TEMPO.CO, Jakarta - Toto Subandriyo, Alumnus Bioindustri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, IPB
Banyak praktek tidak terpuji menyangkut produksi dan peredaran pangan yang dibongkar polisi belum lama ini. Diawali dari praktek pengolahan kikil dan kulit yang menggunakan pengawet formalin, kemudian praktek pembuatan bakso dari daging celeng (babi hutan), pabrik es batu yang menggunakan bahan kimia dan bahan baku air yang mengandung bakteri berbahaya, serta terbongkarnya praktek produksi jajanan anak dengan menggunakan bahan kedaluwarsa di sebuah tempat di Jawa Timur.
Saat ini masyarakat kita, dalam memahami masalah keamanan pangan, selalu dalam pengertian sempit, lebih menyamakannya dengan kondisi keracunan. Ditegaskan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan pencemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.
Mau tidak mau, suka tidak suka, pemerintah di semua tingkatan harus segera melakukan upaya untuk melindungi masyarakat dari praktek-praktek tidak terpuji ini. Sesuai dengan ketentuan, pangan yang diedarkan di masyarakat haruslah pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung residu obat-obatan dan bahan pengawet terlarang. Pangan sehat berasal dari sumber yang sehat dan tidak mengalami pencemaran kuman. Pangan utuh dan murni diperoleh dari hewan ternak sembelihan tertentu yang tidak tercampur bagian hewan lain. Sedangkan pangan halal adalah pangan yang sesuai dengan syariat Islam, tidak haram, dan bukan daging dari hewan mati sebelum disembelih.
Masalah keamanan pangan sudah banyak diatur dalam undang-undang dan peraturan. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan kepada semua produsen untuk tidak menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dilarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga telah mengamanatkan bahwa konsumen mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Ditemukannya banyak makanan yang mengandung bahan tambahan pangan berbahaya, seperti boraks, formalin, serta pewarna tekstil, seperti rodamin B dan methanyl yellow, sangat membahayakan kesehatan manusia.
Karena warnanya sangat menarik, produsen kue, penjual cendol, es sirop, dan kerupuk sering menggunakan pewarna rodamin B dan methanyl yellow. Rodamin B sangat berbahaya karena dapat menyebabkan gangguan hati, kandung kemih, saluran pencernaan, dan jaringan kulit. Sedangkan methanyl yellow dapat menyebabkan iritasi pada mata, paru-paru, tenggorokan, dan usus.
Langkah cepat dan tegas harus segera dilakukan pemerintah dengan tiga alasan. Pertama, memberikan rasa aman dan nyaman (tidak mengandung zat berbahaya dan halal) kepada konsumen dalam mengkonsumsi makanan. Kedua, melindungi produsen yang benar-benar jujur dari kebangkrutan. Bagaimanapun, pemberitaan media yang sangat gencar terhadap praktek-praktek tidak terpuji ini telah menurunkan omzet para pedagang dan produsen yang telah jujur menjalankan usaha. Ketiga, memberi sanksi hukum yang tegas bagi para pelanggar ketentuan dan para produsen nakal.