Praktek perbudakan yang dilakukan PT Pusaka Benjina Resources sungguh mengiris nurani. Para pekerja di perusahaan yang berbasis di Kepulauan Aru, Maluku, itu dipaksa bekerja sampai 22 jam, dipukuli dengan ekor ikan pari yang berduri, tak diberi makan, dan ada yang tak digaji.
Sulit diterima akal sehat bila perbudakan yang berlangsung selama lebih dari 10 tahun itu tak pernah terendus penegak hukum. Oleh karena itu, pemerintah harus menumpas tuntas kejahatan PT Benjina.
Praktek perbudakan Benjina itu terbongkar oleh investigasi kantor berita Associated Press beberapa pekan lalu. Tim Satuan Tugas Pemberantasan Illegal Fishing Kementerian Kelautan dan Perikanan lalu turun tangan dan mendapati 322 warga negara asing bekerja dalam kondisi mengenaskan di pabrik perusahaan Thailand tersebut. Para pekerja diperlakukan sewenang-wenang: disekap, disiksa, bahkan diduga juga ada yang dibunuh, karena ditemukan kuburan di sana.
Kasus ini merupakan tamparan keras buat Indonesia, yang telah meratifikasi keputusan International Labor Organization (ILO) tentang perburuhan. Ada kesan pemerintah masih sekadar menjadi "pemadam kebakaran" dalam kasus Benjina. Padahal adanya penyiksaan itu sudah lama diketahui warga sekitar. Pertanyaannya, mengapa aparat bungkam?
Kuat dugaan kasus ini juga melibatkan penegak hukum. Prasangka buruk ini gampang muncul karena riwayat perbudakan oleh perusahaan ini telah berlangsung lebih dari 10 tahun. Sukar diterima akal bahwa aparat keamanan tidak pernah mengendus praktek tak beradab ini. Penerbitan izin untuk sejumlah kapal Benjina juga aneh, karena izin itu keluar justru setelah moratorium izin diberlakukan. Benjina sendiri pada 2007 pernah dikunjungi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Persoalan Benjina ini cukup pelik karena semua "budak" itu berkewarganegaraan asing. Kebanyakan dari Myanmar, Kamboja, dan sisanya dari Laos. Ini saja sudah membuat kasus Benjina harus dibicarakan di tingkat ASEAN. Thailand harus didesak agar tak melindungi Benjina. Harus ada langkah bersama dengan negara ASEAN lainnya agar eksploitasi pekerja lintas negara itu tak terulang.
Kasus Benjina terkait dengan komoditas perikanan yang sedang digadang-gadang pemerintah sebagai pendulang devisa. Bila tak diselesaikan dengan segera, negara-negara pengimpor produk ini, seperti Amerika dan negara di Eropa, bisa bereaksi negatif. Amerika Serikat bahkan sudah memperingatkan bahwa kasus Benjina bisa membuat produk perikanan Indonesia berpotensi diboikot.
Pemerintah seyogianya segera mengusut semua yang terlibat kasus ini, termasuk pejabat yang selama ini menutupi kasus ini. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mensinyalir ada uang bulanan yang mengalir ke para aparat. Kasus Benjina merupakan pil pahit. Pemerintah harus menyelidiki kasus serupa di banyak perusahaan perikanan. Sebab, saat ini ditengarai masih banyak praktek perbudakan terjadi di industri perikanan. Pemerintah harus mencegah terulangnya praktek perbudakan di sektor perikanan. Jika tak ditangani secara serius, kasus ini bisa menjadi mimpi buruk bagi Indonesia.