Kebakaran yang menimpa Wisma Kosgoro, Jakarta, adalah peringatan bagi pengelola gedung sekaligus pemerintah daerah untuk segera memperbaiki sistem penanggulangan kebakaran. Api yang melalap gedung 20 lantai itu baru bisa dipadamkan 18 jam kemudian. Jika peristiwa ini tak dijadikan pelajaran, bukan tidak mungkin hal serupa bakal terulang.
Api semula terlihat di lantai 16 gedung yang terletak di Jalan Husni Thamrin itu. Dengan cepat si jago merah merambat ke dua lantai di atasnya "tanpa perlawanan". Beruntung tidak ada korban jiwa.
Jika saja perangkat standar untuk menanggulangi kebakaran yang berada di sekitar lokasi berfungsi normal, proses pemadaman pun bisa lebih cepat. Rapuhnya sistem penanggulangan kebakaran itu terjadi pada kedua pihak, yakni pengelola gedung dan pemerintah DKI Jakarta.
Pada saat awal terjadi kebakaran, alat deteksi asap atau sprinkle tak bekerja normal. Perangkat dasar yang dipasang di dalam gedung-gedung ini berfungsi menyemprotkan air saat asap pekat mulai menyelubungi ruangan. Gunanya, tentu saja, untuk melokalisasi si raja merah. Bukan hanya sprinkle, alarm gedung juga dilaporkan tidak berbunyi saat itu.
Petugas pemadam kebakaran pun gagal mendekati sumber api karena lift khusus kebakaran di gedung ini tak berfungsi. Secara teknis, pemadaman akan lebih lekas jika dilakukan tepat di sumber apinya. Akibat macetnya lift, petugas terpaksa menggunakan tangga darurat untuk mencapai lantai 16. Ruangan di dalam gedung pun terlalu banyak memiliki sekat, sehingga gerak petugas tak leluasa.
Hal serupa juga terjadi pada perangkat pemadaman yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Hidran tak mengalirkan air sesuai dengan kebutuhan. Petugas membutuhkan kecepatan 10 bar, sedangkan yang tersedia tak lebih dari 3 bar.
Boleh jadi, beberapa kekurangan yang terdapat di gedung Kosgoro bukan tak mungkin juga ada di banyak gedung lain. Audit terhadap sistem keamanan gedung boleh jadi sudah digelar. Tapi perlu dilakukan perbaikan dalam sistem audit. Sanksi tegas harus dikenakan bagi pengelola gedung yang gagal memenuhi persyaratan standar keamanan. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung sudah mengatur soal ini.
Pemerintah dituntut secepatnya menyempurnakan perangkat penanggulangan kebakaran gedung tinggi. Jakarta adalah salah satu kota dengan pertumbuhan jumlah gedung jangkung tercepat di dunia. Sepanjang 2009-2012 pembangunan pencakar langit (berketinggian di atas 150 meter) melesat hingga 87,5 persen. Lima tahun lagi, ditaksir jumlah gedung jangkung mencapai 250 unit. Tak terbayangkan risiko yang mengancam jika tidak ada perbaikan sistem penanggulangan kebakaran.
Apalagi Jakarta hanya memiliki satu mobil pemadam jenis Bronto Skylift, yang bisa menjangkau ketinggian hingga 100 meter. Ini tidak memadai di tengah cepatnya pertumbuhan gedung tinggi. Pemerintah juga perlu menambah hidran yang saat ini hanya 1.400 buah-itu pun sebagian besar tak berfungsi normal. Banyak yang mesti dibenahi.