Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mahfouz

Oleh

image-gnews
Iklan

Di lorong itu ada kedai kopi Kirsha. Dindingnya yang doyong dihias ragam arabesk berwarna-warni. Bau racikan jamu menyebar: aroma masa lampau yang jadi bumbu dan obat orang ramai.

Tapi dari latar yang apak itu ada sikap menampik anasir masa lalu, seakan-akan ingin menghalau warisan yang membentuk diri dalam ketertinggalan bertahun-tahun. Ketika datang seorang pengamen tua memainkan alat gesek dua dawai buat mengiringi selawat Nabi, Kirsha berteriak: "Kau mau paksa kami dengarkan itu lagi? Sudah, cukup, cukup! 'Kan sudah kuperingatkan minggu lalu!"

Bagi Kirsha, penyair-penembang tua itu hanya sisa yang dilampaui sejarah. "Kami hafal semua kisah yang kau ceritakan. Orang kini tak menghendaki penyair. Mereka terus-menerus minta radio, dan aku sudah memasangnya di sudut itu. Pergilah. Tinggalkan kami."

Zuqaq al-Midaqq (Lorong Midaq), novel Naguib Mahfouz yang pertama kali terbit pada tahun 1947, dalam banyak hal bercerita tentang Kairo, tapi juga Mesir, dan juga, dalam arti tertentu "Dunia Ketiga"sebuah dunia yang, menurut Mahfouz dalam pidato penerimaan Hadiah Nobel-nya pada tahun 1988, tempat orang didera kerja untuk membayar utang, tenggelam dalam bencana dan rudin dalam kelaparan, tempat manusia didiskriminasikan dan, seperti orang Palestina di Gaza dan Tepi Barat Sungai Jordan, hidup terasing di tanah mereka sendiri. Tak mengherankan bila novel ini dapat disadur jadi sebuah film Meksiko.

Tapi bukan kesengsaraan itu sebenarnya yang mengusik. Di dunia seperti yang menghuni lorong Midaq, hidup bagaikan sepetak tanah genting. Ia terbentang di antara masa lampau yang bak istana purba yang megah tapi berdebu dan masa depan yang tak jelas tapi gemilang, karena apa pun bentuknya, yang akan datang niscaya lebih baik ketimbang yang ada sekarang.

Hamidah, gadis cantik dalam novel ini, yang mendambakan lepas dari masa kininya, bersedia diperistrikan Abbas, seorang pemuda yang tak menarik hatinya namun bisa menjanjikan jalan ke luar. Lelaki itu bekerja jadi barbir bagi pasukan Inggris. Hamidah sendiri kemudian jadi pelacur melayani tentara Sekutu yang bermarkas di Kairo pada masa perang melawan Hitler itu. Germonya memberinya nama baru, "Titi". Hamidah patuh. Nama, baginya, seperti "pakaian tua, dapat ditanggalkan dan dilupakan".

Tapi tak semua hal mudah dilupakan. Lorong Midaq, sebagaimana dilukiskan Naguib Mahfouz, adalah "permata dari zaman yang telah berlalu yang pernah bercahaya seperti bintang berkilap dalam sejarah Kairo". Sejarah memang telah membentuk sedimen yang tebal di kota itu. Pada 969 para pengikut Fatimah, putri Nabi, menaklukkan kota itu ketika mereka hendak menegakkan daulat sendiri melawan Daulat Abbasiyah di Baghdad. Nama Kairo pun dimulai. Al-Qahira berarti "Yang Menang". Posisinya menanjak. Pada abad ke-13 ia jadi ibu kota ketika kaum Mameluk berkuasa, dan begitulah seterusnya, juga ketika yang bertakhta berganti-ganti.

Saya tak kenal pandangan Mahfouz dan tak tahu bagaimana ia memandang masa silam. Seperti banyak orang, saya hanya menduga tiap imajinasi tentang Mesirnegeri yang begitu erat di hati Mahfouz dan praktis tempat ia tak pernah beranjakdibentuk oleh sejarah yang memberat di kepala, seperti mahkota yang berbobot. Dalam wawancaranya untuk buku Mohamed Salmawy, Mon Egypt, sang sastrawan menekankan betapa besarnya sejarah dan betapa tipisnya geografi Mesir: peradaban kuno itu bermula dari sebilah tanah sepanjang Sungai Nil. Rasa bangga memandangnya, kata Mahfouz, mirip rasa bangga tentang orang tua kita.

Tapi bukankah rasa bangga itu sebenarnya yang membuat orang tua kita, bukan sebaliknya? Masa lalu, istana purba yang megah tapi berdebu itu, dibentuk karena sejenis kehilangandan kehilangan itulah yang tak pernah hilang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam novel yang kemudian diterjemahkan sebagai The Children of Gebelaawi, sang patriarkh, Gebelaawi, membangun sebuah rumah agung di satu oasis di gurun gundul. Tapi gedung itulah kemudian yang jadi sumber pertikaian keluarga. Kapan saja ada yang murung, menderita atau terhina, ia akan menunjuk ke rumah di arah ke gurun itu, dan berkata, "Itu rumah nenek-moyang kita, kita semua anak-anaknya, dan kita punya hak memilikinya. Kenapa kita kelaparan? Apa yang telah kita lakukan?"

Novel ini, yang mulai ditulis pada 1957 dan diserialkan di koran Al Ahram, dilarang diterbitkan di Mesir. Para ulama di Universitas Al Azhar mengharamkannya. Baru kemudian, pada 1967, cerita yang tak dapat dibaca di seluruh dunia Arab itu terbit di Libanon dengan judul Awlad Haritna ("Anak-anak Gang").

Memang bukan persoalan tafsir terhadap masa lalu yang menyebabkan lembaga kekuasaan agama itu murka, melainkan persoalan tafsir atas teks. Novel itu, yang bisa dibaca sebagai alegori yang muram tentang Mesir di bawah kepemimpinan Nasser, oleh para ahli agama dianggap penghinaan kepada Islam: jumlah bab dalam novel ini, kata mereka, sama dengan jumlah surah Qur'an, dan Gebelaawi, yang dianggap lambang Tuhan, mati di bagian akhir. Agaknya ketika Mahfouz luka parah setelah dicoba dibunuh pada 1994, tuduhan macam itulah yang masih berdengung di kepala sang pembunuh.

Tapi bukankah masa lalu juga seperti novel: sebuah teks yang tak dapat dicopot, tapi selalu dibaca dan dibentuk oleh rasa kehilangan? Dalam hal para ulama Al Azhar, rasa kehilangan itu datang karena merasa iman terancam dan agama tak lagi utuh dan stabil.

Persoalannya: keadaan terancam itu akan selalu menyertai tiap iman, tiap dogma, karena sumber Kata tak lagi terjangkau. Tapi anehnya manusia justru bisa nyaman dengan itu. Seperti dikatakan Kirsha, si pemilik kedai, orang tak butuh lagi penyair yang menembangkan selawat Nabi. Mereka butuh radio.

Seperti penyair tua di novel itu, Mahfouz pergi, bahkan sebelum ia meninggal pekan lalu. Bunyi-bunyi lain telah meningkah suaranya yang kian lemah.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Lengser Tahun Ini, Jokowi dan Lee Hsien Loong Jembatani Keberlanjutan Kerja Sama RI-Singapura

23 detik lalu

Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong berbincang bersama di Kantor Perdana Menteri dalam pertemuan informal pada Kamis, 16 Maret 2023. (Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Lengser Tahun Ini, Jokowi dan Lee Hsien Loong Jembatani Keberlanjutan Kerja Sama RI-Singapura

Jokowi dan Lee Hsien Loong akan menelaah balik 10 tahun kerja sama yang sudah dilakukan sambil menyatakan komitmen kerja sama.


Sri Mulyani: Penyaluran Bansos Januari-Maret 2024 Mencapai Rp 43 Triliun

5 menit lalu

Menteri Keuangan Sri Mulyani. TEMPO/Subekti.
Sri Mulyani: Penyaluran Bansos Januari-Maret 2024 Mencapai Rp 43 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penyaluran bantuan sosial atau Bansos selama Januari-Maret 2024 mencapai Rp 43 triliun.


Sengketa Pileg, Mantan Ketua DPD Irman Gusman Minta Pemungutan Suara Ulang di Sumbar

5 menit lalu

Mantan Ketua DPD RI, Irman Gusman saat mengajukan PK atas vonisnya dalam kasus korupsi impor gula di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu 10 Oktober 2018. TEMPO/TAUFIQ SIDDIQ
Sengketa Pileg, Mantan Ketua DPD Irman Gusman Minta Pemungutan Suara Ulang di Sumbar

Dalam sengketa Pileg yang diajukan ke MK, Irman Gusman menuntut empat hal. Apa saja?


Zulkifli Hasan Sidak Pabrik Baja Ilegal di Cikande Serang, Tak Sesuai SNI Senilai Rp 257 Miliar

6 menit lalu

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan  memberi keterangan di kediaman Menteri Pertahanan sekaligus Presiden terpilih, Prabowo Subianto di Kertanegara, Jakarta Selatan pada Rabu, 10 April 2024. Tempo/Yohanes Maharso
Zulkifli Hasan Sidak Pabrik Baja Ilegal di Cikande Serang, Tak Sesuai SNI Senilai Rp 257 Miliar

Zulhas menyebut pabrik itu memproduksi sebanyak 3.608.263 batang baja seberat 27.078 ton.


Shin Tae-yong Yakin Timnas U-23 Indonesia Bisa Tembus Final Piala Asia U-23 2024 Usai Singkirkan Korea Selatan

6 menit lalu

Pelatih timnas U-23 Indonesia, Shin Tae-yong, saat konferensi pers menjelang laga melawan tuan rumah Qatar di Piala Asia U-23 2024. Kredit: Tim Media PSSI
Shin Tae-yong Yakin Timnas U-23 Indonesia Bisa Tembus Final Piala Asia U-23 2024 Usai Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong mengakui perasaannya berkecambuk setelah timnas U-23 Indonesia menyingkirkan Korea Selatan di perempat final Piala Asia U-23 2024.


Shin Tae-yong: Saya Bilang ke Para Pemain untuk Percaya pada Saya

10 menit lalu

Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong bersama para pemainnya di Piala Asia U-23 2024. Doc. AFC.
Shin Tae-yong: Saya Bilang ke Para Pemain untuk Percaya pada Saya

Di Piala Asia U-23 2024, pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong menetapkan target mencapai babak semifinal. Bagaimana cerita di balik kesuksesannya?


Temuan Kuburan Massal, Bisakah Menjadi Bukti Kejahatan Perang Israel?

11 menit lalu

Orang-orang bekerja untuk memindahkan jenazah warga Palestina yang terbunuh selama serangan militer Israel dan dimakamkan di rumah sakit Nasser, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, di Khan Younis di selatan Jalur Gaza, 21 April 2024. REUTERS/  Ramadhan Abed
Temuan Kuburan Massal, Bisakah Menjadi Bukti Kejahatan Perang Israel?

Penemuan kuburan massal di dua rumah sakit di Gaza telah memicu seruan kepala HAM PBB dan pihak lainnya untuk penyelidikan internasional.


Rusia Siap Kerjasama dengan Pemerintahan Baru Indonesia, Begini Hubungan Baik Kedua Negara Sejak Zaman Uni Soviet

15 menit lalu

Presiden Rusia Vladimir Putin memimpin pertemuan dengan anggota Dewan Keamanan melalui panggilan konferensi video di Moskow, Rusia, 9 September 2022. Sputnik/Gavriil Grigorov/Pool via REUTERS/File Photo
Rusia Siap Kerjasama dengan Pemerintahan Baru Indonesia, Begini Hubungan Baik Kedua Negara Sejak Zaman Uni Soviet

Pemerintah Rusia menyambut presiden baru Indonesia. Siap lanjutkan kerja sama.


Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

21 menit lalu

Menteri Keuangan Sri Mulyani TEMPO/Tony Hartawan
Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.


Junimart Minta Seleksi Petugas Badan Adhoc Pilkada Dilakukan Terbuka

23 menit lalu

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang saat memimpin Kunjungan Kerja Reses, di Pekanbaru, Riau, Selasa (23/4/2024). Foto: Wilga/vel
Junimart Minta Seleksi Petugas Badan Adhoc Pilkada Dilakukan Terbuka

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang mengatakan, badan Adhoc Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), harus diseleksi lebih ketat dan terbuka untuk menghindari politik transaksional.