Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Fenomena Ahok

image-profil

image-gnews
Iklan

Pongki Pamungkas, Penulis Buku The Answer is Love

 

Di suatu media cetak, Agustus 2014, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang pada saat itu menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta, menceritakan satu anekdot. Cerita itu untuk menggambarkan posisinya dalam penertiban Pasar Tanah Abang Jakarta.

Ia bercerita, “Seorang nenek jatuh ke laut dari kapal yang dijubeli penumpang. Kagak ada yang mau nolong. Tahu-tahu ada pemuda yang nyebur ke air. Dia kelihatan kaget dan panik, tapi berhasil menyelamatkan si nenek. Penumpang sorak-sorak, memuji si pemuda. Bukannya bangga, si pemuda malah marah-marah, “Tadi siapa yang mendorong saya ke laut?” Sambil terbahak, Ahok berkata, “Nah, saya seperti pemuda itu. Telanjur kecemplung di Tanah Abang.”

Kisah di atas adalah gambaran bahwa, dalam kiprahnya sebagai pejabat, ia bertindak karena “terdesak” oleh keadaan yang mendorongnya demikian. Ia tak punya keinginan pribadi untuk “menjadi pahlawan” sebagaimana anekdot di atas. Ia bukan termasuk orang-orang dalam sindiran William Randolph ini (penguasa lahan Virginia abad ke-17), “Politikus adalah orang-orang yang akan melakukan apa pun untuk mempertahankan posisinya, termasuk melakukan hal-hal yang patriotik.”

Ahok selalu bersikap nothing to lose. Kita bisa melihat fakta-faktanya. Ia mundur dari Gerindra, partai yang mengusungnya menjadi Wakil Gubernur DKI. Ia mundur gara-gara memiliki perbedaan prinsip aturan pemilihan kepala daerah yang diwacanakan, salah satunya oleh Gerindra, untuk tidak dipilih langsung oleh rakyat.

Sementara di sisi lain, gaya Ahok dalam berkomunikasi adalah suatu gaya yang sama sekali tak dianjurkan dalam budaya bangsa kita ini. Berbicara blakblakan saja sebetulnya juga bukan hal yang biasa kita rasakan sebagai bangsa Timur yang penuh dengan tradisi ewuh-pakewuh. Apalagi kemudian memaki dan mencerca orang-orang lain dengan predikat-predikat yang negatif: maling, perampok, bandit, plus kata-kata lain yang tak layak keluar dari mulut seorang pejabat negara.

Gaya berkomunikasinya cenderung konfrontatif. Bukan persuasif. Karena ingin menegakkan kebenaran, basa-basi sebagai warna kesantunan, bukanlah gaya yang dipilihnya. Ia selalu straight to the point, main tembak langsung. Bila lawan bicara atau pihak yang dihadapinya tidak siap dengan kebenaran faktual, atau memiliki agenda-agenda terselubung yang manipulatif, pasti akan sangat jengah. Akan langsung mati gaya!

Ahok tampaknya menyadari benar pepatah kuno ini dengan segenap risikonya, “Mulutmu harimaumu”. Tutur katanya sering kali membuat banyak orang merah kuping dan marah. Wajar bila mereka merespons dengan keinginan mengubah diri menjadi harimau. Mereka bernafsu untuk menggigit Ahok, dan Ahok tampak siap meladeni ancaman harimau itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ahok dalam konteks teori-teori kepemimpinan, bukanlah seorang pemimpin yang ideal. Thomas Jefferson memiliki pandangan soal pemimpin dalam konteks ini, “Dalam soal gaya, selayaknya pemimpin berenang secara luwes sesuai dengan gelombang air. Dalam soal prinsip, pemimpin harus tegak kokoh bagai batu karang.” Ahok adalah pemimpin yang seperti batu karang. Kokoh dengan pendiriannya. Tapi yang tidak menjadikannya sebagai seorang pemimpin ideal, gaya Ahok sama sekali tidak luwes. Ia bukan orang yang senang dengan prinsip menang-menang (win-win), khususnya terhadap hal-hal yang ia yakini kebenarannya.

Tampaknya ia memiliki karakter sebagaimana ucapan Martin Luther King Jr. ini, “Tempat yang paling panas di neraka disiapkan bagi orang-orang yang mengambil sikap netral dalam masa berlangsungnya konflik moral.” Ia ingin selalu mengambil sikap, suatu posisi (stand-point) yang jelas, hitam atau putih.

Ahok dalam dunia politik Indonesia saat ini, yang cenderung bernuansa negatif, bisa disebut, ia bukan seorang pemain politik. Ia bukan politikus. Niccolo Machiavelli mengatakan, “Politik tak ada hubungannya dengan moral.” Dalam kasus Ahok, ia sangat menjunjung tinggi aspek moral. Yang paling utama baginya adalah integritas, sebagai bagian dari aspek moral itu.

Ahok seorang pemimpin yang bernyali besar, sesuai dengan pandangan ini, “‘Keselamatan adalah hal utama’ (safety first) telah menjadi moto ras manusia selama jutaan tahun. Tapi sesungguhnya itu bukan moto seorang pemimpin sejati. Seorang pemimpin sejati harus berani menghadapi bahaya. Ia harus mengambil risiko dan celaan, bagian terberat dari badai,” kata Herbert N. Crasson, seorang jurnalis terkemuka dari Kanada yang meninggal pada 1951.

Di luar pelbagai aspek karakter di atas, dari aspek kompetensi terlihat pula Ahok pada dasarnya bukanlah politikus, sesuai dengan wajah kualitas politik hari ini. Mohon maaf, kalimat ini tampaknya benar, meskipun menyedihkan, “Dalam politik, kebodohan bukanlah suatu rintangan (handicap),” kata Napoleon Bonaparte. Wajah kualitas kancah perpolitikan saat ini tak bisa dimungkiri, banyak dihiasi para pemain politik yang jauh dari pintar (saya tak bernyali untuk mengatakan, kebanyakan para politikus kita adalah orang-orang bodoh). Sedangkan Ahok diakui oleh sebagian besar masyarakat sebagai seorang pejabat tinggi yang pintar.

Dengan segala keunggulan karakter dan kompetensi Ahok di atas, disertai kelemahan parah Ahok dalam berkomunikasi, survei dari LSI menunjukkan, 65 persen warga DKI mendukung Ahok dalam posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pelbagai langkah Ahok sebagai Gubernur didukung oleh mayoritas masyarakat. Sebagai contoh, 97,2 persen suara masyarakat menyetujui langkah Ahok melaporkan dana siluman di APBD ke KPK (majalah Tempo, 16-22 Maret 2015).

Tampaknya, masyarakat kita telah memilih, biarlah soal gaya, soal kesantunan dalam bertutur-kata dikesampingkan, paling tidak untuk sementara waktu. Dengan harapan besar, semoga Ahok akan mengubah gayanya untuk lebih santun, lebih pas dalam kultur bangsa ini. Sedangkan integritas adalah persoalan yang lebih penting. Integritas, dalam kasus kepemimpinan Ahok, perlu didahulukan daripada kesantunan. Substansi lebih penting daripada format. Tampaknya masyarakat menyadari benar, tak ada kesempurnaan di dunia ini. Tak ada manusia sempurna (nobody perfect). Tak ada pemimpin yang sempurna. Ahok bukan pemimpin sempurna. Dan masyarakat menerima. *

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ketua DPRD DKI: Ide Skybridge Tanah Abang Ada Sejak Zaman Ahok

15 November 2018

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bertemu dengan Gubernur DKI terpilih Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta, 20 April 2017. Humas Pemprov DKI
Ketua DPRD DKI: Ide Skybridge Tanah Abang Ada Sejak Zaman Ahok

Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi mengatakan ide proyek skybridge di Tanah Abang sudah ada sejak zaman Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.


Haji Lulung, Melambung dari Pemulung Tanah Abang Sampai Caleg RI

4 Oktober 2018

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Lulung Lungana saat menghadiri Coffe morning di rumah Ketua DPRD DKI Jakarta, Menteng, Jakarta, 6 November 2017. Tempo/Ilham Fikri
Haji Lulung, Melambung dari Pemulung Tanah Abang Sampai Caleg RI

Haji Lulung berhenti dari jabatannya sebagai anggota DPRD DKI, untuk selanjutnya penguasa Tanah Abang itu mencadi caleg RI.


DPRD Tetapkan Pasal Pengunduran Diri Ahok di Rapat Bamus DKI

30 Mei 2017

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok selaku terdakwa kasus penistaan agama menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, 9 Mei 2017. REUTERS/Bay Ismoyo/Pool
DPRD Tetapkan Pasal Pengunduran Diri Ahok di Rapat Bamus DKI

Badan Musyawarah DKI beserta pihak eksekutif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sepakat akan menggelar rapat paripurna soal pengunduran diri Ahok.


DPRD Umumkan Pengunduran Diri Ahok di Rapat Badan Musyawarah  

30 Mei 2017

(Ki-ka) Wakil Ketua DPRD DKI M. Taufik, Plt. Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono, Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana, Kepala Bappeda DKI Tuty Kusumawaty dalam rapat koordinasi di Balai Kota DKI, 26 Mei 2017. Tempo/Friski Riana
DPRD Umumkan Pengunduran Diri Ahok di Rapat Badan Musyawarah  

Secara khusus, rapat diagendakan untuk mengumumkan pengunduran diri Ahok dari jabatan Gubernur DKI.


Lulung Minta Ahok Tak Giring Anies Berseberangan dengan DPRD  

22 April 2017

Haji Lulung berpose dengan seekor sapi yang dipersiapkan untuk syukuran kemenangan Anies-Sandi. Jalan Fahrudin, Jakarta Pusat, 22 April 2017. TEMPO/Maria Fransisca
Lulung Minta Ahok Tak Giring Anies Berseberangan dengan DPRD  

Menurut Lulung, akan lebih baik jika terjalin komunikasi intensif, yaitu melibatkan semua tokoh masyarakat, lintas agama, dan pemangku kepentingan.


Beda Ahok dan Soni Saat Hadapi DPRD. Soni: Jangan Kenceng

1 Maret 2017

Ketua Dewan Syariah WilayahPKSDKI Jakarta AbdurrahmanSuhaimi (tengah) menemui perwakilan kelompok Badan Koordinasi Penanggulangan Penodaan Agama (Bakorppa) untuk menyampaikan keberatannya soal ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama aau Ahok soal surat Al-Maidah ayat 51 di Gedung DPRD, 7 Oktober 2016. TEMPO/Larissa
Beda Ahok dan Soni Saat Hadapi DPRD. Soni: Jangan Kenceng

Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono alias Soni, memilih melobi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ketika menyusun APBD.


Cyrus Enggan Komentari Kabar Aliran Rp 30 M untuk Teman Ahok  

16 Juni 2016

Ki-Ka:  CEO Cyrus Network, Hasan Nasbi, Moderator Qaris Tajudin dan Redaktur desk Metro Tempo, Bagja Hidayat dalam acara #DiskusiRuangTengah di Kantor Tempo, Jakarta, 2 Juni 2016. Tempo/ Aditia Noviansyah
Cyrus Enggan Komentari Kabar Aliran Rp 30 M untuk Teman Ahok  

Direktur Utama Cyrus Network Hasan Nasbi Batupahat tak mau menanggapi soal uang Rp 30 miliar dan modal awal Teman Ahok Rp 500 juta.


Dipanggil DPRD, Ahok: Dewan Ini Pengacara atau Penyalur Jasa  

24 Mei 2016

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (kanan) menyerahkan RAPBD DKI Jakarta 2016 kepada Ketua DPRD DKI JakartaPrasetyo Edi Marsudi di Ruang Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, 17 Desember 2015. TEMPO/Ghoida Rahmah
Dipanggil DPRD, Ahok: Dewan Ini Pengacara atau Penyalur Jasa  

"Kalau DPRD panggil, kami pasti datang. Cuma lucu saja. DPRD seharusnya mendukung saya membebani pengembang untuk bangun DKI," kata Ahok.


Lulung Serang Ahok Bela Rustam: Maksudnya Apa Nantang Gitu  

3 Mei 2016

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok beri selamat kepada Wakil Ketua DPRD terpilih Lulung Lunggana di Jakarta, 26 September 2014. TEMPO/Dasril Roszandi
Lulung Serang Ahok Bela Rustam: Maksudnya Apa Nantang Gitu  

Wakil Ketua DPRD Abraham Lunggana atau Lulung mengomentari Gubernur DKI Jakarta yang menantang PNS untuk mengundurkan diri dari jabatannya.


Ini Isi Video Pegawai BPK yang Tantang Ahok Duel  

16 April 2016

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok setibanya di Gedung KPK, Jakarta, 12 April 2016. Kedatangan Ahok tersebut untuk dimintai keterangannya terkait penyelidikan dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Ini Isi Video Pegawai BPK yang Tantang Ahok Duel  

Imam Supriadi meminta Ahok berhenti berkoar-koar tentang atasannya, Ketua BPK Harry Azhar Azis.