Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Badut Politik dan Tukang Tivi

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Seno Gumira Ajidarma, Wartawan Panajournal.com

Apa bedanya badut politik dengan badut biasa? Ternyata tak hanya berbeda, tapi bisa juga bertentangan. Sementara badut biasa nilai tambahnya jelas, yakni memberikan hiburan, dan karena itu dibutuhkan, maka kehadiran badut politik sangat memprihatinkan, karena seharusnya tidak ada. Memang, ada kalanya badut beneran yang disebut pelawak tiba-tiba saja "terjun ke dunia politik", tetapi jika dirinya lantas menjadi badut politik, itu sama sekali tidak berhubungan dengan keberadaan dirinya dalam profesi sebelumnya.

Badut politik sama sekali tidak lucu. Perilakunya mengundang tawa bukan karena ia seorang humoris yang piawai memainkan bisosiasi, melainkan karena seribu-satu ketidakpatutan yang dihadirkannya. Ini terlihat di layar televisi, orang-orang yang diwawancarai atau diminta bicara lebih karena sensasi daripada ketajaman berpikirnya. Namun sensasi sebagai bagian dari spektakel stasiun televisi, yang barangkali sejenak mengikat pemirsa, sama sekali tidak dibutuhkan, oleh kita maupun oleh Indonesia Raya.

Bentuk-bentuk kebadutan paling umum adalah gaya pokrol, dengan wajah seolah-olah mengecilkan orang lain, bisa mempersoalkan dan bisa menjawab semua hal, dengan modal rumus yang serba normatif. Sensasi paling ajaib, tentunya jika dalam suatu forum berlangsung polemik antara badut politik versus badut politik itu sendiri. Dalam polemik itu bolehlah ditandai, bahwa para kontestan akan berkukuh dalam tempurung pembenarannya sendiri, dan sama sekali bukan mencari penyelesaian masalah secara bersama. Sangat mudah disaksikan betapa "mencari efek" menjadi kepentingan utama.

Dengan kata lain, badut politik ini adalah manusia kurang berguna, tetapi yang selalu mendapat tempat dalam media massa berdasarkan kepentingan media massa itu sendiri. Sudah jelas bahwa, dalam alur konflik dramatik, yang eufemismenya tertampung dalam rumus jurnalisme yang baik, yakni ketentuan untuk meliput kedua belah pihak (cover both sides), media massa akan mencari karakter yang cocok dengan kebutuhannya itu: minimal cara berbicara yang selalu siap dipotong, meski argumennya sama sekali belum utuh.

Pemikir serius, yang akan berbicara lebih panjang, agak lambat, dan mungkin pula suaranya pelan karena memang bukan orator, tentu cenderung tidak menjadi pilihan-padahal bagi pemirsa sudah jelas lebih banyak gunanya. Dunia politik Indonesia kontemporer sebetulnya tidak hanya berisi badut politik. Di dalam setiap partai politik tidak kurang-kurangnya terdapat politikus yang bukan sekadar organisator, tapi juga berkualitas pemikir yang bersungguh-sungguh. Betapa pun, peluangnya untuk ikut mencerdaskan bangsa ditentukan oleh para "tukang tivi" saja.

Para pemikir yang benar-benar pemikir, yang pemikirannya canggih tetapi gayanya mungkin membosankan, setahu saya berdasarkan pengalamannya juga "males ngomong di tivi". Sampai di sini menjadi jelas, persoalan mubazirnya detik-detik berharga media tidak terletak pada badut politik itu sendiri, tapi juga bahkan terutama merupakan tanggung jawab sang tukang tivi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya pernah melihat seorang pembawa acara "mencuci" seorang calon legislator, untuk menunjukkan kebadutan dunia politik Indonesia, dengan pertanyaan sekitar konsep penyelamatan bangsa dan negara dalam krisis. Hampir sepanjang acara, selebritas cantik ini hanya memberikan tiga jawaban: "tidak tahu", "belum tahu", dan "saya tanyakan dulu".

Pengungkapan ini memang berhasil membongkar aib, tetapi tidak pernah berhasil mengubah orientasi bahwa sumber berita dan komentator masalah-masalah politik janganlah lagi-lagi badut politik, yang sebetulnya hanya meminjam media massa dan partai politik demi popularitasnya sendiri.

Celakanya, partai-partai politik yang perbedaan ideologinya masing-masing tidak terlalu jelas itu pun lebih membutuhkan pengumpul suara (vote getters) daripada pemeluk teguh ideologis yang militan. Tidak mengherankan jika gejala politikus kutu loncat menjadi akibat paling wajar dari situasi ini.

Kenyataan yang menyedihkan, badut-badut politik ini, meskipun membawa-bawa nama badut, sama sekali tidak membawa kebahagiaan. Kita tertawa, tetapi dengan campuran perasaan antara gemas, jengkel, marah, dan iba. Agak mencemaskan jika partai politik tidak berbuat sesuatu atas keberadaan badut-badut politik ini.

Pada abad media, benarkah ideologi sudah mati, dan partai politik cukup bermodalkan gimmicks atawa permainan sensasi, sebagai strategi untuk mendapat kursi? Sementara menurut Althusser, ideologi itu tidak abstrak, melainkan konkret sebagai peristiwa sehari-hari, seberapa berartikah partai politik, ketika politik praktis hadir sebagai simulasi televisi?


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Bamsoet Ingatkan Pentingnya Pembenahan Partai Politik

20 hari lalu

Bamsoet Ingatkan Pentingnya Pembenahan Partai Politik

Partai politik memegang peran penting dalam menentukan arah kebijakan negara.


Pilihan Amerika Serikat Hanya Punya 2 Partai Politik, Ini Penjelasannya

20 hari lalu

Joe Biden dan Donald Trump dalam debat kandidat Presiden AS, 23 Oktober 2020.  REUTERS/Jim Bourg/Pool
Pilihan Amerika Serikat Hanya Punya 2 Partai Politik, Ini Penjelasannya

Amerika Serikat sebagai negara demokrasi terbesar di dunia memilih dominasi hanya dua partai politik yaiutu Partai Republik dan Partai Demokrat.


Prabowo Dinilai Butuh Koalisi Raksasa Usai Penetapan Pemilu 2024, Berikut Jenis-jenis Koalisi

26 hari lalu

Calon Presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto menyampaikan pidato seusai penetapan sebagai pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kertanegara, Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. KPU menetapkan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pemilu 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis
Prabowo Dinilai Butuh Koalisi Raksasa Usai Penetapan Pemilu 2024, Berikut Jenis-jenis Koalisi

LSI Denny JA menyatakan Prabowo-Gibran membutuhkan koalisi semipermanen, apa maksudnya? Berikut beberapa jenis koalisi.


8 Parpol ke Senayan Penuhi Parliamentary Threshold di Pemilu 2024, Apa Bedanya dengan Presidential Threshold?

28 hari lalu

Ilustrasi Rapat DPR. TEMPO/M Taufan Rengganis
8 Parpol ke Senayan Penuhi Parliamentary Threshold di Pemilu 2024, Apa Bedanya dengan Presidential Threshold?

PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, NasDem, PKS, Demokrat, dan PAN penuhi parliamentary threshold di Pemilu 2024. Apa bedanya dengan Presidential Threshold?


Daftar 8 Parpol yang Lolos ke DPR di Pemilu 2024, 10 Lainnya Gagal ke Senayan

29 hari lalu

Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan para jajaran menunjukkan berita acara saat membacakan pemenang Pemilu 2024 di Gedung KPU, Menteng, Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. KPU mengumumkan pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo-Gibran memenangkan Pilpres 2024 dengan jumlah 96.214.691 suara, sementara pasangan nomor urut 1 Anies-Cak Imin mendapat 40.971.906 suara dan Pasangan nomor urut 3 Ganjar-Mahfud 27.040.878. TEMPO/Febri Angga Palguna
Daftar 8 Parpol yang Lolos ke DPR di Pemilu 2024, 10 Lainnya Gagal ke Senayan

Hasil akhir rekapitulasi suara KPU menyebutkan 8 parpol lolos ke Senayan. Sementara 10 parpol lainnya gagal ke DPR di Pemilu 2024. Berikut daftarnya.


MK Tolak Gugatan Uji Materil Frasa Gabungan Partai Politik dalam UU Pemilu

30 hari lalu

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menjawab pertanyaan awak media di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakaarta Pusat, Selasa, 19 Maret 2024. ANTARA/Nadia Putri Rahmani
MK Tolak Gugatan Uji Materil Frasa Gabungan Partai Politik dalam UU Pemilu

Hakim MK mengatakan, keberlakuan Pasal 228 UU Pemilu sesungguhnya ditujukan bagi partai politik secara umum,


MK Putuskan Gugatan Mahasiswa soal Pembubaran Partai Politik Tidak Dapat Diterima

30 hari lalu

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), memimpin jalannya sidang dengan agenda pembacaan putusan uji formil aturan syarat usia capres dan cawapres di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 16 Januari 2024. MK menolak permohonan yang diajukan oleh Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar. MK menolak gugatan uji formil terkait putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres-cawapres. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
MK Putuskan Gugatan Mahasiswa soal Pembubaran Partai Politik Tidak Dapat Diterima

Seorang mahasiswa mengajukan permohonan uji materiil Undang-undang tentang Partai Politik ke Mahkamah Konstitusi.


Jika 5 Parpol Tidak Gerakkan Hak Angket DPR, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Ini yang Terjadi

31 hari lalu

Feri Amsari. TEMPO/M Taufan Rengganis
Jika 5 Parpol Tidak Gerakkan Hak Angket DPR, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Ini yang Terjadi

Pakar hukum tata negara Feri Amsari melihat belum ada gerakan signifikan dari 5 parpol untuk gerakkan hak angket indikasi kecurangan Pemilu 2024.


Apa Kabar Hak Angket Pemilu 2024? Adnan Topan Husodo: Bisa Masuk Angin Jika Ada Parpol Tersandera Politik dan Hukum

36 hari lalu

Adnan Topan Husodo. linkedln.com
Apa Kabar Hak Angket Pemilu 2024? Adnan Topan Husodo: Bisa Masuk Angin Jika Ada Parpol Tersandera Politik dan Hukum

Dorongan parpol lakukan hak angket didukung setidaknya 50 tokoh belum lama ini. Adnan Topan Husodo mewaspadai beberapa hal yang bisa gagalkan ini.


50 Tokoh Surati Megawati, NasDem, PKS, PKB, PPP: Eks Direktur KPK Sebut Soal Tantangan Hak Angket

38 hari lalu

Calon pimpinan (capim) KPK Sujanarko menyampaikan pendapatnya saat uji kelayakan dan kepatutan capim KPK di Komisi III DPR, Kompleks Senayan, Jakarta, 14 Desember 2015. ANTARA/M Agung Rajasa
50 Tokoh Surati Megawati, NasDem, PKS, PKB, PPP: Eks Direktur KPK Sebut Soal Tantangan Hak Angket

Eks Direktur KPK Sujanarko sebut soal tantangan hak angket yang diusulkannya bersama 49 tokoh lain dalam surat yang ditujukan ke Megawati dan lainnya