan para pandu menyanyi Di timur matahari mulai bercahaya.

Dalam suasana itu, si ayah mendirikan sebuah sekolah- dan rumah itu jadi pusat pergerakan. Orang datang untuk- sekadar bertanya, atau belajar baca-tulis, atau ikut "kur-sus- politik", "kursus guru", menyiapkan diri jadi pen-didik. "Tiba-tiba saja rumah kami merupakan kantor. Semua mesin ketik berdetak-detak."

Tapi itu tak lama. Polisi kolonial telah mengawasi me-reka. Akhirnya sepucuk surat datang dari "gubermen": kegiatan itu harus disetop. Buku-buku disita, listrik di tempat para murid belajar dicabut. Sejak itu rumah itu sepi. Sejak itu paras si ayah muram. Sejak itu ia hampir- tak pernah pulang, menghabiskan hari-harinya berjudi-seperti ayah yang meninggal dalam novel Bukan Pasar Malam. Bahkan ketika satu orok lahir lagi, si ayah tak ada. Memang akhirnya lelaki itu muncul menengok si bayi, tapi si ibu berkata, "Dia takkan mendapat apa-apa dari kau. Juga tidak dari tempat dan zamannya. Dia akan tumbuh sendiri."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Zaman itu adalah "zaman senja yang mengayunkan dan kadang-kadang mengejuti", tulis Pramoedya, dengan struktur kalimat yang ganjil, dengan akhiran kan dan i yang salah tempat, seakan-akan gagap. Kalimat penutupnya seperti sederet klise: "Tapi matahari akan terbit lagi di ufuk timur".

Tidakkah kegagapan dan klise itu menunjukkan bahwa si anak belum memperoleh bahasanya sendiri untuk meng-atasi kemurungan ingatannya? Sampai ia meninggal, Pra-moe-dya masih murung; ia menatap dengan getir sejarah Indonesia. Pelbagai wawancara terakhirnya mengesan-kan itu. Tapi nada marahnya mungkin sebuah keteguhan: suara seorang yang tak "mendapat apa-apa" dari "tempat dan zamannya", tapi percaya, "dia akan tumbuh sendiri".

Ia memang pewaris humanisme yang kekarhuma-n-is-me Ontosoroh, tokoh Bumi Manusia. Dalam prosa Pram, pi-kiran, emosi, dan gerak manusia mengambil alih ham-pir- seluruh adegan; alam hanya hadir secara minimal. Tiap kalimat seakan-akan pergulatan "aku-manusia" yang susah payah tapi gigih mengatasi "rumah-penjara bahasa"-, pergulatan yang tak jarang membuat ungkapan Pram terasa kaku tapi kukuh.

Pergulatan bisa melahirkan kemerdekaan, meskipun -hu-manisme yang mengagungkan kedigdayaan insani sering akhirnya gagal membebaskan manusia. Tapi yang gagal tak berarti bersalah. "Kalau yang buruk jua yang datang, sesungguhnya memang bukan urusan kita lagi," kata si ibu kepada suaminya.

"Kalau yang buruk jua yang datang." Mungkin ibu itu sadar akan batas-batas manusia.

Sore itu, hujan mulai jatuh di pemakaman. Orang-orang meng-angkat tangan kiri memberikan salut pengha-bis-an kepada Pramoedya Ananta Toer. Internasionale di-nyanyikan.

Sejarah tak selamanya murung, ternyata, meskipun tak selamanya ceria. Kini orang bebas menyanyikan lagu "komunis" itumeskipun mungkin ada juga rasa ngilu: dulu nyanyian itu pernah jadi lambang janji masa depan; kini ia seakan-akan hanya bagian dari masa lalu.

Tapi selalu ada yang menggetarkan dalam nostalgia. Selalu ada yang menggetarkan dalam kisah perjuangan yang tak sampai, tapi berharga.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Penonton Siksa Kubur Salip Badarawuhi di Desa Penari, Manoj Punjabi: Kompetisi Makin Sehat

1 jam lalu

Poster film Siksa Kubur. Dok. Poplicist
Penonton Siksa Kubur Salip Badarawuhi di Desa Penari, Manoj Punjabi: Kompetisi Makin Sehat

Produser MD Entertainment Manoj Punjabi Badarawuhi di Desa Penari, mengucapkan selamat atas capaian Siksa Kubur.


Cara Shin Tae-yong Meramu Pemain Muda Dinilai Jadi Kunci Naikkan Level TImnas Indonesia di Asia

1 jam lalu

Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong bersama para pemainnya di Piala Asia U-23 2024. Doc. AFC.
Cara Shin Tae-yong Meramu Pemain Muda Dinilai Jadi Kunci Naikkan Level TImnas Indonesia di Asia

Ronny Pangemanan menilai kombinasi pemain muda lokal dan naturalisasi di bawah arahan Shin Tae-yong melahirkan Timnas Indonesia yang bagus.


Empat Tahun Pacaran, Ranty Maria Dilamar Rayn Wijaya di Tempat Impiannya

2 jam lalu

Rayn Wijaya melamar Ranty Maria. Foto: Instagram.
Empat Tahun Pacaran, Ranty Maria Dilamar Rayn Wijaya di Tempat Impiannya

Ranty Maria mendapat lamaran dari sang kekasih, Rayn Wijaya tepat di hari ulang tahunnya ke-25 di tempat yang sudah lama diimpikannya.


Pameran K-Pop D'Festa Siap Hadir Selama 45 Hari di Jakarta, Catat Tanggalnya

3 jam lalu

Konferensi Pers Pameran K-Pop D'Festa 2024 di Jakarta/Tempo-Mitra Tarigan
Pameran K-Pop D'Festa Siap Hadir Selama 45 Hari di Jakarta, Catat Tanggalnya

Para penggemar K-Pop akan segera dimanjakan dengan pameran K-Pop D'Festa, di Jakarta.


Perjalanan Politik Nikson Nababan Menuju Gubernur Sumatera Utara

4 jam lalu

Perjalanan Politik Nikson Nababan Menuju Gubernur Sumatera Utara

April yang lalu, suasana kediaman Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr. H. Ahmad Sabban El-Ramaniy Rajagukguk, M.A di Simalungun menjadi saksi pertemuan penting antara Nikson Nababan, Ketua DPC PDI Perjuangan Tapanuli Utara, dengan tokoh agama yang berpengaruh.


MK Gelar Sidang Sengketa Pileg Mulai Pekan Depan, KPU Siapkan Ini

5 jam lalu

Sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 dihadiri 8 hakim, gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin, 22 April 2024.  TEMPO/ Febri Angga Palguna
MK Gelar Sidang Sengketa Pileg Mulai Pekan Depan, KPU Siapkan Ini

Terdapat 16 partai politik yang mendaftarkan diri dalam sengketa Pileg 2024.


FFI Pertimbangkan Penambahan Kategori Baru di Festival Tahun Depan

5 jam lalu

Ketua Bidang Penjurian FFI 2024-2026 Budi Irawanto. Foto: Instagram.
FFI Pertimbangkan Penambahan Kategori Baru di Festival Tahun Depan

FFI masih harus mendiskusikan hal tersebut sebagai kategori baru sehingga belum bisa ditambahkan pada FFI 2024.


Terobos Lampu Merah, Menteri Ekstremis Israel Ben-Gvir Kecelakaan

5 jam lalu

Kendaraan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir terlibat dalam kecelakaan di Ramle pada 26 April 2024. (Screencapture/X)
Terobos Lampu Merah, Menteri Ekstremis Israel Ben-Gvir Kecelakaan

Mobil Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir terbalik dalam kecelakaan mobil karena menerobos lampu merah


Hasil Piala Asia U-23, Uzbekistan Taklukkan Juara Bertahan Arab Saudi

5 jam lalu

Timnas Uzbekistan saat melawan Timnas Arab Saudi, di perempat final Piala Asia U-23 2024. Foto/Video/rcti
Hasil Piala Asia U-23, Uzbekistan Taklukkan Juara Bertahan Arab Saudi

Uzbekistan akan menjadi lawan Indonesia di semifinal Piala Asia U-23 pada Senin, 29 April 2024.


Youtuber Jang Hansol dan Food Vlogger Om Kim Senang Indonesia Kalahkan Korea Selatan

5 jam lalu

Youtuber, Jang Hansol. Foto: Instagram.
Youtuber Jang Hansol dan Food Vlogger Om Kim Senang Indonesia Kalahkan Korea Selatan

Jang Hansol menyebut kekalahan Korea Selatan dari Timnas U-23 bisa menjadi pembelajaran berharga bagi sepak bola di negaranya.