Komisi Pemberantasan Korupsi harus melawan putusan sidang praperadilan yang memenangkan bekas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hadi Poernomo. Putusan itu, jika dibiarkan, akan mematikan KPK, bukan hanya karena mempengaruhi fungsi lembaga ini di masa depan, tapi juga lantaran menyeret ke masa lalu. Mahkamah Agung mesti segera menerbitkan peraturan yang lebih jelas tentang sidang praperadilan.
Hakim Haswandi mengabulkan keberatan bekas Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo atas penetapan sebagai tersangka oleh KPK pada Selasa lalu. Menyitir KUHP, namun mengesampingkan Undang-Undang KPK, ia menyatakan status penyelidik KPK yang menangani kasus Hadi tak sah karena bukan berasal dari institusi yang disebutkan dalam KUHP.
KPK jelas harus melawan putusan Haswandi. Pasal 45 UU KPK secara gamblang memberikan dasar kewenangan kepada lembaga tersebut untuk mengangkat dan memberhentikan penyidik independen. Keputusan hakim yang hanya memakai KUHP justru harus dipertanyakan karena menafikan tujuan pendirian KPK dan undang-undang yang menaunginya, yakni untuk menangani korupsi sebagai kejahatan luar biasa, sehingga KPK dan undang-undangnya adalah "lex specialis".
Perlawanan itu diperlukan karena pendapat Haswandi seorang memiliki konsekuensi panjang ke masa depan. Jika putusan Haswandi diterima, KPK niscaya hanya menjadi lembaga pencegahan korupsi. Padahal saat ini praktek korupsi masih masif dan sistematis. KPK memang bisa merekrut penyidik dari kepolisian dan kejaksaan sehingga fungsi pemberantasan korupsi masih bisa berjalan, tapi ada banyak masalah yang bisa muncul. Misalnya, independensi KPK bisa terancam karena kepolisian dan kejaksaan masih menjadi sarang koruptor.
Perlawanan itu juga penting untuk menjaga agar praperadilan tidak terus menjadi tempat koruptor berakrobat melalui seorang hakim atau melalui kelemahan sistem praperadilan. Jalan penyelamat koruptor ini harus diakui menjadi terbuka setelah Mahkamah Konstitusi merestui penetapan tersangka masuk jadi obyek materi sidang praperadilan.
Putusan Haswandi juga membawa konsekuensi ke masa lalu karena akan mempersoalkan keabsahan hampir 400 kasus korupsi yang ditangani KPK sejak 2004. Sebagian besar kasus itu sudah berkekuatan hukum tetap dan banyak yang telah melalui Mahkamah Agung. Karena itulah, Mahkamah Agung perlu segera membenahi aturan main sidang praperadilan dan membuat aturan legal formalnya.
Di balik keputusan itu terlihat pula langkah-langkah yang sistematis dalam melumpuhkan KPK. Sebelumnya, hakim Sarpin Rizaldi membatasi kewenangan KPK saat memenangkan gugatan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Sarpin menetapkan, KPK tak bisa menyidik kasus pejabat tinggi Polri karena tidak termasuk pegawai negeri sipil. Kemudian MK mengesahkan penetapan tersangka sebagai ranah praperadilan. Dengan putusan Haswandi yang menyatakan penyidik independen KPK tidak sah, lembaga antikorupsi ini hampir selesai dikebiri.