Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ellya dan KPK

image-profil

image-gnews
Iklan

Idrus F. Shahab

Boneka cantik dari India

Boleh dilirik

Tak boleh dibawa...

Ellya Khadam menyanyi seperti bintang India. Dengan garis hitam memanjang yang mengikuti lancip matanya; titik hitam (bindi) pada jidatnya; mengenakan sari, memakai rok panjang, tapi bagian perut tetap terbuka, ia berdendang dalam rangkaian nada tinggi, dua oktaf di atas normal, layaknya para bintang film India. Selagi masih hidup, sosok yang lahir dengan nama Siti Alya Husnah ini membungkus dirinya dengan selimut budaya India yang kental.

Dangdut yang kosmopolit ini adalah hasil pertemuan tiga elemen—India, Melayu, dan Arab. Dan Ellya Khadam, dengan Boneka dari India yang melambungkan namanya, memperlihatkan suatu periode peralihan penting: dari masa Melayu Deli ke masa dangdut India. Terus terang saja, perkembangan ini berpangkal pada politik tingkat tinggi antikolonialisme dan antineokolonialisme yang sedang galak-galaknya dijalankan Bung Karno pada 1950-1960-an.

Menyanyikan Boneka dari India—dalam ketukan 4/4, melodinya dalam tangga nada mayor yang riang, ditingkahi tepuk tabla yang mendorong orang bergoyang ketimbang merenung—Ellya menari dan mengerling. Orang pun banyak yang jatuh hati kepadanya. Lagu Boneka dari India tetap dicintai, bahkan menjadi klasik, kendati pada kemudian hari muncul data bahwa lagu itu seperti pinang dibelah dua dengan Sam Bahar Kata, karya penggubah lagu India Lata M.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain Sam Bahar Kata, ada setumpuk musik India yang ternyata telah disontek beberapa seniman dangdut terkenal di negeri ini. Dari soundtrack film Andaaz yang berjudul Dil Use Do pada 1971, lahirlah lagu SMS yang kemudian menjadi heboh luar biasa beberapa tahun yang lalu. Apabila Dil Use Do dibawakan dengan aransemen gesek yang cukup kompleks, lagu SMS yang dilantunkan 30-an tahun setelahnya itu justru disajikan ulang dengan cara bersahaja: diiringi organ tunggal.

Ada etika yang salah. Tapi ketika hampir semua orang melakukannya, yang terjadi adalah sebuah kesepakatan bersama tentang nilai. Banyak seniman dangdut kita yang pernah mengambil jalan pintas di atas, banyak pegawai negeri yang menyelenggarakan acara tak penting demi menghabiskan sisa anggaran, tak sedikit wartawan yang menerima amplop, atau elite kepolisian yang menerima “setoran” dari bawah. Apa boleh buat, yang salah di mata masyarakat umum rupanya tidak mutlak salah di lingkungan komunitas.

Manakala kepentingan sektoral mengalahkan kepentingan nasional, yang universal dapat dipatahkan oleh yang particular. Tampaknya kita pun tidak punya pilihan kecuali hidup dalam “tempurung” masing-masing. Miris sekali, hampir 70 tahun negara ini merdeka, keberadaan “pusat” pun hanya tampak samar-samar. Kita pun semakin kerap menyaksikan benturan antara tempurung yang satu dengan tempurung yang lain dalam suasana survival to the fittest. Yang benar tidak selalu bisa mengalahkan yang salah, tapi yang kuat selalu dapat mengalahkan yang lemah.

Negara telah memudar, tak lagi seheroik-sekarismatik 70 tahun lalu. Ketika kriminalisasi terhadap KPK berlangsung, kita telah menampik apa yang dulu diperjuangkan dengan taruhan besar: membangun nilai bersama di atas nilai kelompok.

Dalam ironi ini, sebaiknya kita cukup menikmati Ellya yang pandai menari, mengerling, dan berdendang dalam salah satu film Benyamin S di stasiun televisi: Boneka cantik dari India, Boleh dilirik, Tak boleh dibawa...

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Polri Akui Ada Kendala Identifikasi Teror Bom Pimpinan KPK

14 Januari 2019

Suasana kediaman Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif setelah diserang dengan bom molotov di Jalan Kalibata Selatan, Jakarta, Rabu, 9 Januari 2019. Menurut keterangan saksi, kejadian penyerangan terhadap kediaman Laode terjadi pada pukul 01.00 WIB dinihari dengan ditemukannya botol berisikan spritus dan sumbu apai. TEMPO/Muhammad Hidayat
Polri Akui Ada Kendala Identifikasi Teror Bom Pimpinan KPK

Polisi mengakui menemukan kendala dalam mengidentifikasi bom molotov dan bom palsu di rumah pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Laode M Syarif.


Idul Fitri, Novel Baswedan Salat Id di Masjid Dekat Rumah Sakit

25 Juni 2017

Penyidik KPK Novel Baswedan tiba di Rumah Sakit Mata Jakarta Eyes Center di Menteng, Jakarta Pusat, 11 April 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Idul Fitri, Novel Baswedan Salat Id di Masjid Dekat Rumah Sakit

Karena kondisi matanya belum pulih, Novel Baswedan hanya bisa merayakan Idul Fitri di rumah sakit di Singapura.


Alasan Polisi Belum Bisa Mengungkap Penyerang Novel Baswedan

19 Mei 2017

Sejumlah aktifis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil membawa topeng foto Novel Baswedan di gedung KPK, Jakarta, 12 April 2017. Mereka meminta KPK dan aparat kepolisian untuk segera mengusut kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan didepan kediamannya dikawasan Kelapa Gading, Jakarta. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Alasan Polisi Belum Bisa Mengungkap Penyerang Novel Baswedan

Polda Metro Jaya membantah bekerja lambat dalam mengungkap kasus serangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.


Kapolda Metro: Serangan ke Novel Sangat Terencana, Digambar Dulu  

26 April 2017

Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan. TEMPO/Ijar Karim
Kapolda Metro: Serangan ke Novel Sangat Terencana, Digambar Dulu  

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan mengatakan serangan kepada Novel Baswedan sangat terencana dengan baik.


2 Orang yang Difoto Dekat Rumah Novel Ternyata Informan Polisi

24 April 2017

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi RP Argo Yuwono. TEMPO/M. Iqbal Ichsan
2 Orang yang Difoto Dekat Rumah Novel Ternyata Informan Polisi

Dua orang yang difoto dekat rumah Novel Baswedan berprofesi sebagai debt collector sekaligus jadi informan polisi untuk kasus pencurian motor.


Polisi Periksa Terduga Pelaku Serangan ke Novel Baswedan

21 April 2017

Sejumlah aktifis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil membawa topeng foto Novel Baswedan di gedung KPK, Jakarta, 12 April 2017. Mereka meminta KPK dan aparat kepolisian untuk segera mengusut kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan didepan kediamannya dikawasan Kelapa Gading, Jakarta. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Polisi Periksa Terduga Pelaku Serangan ke Novel Baswedan

Polisi tengah memeriksa seorang yang diduga pelaku penyiram air keras pada Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.


Tiga Regu Khusus Ini Selidiki Teror Air Keras terhadap Novel Baswedan  

13 April 2017

Novel Bawesdan meninggalkan ruang perawatan di JEC, 12 April 2017. TEMPO/Budi Setyarso
Tiga Regu Khusus Ini Selidiki Teror Air Keras terhadap Novel Baswedan  

Polda Metro Jaya membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan.


Teror Tak Lumpuhkan Novel dan KPK

13 April 2017

Teror Tak Lumpuhkan Novel dan KPK
Teror Tak Lumpuhkan Novel dan KPK

Air keras disiramkan ke wajah Novel Baswedan. Patut diduga, otak pelakunya berkeinginan agar Novel roboh dan KPK rapuh. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Novel Baswedan adalah ikon di KPK. Karena itu, menyerang Novel berarti pula menggempur KPK.


Kapolda: Jangan Blunder Lama Ungkap Serangan ke Novel Baswedan

12 April 2017

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil membawa topeng foto Novel Baswedan di gedung KPK, Jakarta, 11 April 2017. Mereka meminta KPK dan aparat kepolisian untuk segera mengusut kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Kapolda: Jangan Blunder Lama Ungkap Serangan ke Novel Baswedan

Kapolda Metro Jaya Irjen Mochammad Iriawan meminta seluruh jajarannya untuk bekerja maksimal mengungkap kasus serangan terhadap Novel Baswedan.


Serangan ke Novel Baswedan, Kapolda Metro: Ada yang Menyuruh

12 April 2017

Novel Bawesdan meninggalkan ruang perawatan di JEC, 12 April 2017. TEMPO/Budi Setyarso
Serangan ke Novel Baswedan, Kapolda Metro: Ada yang Menyuruh

"Tentu ada motif. Ada pelaku di lapangan yang menyiram tentu ada yang menyuruh. Tidak mungkin berdiri sendiri," ucap Iriawan.