Jangan terlalu agresif memamerkan ambisi terhadap kekuasaan jika tak ingin ditinggalkan para pendukung. Di Turki, Partai Keadilan dan Pembangunan (Adalet ve Kalkinma Partisi/AKP) yang populer dan ditakuti lawan-lawan politiknya tersandung dalam pemilihan legislatif akhir pekan lalu.
Adagium Lord Acton "power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely" tampak begitu tepat buat mengiringi langkah para pemilih ke kotak suara, Ahad lalu. Partai Islam moderat yang sepanjang 12 tahun berkuasa itu akhirnya gagal meraih suara mayoritas. Dengan begitu, partai pendukung Presiden Recep Tayyip Erdogan ini harus menyimpan dulu impian jagoannya itu untuk mengubah sistem parlementer menjadi presidensial lewat amendemen.
Tampil sebagai anti-tesis terhadap sekularisme sempit yang dibawakan oleh Bapak Turki Modern Kemal Attaturk dan didukung habis-habisan oleh militer, partai Islam ini cepat menjadi alternatif yang populer dalam politik elektoral Turki. Ditambah kemampuan personel para pemimpin dan jaringan profesional pendukungnya, AKP menjadi partai yang membawa kemajuan ekonomi serta menumbuhkan iklim politik yang lebih demokratis.
Sejak 2002, praktis AKP tak terkalahkan. Namun pemilihan legislatif beberapa hari yang lalu menunjukkan sesuatu yang berbeda: popularitas saja rupanya tak cukup untuk mengubah sistem pemerintahan. Dalam perkembangannya, di samping kritiknya yang keras terhadap pendudukan Israel di Palestina, Erbakan mulai menggunakan tangan besi. Mula-mula ia memenjarakan para jenderal yang berpengaruh namun korup. Tapi kemudian musuh Erdogan bertambah banyak. Pada 2013, Turki tercatat sebagai negeri yang telah memenjarakan 46 wartawannya. Gayanya memerintah semakin hari semakin otoriter.
Dalam pemilihan legislatif barusan, para pendukungnya pun mulai mengalihkan suara dari AKP ke HDP (Partai Demokratik Rakyat Turki), yang di luar dugaan mendapatkan perolehan suara cukup signifikan. Sekarang, AKP tidak punya pilihan lain kecuali membentuk pemerintah koalisi-dengan segala risiko politiknya. Partai pemenang pemilu memiliki waktu 45 hari untuk membentuk pemerintahan koalisi dan, bersamaan dengan itu, ketidakpastian politik mengiringi.
Ketidakpastian politik adalah kondisi yang sangat tidak disukai pasar. Karena itu, dapat diprediksi bahwa pasar keuangan langsung terguncang. Pasar saham dan nilai tukar lira Turki anjlok. Guncangan pasar akan merembet ke perekonomian. Turki dapat terseret ke situasi yang tidak menguntungkan. Ekonomi yang buruk pada gilirannya akan berdampak pada kondisi politik. Kemungkinan pemilu lebih awal juga sangat terbuka, dan hal itu adalah defisit politik bagi Erdogan.
Kegagalan mewujudkan ambisi itu semestinya mendorong AKP dan Erdogan kembali mengamankan jiwa politik partai: kekuasaan untuk rakyat dan kesejahteraan. Dua hal tersebut lebih substansial dibanding isu amendemen sistem parlementer dan lebih bermakna bagi publik. Ya, popularitas saja tidak cukup bagi penguasa untuk mengubah sistem jika perubahan itu hanya bertujuan memperpanjang kekuasaan.