Keputusan pemerintah tak melarang warga negara Indonesia bepergian ke Korea Selatan, yang kini sedang dilanda penyakit Middle East respiratory syndrome corona virus (MERS-CoV), bisa dipahami. Sebab, Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun hingga kini belum mengeluarkan larangan bepergian ke Korea Selatan.
Kebijakan serupa diambil WHO ketika wabah virus ebola merebak di sejumlah negara pada 2014, seperti di Liberia, Sierra Leone, dan Guinea. Meski hingga akhir Oktober 2014 lembaga itu melaporkan 13.567 kasus ebola dan 4.922 kematian (36,28 persen), tak ada larangan untuk pergi ke negara-negara tersebut.
MERS-CoV pertama kali diidentifikasi pada Maret 2012 di Arab Saudi. Nama virus ini merujuk ke kata bahasa Latin "corona", yang berarti mahkota. Di bawah mikroskop, virus ini terlihat seperti mahkota. Setelah muncul di Arab, virus ini menyebar ke Eropa serta negara-negara lain, dan belakangan menclok di Korea Selatan.
Hingga awal Februari 2015, WHO mencatat MERS-CoV positif telah menginfeksi 971 orang dengan sedikitnya 356 penderita meninggal (36,66 persen). Di Korea Selatan, hingga kemarin tercatat 87 kasus MERS-CoV dengan 6 orang (6,90 persen) tewassecara angka terbilang kecil. Namun virus masih merebak sehingga angka kematian belum bisa diduga.
Karena itu, pemerintah tak boleh meremehkan bahaya virus corona. Membolehkan warga Indonesia ke Korea Selatan adalah satu hal. Terus melakukan sosialisasi tentang MERS-CoV ihwal bahaya, pencegahan, dan penanganannya merupakan hal lain yang jauh lebih penting. Sosialisasi juga perlu diimbangi dengan tersedianya laboratorium penguji virus dan penunjangnya, serta rumah sakit rujukan yang bisa menangani pasien yang terinfeksi virus ini.
Terbitnya buku Pedoman Umum Kesiapsiagaan Menghadapi MERS-CoV oleh Kementerian Kesehatan pada 2013 merupakan langkah yang patut diapresiasi. Setidaknya, bakal ada kesamaan pandangan dan penanganan di kalangan medis dalam menghadapi virus tersebut. Namun, agar tak berhenti sebatas imbauan, penyebaran isi buku tersebut harus terus dilakukan. Dengan demikian, kesadaran akan bahaya penyakit ini kian tumbuh, terutama di kalangan mereka yang hendak pergi ke negara yang terjangkit virus ini, seperti Korea Selatan.
Bagi mereka yang sedang di Korea Selatan atau pulang dari sana dan merasakan gejala-gejala seperti demam 38 derajat Celsius atau lebih, batuk, dan pneumonia (radang paru), harus segera memeriksakan diri ke layanan kesehatan terdekat. Anjuran serupa berlaku bagi wisatawan Korea Selatan yang datang ke Indonesia, yang setiap tahun jumlahnya diperkirakan lebih dari 500 ribu. Dengan demikian, deteksi dan diagnosis dini bisa didapat.
Hingga saat ini belum ada pengobatan tokcer untuk MERS-CoV. Karena itu, menggantungkan urusan ini hanya kepada pemerintah bukanlah hal tepat. Langkah terbaik adalah melakukan pencegahan dengan menghindari kontak erat dengan penderita, memakai masker, dan menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun.