Iwel Sastra, komedian, @iwel_mc
Ada seorang karyawan sebuah perusahaan swasta yang sering membuat kesal rekan-rekan kerjanya. Penyebabnya adalah masalah yang sangat sepele. Entah karena terlalu cuek atau memang tidak mau tahu, karyawan ini jika ditanya tentang sesuatu, selalu menjawab dengan cepat, “Tidak tahu.”
Tentu saja hal ini sangat menjengkelkan rekan-rekan kerjanya, apalagi jika pertanyaan tersebut menyangkut hal yang penting. Masalah ini pun sampai kepada atasan karyawan tersebut sehingga dia dipanggil untuk menghadap. Tanpa basa-basi, sang atasan langsung membuka percakapan dengan mengajukan pertanyaan, “Apakah benar setiap kali rekan-rekan kerja kamu bertanya, kamu selalu menjawab tidak tahu?” Dengan cepat dan mantap, karyawan tersebut menjawab, “Wah, saya tidak tahu.”
Awalnya saya juga tidak tahu kenapa saya ingin sekali menulis mengenai tidak tahu. Setelah saya cari tahu, sepertinya saya ingin menulis mengenai tidak tahu karena terinspirasi oleh berita heboh beberapa waktu lalu mengenai pernyataan Presiden Jokowi yang mengaku tidak tahu-menahu soal kenaikan tunjangan uang muka mobil pribadi pejabat negara. Itu sama artinya Jokowi tidak tahu isi Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 yang ditandatanganinya. Untunglah Jokowi segera tahu bahwa dia tidak tahu.
Bukannya saya mau sok tahu, tapi saya sekadar mau memberi tahu bahwa sebenarnya ada tiga kategori tidak tahu. Pertama adalah murni tidak tahu. Ini adalah tidak tahu yang sesungguhnya. Dalam ajaran agama, mereka yang melakukan kesalahan karena tidak tahu, tidak berdosa. Misalnya, pada siang hari di bulan Ramadan, ada orang yang sedang berpuasa tidak tahu atau lupa bahwa dia sedang berpuasa, kemudian minum seteguk air. Ketika dia tahu atau ingat sedang berpuasa, maka diperbolehkan melanjutkan puasanya. Namun, jangan seperti teman saya, setelah minum seteguk air, lalu ingat sedang berpuasa, terus bergumam, “Wah, sayang cuma seteguk, coba tadi sekalian makan siang. Mumpung tidak tahu.”
Kedua adalah berlagak tidak tahu. Ibarat peribahasa, “kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu”. Banyak penyebab yang membuat seseorang berlagak tidak tahu. Di antaranya, tidak mau terlibat persoalan dan untuk menyelamatkan diri. Misalnya, ketika seorang pengendara kendaraan bermotor dihentikan petugas karena melanggar rambu lalu lintas. Untuk menyelamatkan diri agar terhindar dari tilang, dia berlagak tidak tahu bahwa dirinya telah melakukan pelanggaran. Petugas tahu bahwa pengendara tersebut berlagak tidak tahu karena petugas sangat tahu jalan tersebut rawan pelanggaran. Semoga pelanggaran tersebut tidak berakhir dengan tahu sama tahu, he-he-he.
Bagi seorang pemimpin, dua bentuk tidak tahu di atas harus dihindari. Pemimpin memang tidak harus tahu semua hal, tapi minimal harus tahu hal-hal yang memang dia tidak tahu. Dengan mengetahui bahwa dia tidak tahu, maka pemimpin akan mencari tahu. Ini sangat penting karena, dalam melakukan tindakan dan membuat keputusan, seorang pemimpin harus sangat tahu. Bukan sekadar tahu apa yang menjadi keputusannya, tapi juga harus tahu apa akibat dari keputusan tersebut. Apabila pemimpin tahu dengan keputusannya tapi tidak tahu dengan akibatnya, pemimpin ini masuk kategori tidak tahu ketiga, yaitu tidak mau tahu. *