Kejaksaan Agung tak boleh gamang lalu melimpahkan pengusutan dugaan korupsi Komisaris Jenderal Budi Gunawan kepada Kepolisian. Indikasi terjadinya korupsi berupa hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah diserahkan KPK ke Kejaksaan. Inilah yang harus ditelusuri, bukannya melimpahkan pengusutan ke Kepolisian.
Tanda-tanda Kejaksaan bakal menyerah terlihat bahkan tak lama setelah mereka menerima limpahan kasus ini. Kejaksaan menyatakan tak ada bukti permulaan untuk mengusut Budi Gunawan. Padahal ini kasus besar. Adalah kewajiban Kejaksaan untuk melanjutkan pengusutan yang sebelumnya dilakukan KPK. Hanya karena gugatan praperadilan telah dimenangi Budi Gunawan, KPK terpaksa melepas kasus ini dan menyerahkannya ke Kejaksaan.
Kasus dugaan suap Budi Gunawan terjadi pada 2003-2006 ketika ia menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Mabes Polri. KPK mencurigai pemilikan rekening sebesar Rp 55 miliar. Profil jabatannya yang hanya bergaji resmi Rp 7 juta menimbulkan pertanyaan bagaimana ia bisa memiliki uang puluhan miliar rupiah itu.
Bukti-bukti aliran dana itulah yang seharusnya menjadi bahan bagi Kejaksaan untuk melanjutkan pengusutan. KPK pun harus terbuka, menyerahkan semua bukti kepada Kejaksaan agar ditindaklanjuti. Suka atau tidak, kasus ini secara hukum tak bisa lagi ditangani KPK. Pilihan KPK adalah mendukung Kejaksaan menuntaskannya.
Jaksa Agung M. Prasetyo juga tidak bisa berlindung pada kesepakatan bersama antara Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK bahwa pada kasus yang sudah ditangani satu lembaga, maka lembaga lain tidak akan mengusutnya. Saat ini kasus Budi Gunawan hanya di tangan Kejaksaan. Kepolisian tidak dalam posisi mengusut karena, sebelumnya, dengan alasan tak cukup bukti, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri telah menghentikan penyidikan kasus Budi.
Menyerahkan kasus ke polisi juga akan menimbulkan konflik kepentingan bagi Kepolisian. Polisi sulit bersikap obyektif dalam mengusut anggota korps dan seniornya sendiri. Apalagi sudah jelas mereka habis-habisan membela Budi Gunawan saat bekas ajudan Presiden Megawati itu dijadikan tersangka oleh KPK. Pembelaan ini begitu sengit, hingga mendorong timbulnya konflik kepolisian vs KPK.
Langkah Bareskrim menetapkan Ketua KPK Abraham Samad sebagai tersangka pemalsuan data pembuatan KTP adalah bukti perlawanan itu. Begitu pula penetapan tersangka atas Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dengan tuduhan mengarahkan keterangan palsu dalam kasus lama, sengketa pemilihan bupati di Mahkamah Konstitusi. Polisi bahkan terkesan kalap ketika mentersangkakan tokoh-tokoh di luar KPK, seperti bekas Ketua PPATK Yunus Husein, atau mantan Wakil Menteri Hukum Denny Indrayana.
Itulah alasan mengapa Kejaksaan tak boleh menyerahkan kasus Budi Gunawan ini ke Kepolisian. Sekaranglah saatnya Jaksa Agung M. Prasetyo membuktikan kepada khalayak bahwa Kejaksaan yang ia pimpin adalah lembaga independen dan profesional.