Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jokowi dan Kriminalisasi Pers

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sabam Leo Batubara, Wakil Ketua Dewan Pers 2007-2010

Pada era reformasi ini, sebagai institusi yang berfungsi melindungi kemerdekaan pers, Dewan Pers selalu berkepentingan agar presiden yang baru atau sedang memerintah tetap berkomitmen melindungi kemerdekaan pers. Untuk melindungi kemerdekaan pers, Dewan Pers berharap penegasan kebijakan pers presiden dalam menyikapi perkara pers tetap berpedoman pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan tidak kembali mengacu pada KUHP, produk hukum warisan penjajah Belanda.

Menyikapi laporan meningkatnya kecenderungan penegak hukum mengkriminalkan pers, Jokowi menyatakan berkomitmen mendukung kebebasan pers yang bertanggung jawab. Namun pers juga harus menghormati hukum.

Pernyataan normatif itu menunjukkan Jokowi belum memiliki kebijakan pers yang jelas, harus mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang tidak mengkriminalkan pers dalam pekerjaan jurnalistik untuk kepentingan umum, atau berpedoman pada KUHP, yang 37 pasalnya mengkriminalkan pers?

Pernyataan Jokowi tersebut berbeda benar dengan pernyataan SBY. Tiga setengah bulan setelah pelantikannya menjadi Presiden RI keenam, SBY menegaskan, "Penyelesaian masalah berita pers ditempuh pertama dengan hak jawab. Kedua, bila masih dispute diselesaikan dengan Dewan Pers. Ketiga, bila masih dispute penyelesaian dengan jalur hukum tidak ditabukan sepanjang fair, terbuka, dan akuntabel."

Dewan Pers menilai pernyataan Presiden SBY itu sesuai dengan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan menggunakannya sebagai bahan dalam sosialisasi UU Pers.

Pada awal masa pemerintahan Presiden Jokowi, berkembang lingkungan strategis yang pengaruhnya dapat mengancam kemerdekaan pers. Pertama, kriminalisasi terhadap pers meningkat. Ketua Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia, Fauzan Rachman, melaporkan majalah Tempo ke polisi. Beritanya, tertanggal 25 Januari 2015 berjudul "Bukan Sekadar Rekening Gendut", dituduh melanggar UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dewan Pers telah mengingatkan bahwa Kepolisian seyogianya terlebih dulu mengadukan Tempo ke Dewan Pers.

Pengadilan Negeri Jayapura, pada 24 Oktober tahun lalu, memvonis dua wartawan Prancis dengan hukuman 2 bulan 15 hari penjara karena menyalahgunakan visa kunjungan dengan meliput investigasi di Papua.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

The Jakarta Post, 3 Juli 2014, memuat karikatur yang diambil dari media Al-Quds yang beredar di Palestina. Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Mubalig Jakarta, Edy Mulyadi, dalam pengaduannya ke Kepolisian menilai media itu melakukan penistaan terhadap Islam. Dewan Pers di Kantor Polda Metro Jaya, 6 November 2014, memberi penjelasan karena persoalan itu semata-mata merupakan perkara jurnalistik. Berdasarkan nota kesepahaman Dewan Pers dan Kepolisian pada 9 Februari 2012, seyogianya perkara itu diselesaikan di Dewan Pers. Namun Kepolisian tetap mendakwa Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, Meidyatama, melanggar Pasal 156 KUHP dengan ancaman pidana di atas 5 tahun penjara.

Kedua, kebijakan pers Presiden Jokowi belum jelas. Jokowi akan melanjutkan kebijakan pers mantan Presiden SBY atau mundur dengan mengikuti kebijakan pers mantan Presiden Megawati? Pada era pemerintahannya, Megawati tercatat mengadopsi kebijakan pers yang bukan saja membiarkan, tapi juga mendukung kriminalisasi pers. Contohnya, kasus majalah Tempo soal berita "Ada Tomy di Tenabang" (3/3/03), kasus harian Rakyat Merdeka yang diadukan Ketua Umum Golkar Akbar Tanjung, dan dalam kaitan dengan berita "Mulut Mega Bau Solar".

Adapun Presiden SBY dalam pemerintahannya selama 10 tahun selalu berusaha menghadiri acara puncak Hari Pers Nasional pada 9 Februari. Dalam sambutannya, SBY selalu menunjukkan sikap melindungi kemerdekaan pers. Sikap SBY itu berdampak positif, yakni perubahan sikap petinggi polisi, jaksa, dan hakim dari sebelumnya gemar "meng-KUHP-kan" pers menjadi memberi kepercayaan kepada Dewan Pers untuk menyelesaikan sengketa pers. Mereka juga bersedia menindaklanjuti pertimbangan Dewan Pers terkait dengan media yang dinilai terindikasi melanggar UU Pers dan/atau KUHP.

Ketiga, kriminalisasi terhadap pegiat anti-korupsi juga mengancam pers. Pimpinan dan penyidik KPK kini terancam dikriminalkan. Akhir-akhir ini, pegiat anti-korupsi dilaporkan oleh berbagai kalangan ke Kepolisian.

Presiden Jokowi sudah berkali-kali meminta Kepolisian menghentikan kriminalisasi terhadap pegiat anti-korupsi tersebut. Persoalan bertambah setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla menyuarakan pernyataan yang terkesan mendukung kriminalisasi itu.

Dalam kondisi sebagaimana dikemukakan, untuk melindungi kemerdekaan pers, Presiden Jokowi sangat diharapkan melanjutkan kebijakan pers Presiden SBY yang mempedomani UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jika Presiden Jokowi justru memilih kebijakan pers yang membiarkan kriminalisasi pers, apalagi mendukungnya, dampaknya bukan saja melemahkan pers dalam melakukan fungsi kontrol sosial dan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Hal itu juga membuat media berkualitas gentar dan terancam saat melakukan jurnalisme investigasi untuk mengungkap praktek-prektek bad governance, seperti pelanggaran HAM dan tindak korupsi oleh penyelenggara negara.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


AJI Minta Jaksa Hentikan Kriminalisasi Eks Pemred Banjarhits

21 Mei 2020

Jurnalis Malang Raya menutup mulutnya dengan lakban saat aksi Diam terkait kasus kekerasan terhadap jurnalis di depan Gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur, Jumat, 27 September 2019. Dalam aksi tersebut Jurnalis mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan jurnalis yang melibatkan anggotanya dan massa aksi serta mendesak Dewan Pers membentuk Satgas Anti Kekerasan guna menuntaskan kasus kekerasan yang terjadi sepanjang aksi penolakan RKUHP dan revisi UU KPK di berbagai daerah. TEMPO/Aris Novia Hidayat
AJI Minta Jaksa Hentikan Kriminalisasi Eks Pemred Banjarhits

AJI meminta jaksa menghentikan kriminalisasi Eks Pemred Banjahits. Sebab, perkara ini sudah selesai di Dewan Pers.


Penahanan Wartawan Buton Tengah Dinilai Cacat Prosedur

9 Februari 2020

Sejumlah wartawan berunjukrasa menolak tindak kriminalisasi terhadap wartawan di Makassar, Selasa (3/2). Foto:  ANTARA/Yusran Uccang
Penahanan Wartawan Buton Tengah Dinilai Cacat Prosedur

Penahanan seorang wartawan di Buton Tengah dianggap tak sesuai prosedur. Tanpa mediasi Dewan Pers.


Jurnalis Dipenjara Setelah Kritik Kambing Menteri di Facebook

3 Agustus 2017

Meme netizen yang meminta Facebook membuat emoticon salib. (Techspot.com)
Jurnalis Dipenjara Setelah Kritik Kambing Menteri di Facebook

Seorang jurnalis di Bangladesh ditahan setelah mengkritisi pembagian kambing oleh seorang menteri di Facebook.


Pemberitaan Kasus Korupsi, Bupati-Wartawan Saling Lapor Polisi

31 Maret 2017

TEMPO/ Imam Yunni
Pemberitaan Kasus Korupsi, Bupati-Wartawan Saling Lapor Polisi

Wartawan media online, Boni Lerek, mengklaim pemberitaan kasus korupsi yang dia tulis telah memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik.


Presiden Diminta Setop Impunitas Kekerasan Pers

2 November 2016

Sejumlah jurnalis mengumpulkan kartu pers mereka saat menggelar aksi menolak kekerasan terhadap jurnalis di kawasan nol kilometer Denpasar, Bali, 4 Oktober 2016. TEMPO/Johannes P. Christo
Presiden Diminta Setop Impunitas Kekerasan Pers

Delapan kasus dugaan pembunuhan terhadap jurnalis hingga kini tak
kunjung tuntas.


Jerman Tuding 5 Jurnalis Ini Bocorkan Rahasia Negara  

28 April 2016

Ilustrasi: TEMPO/Machfoed Gembong
Jerman Tuding 5 Jurnalis Ini Bocorkan Rahasia Negara  

Jerman memeriksa lima jurnalis setelah membuat film dokumenter dan menerbitkan buku. Mereka dituduh membocorkan rahasia negara.


Sudah Diuji Materi, Pasal 207 KUHP Tetap Ancam Pers

9 Februari 2016

Seniman Pantomim, Wanggi Hoed melakukan aksi teatrikal bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI), di Bandung, Jawa Barat, 3 Mei 2015. Aksi ini untuk memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia. TEMPO/Aditya Herlambang Putra
Sudah Diuji Materi, Pasal 207 KUHP Tetap Ancam Pers

LBH Pers menganggap masih ada lubang untuk mengkriminalkan pers. Salah satunya Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.


Perkarakan Erwin Gara-gara Kritik, Polisi Disebut 'Baper'  

9 Februari 2016

Peneliti ILR, Erwin Natosmal (kanan), Manager Advokasi YLBHI, Bahrain (tengah) dan Pengacara Publik LBH Jakarta, Maruli (kiri) yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan dan Demokrasi. TEMPO/Dasril Roszandi
Perkarakan Erwin Gara-gara Kritik, Polisi Disebut 'Baper'  

Lembaga Bantuan Hukum Pers menganggap Kepolisian terlalu bawa
perasaan dalam memperkarakan peneliti hukum Erwin Natosmal
Oemar


Hari Pers Nasional: TNI Mulai Hargai Pers, Polisi Belum

9 Februari 2016

Seniman Pantomim, Wanggi Hoed melakukan aksi teatrikal bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI), di Bandung, Jawa Barat, 3 Mei 2015. Aksi ini untuk memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia. TEMPO/Aditya Herlambang Putra
Hari Pers Nasional: TNI Mulai Hargai Pers, Polisi Belum

Di Hari Pers Nasional, AJI memberi catatan soal sikap TNI dan
Kepolisian kepada awak dan perusahaan media.


Kantor Portal Berita Malaysiakini Digeledah Polisi

7 November 2015

Polisi menggeledah kantor portal berita Malaysiakini. www.malaysiakini.com
Kantor Portal Berita Malaysiakini Digeledah Polisi

Polisi Malaysia bersama petugas dari Suruhanjaya Komunikasi dan Multimedia Malaysia (SKMM) menggeledah kantor portal berita Malaysiakini.