Kisah Angeline, bocah berusia 8 tahun, yang dibunuh di rumahnya di kawasan Sanur, Bali, sungguh mengiris hati. Apapun motifnya, pelaku pembunuhan sadistis ini perlu dihukum berat. Peran ibu angkatnya, Margriet Christina Megawe, harus pula diungkap demi memenuhi rasa keadilan.
Pengusutan tragedi itu amat penting karena sebelumnya telah berkembang banyak kejanggalan. Saat Angeline dinyatakan hilang oleh keluarganya pada pertengahan Mei lalu, orang sudah mulai curiga. Soalnya keluarganya tidak segera melaporkan ke polisi, tapi memuatnya dulu di media sosial. Ketika Komisi Nasional Perlindungan Anak menelusuri kasus ini, Margriet pun agak menutup diri.
Dari pengusutan Komisi itu terungkap pula Angeline selama ini ditelantarkan. Ia sering ditinggal di rumah sendirian, tidak diberi makan yang layak, dan harus mengurus sekitar 50 ayam. Angeline kerap terlambat datang ke sekolah dan pakaiannya bau ayam. Kasus ini semakin menyedot perhatian publik karena Angeline ternyata dibunuh secara keji dan mayatnya dikubur di dekat kandang ayam. Perbuatan ini dilakukan oleh Agustae Hamdai, pembantu keluarga Margriet. Ia bahkan mengaku memperkosa dan memukul bocah imut itu dengan palu.
Masalahnya, kenapa keluarga Margriet tidak mencurigai Agus, pembantu yang baru bekerja sekitar sepekan, dan lebih sibuk mengumpulkan dana simpati lewat media sosial? Itulah yang aneh, jangan-jangan mereka bersekongkol untuk menutupi kejahatan . Apalagi, bercak darah bukan hanya ditemukan di kamar si pembantu, tapi kabarnya juga kamar Margriet.
Pengungkapan kasus Angeline secara gamblang amat perlu demi memerangi kekerasan terhadap anak . Di negara kita, kejahatan ini cukup tinggi, tapi hanya sedikit orang tua yang masuk penjara karena menelantarkan anak. Hasil survei yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak cukup mengejutkan. Survei ini menyimpulkan satu dari empat anak di Indonesia mengelami kekerasan, mulai dari pelecehan, kekerasan fisik, hingga kekerasan seksual.
Dari indikasi yang muncul, keluarga Margriet jelas telah menelantarkan Angeline. Bocah ini tidak mendapatkan perlindungan dan dibiarkan tinggal bersama pembantu di dekat kandang ayam. Ibu angkat bisa dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Anak. Hanya melantarkan saja, yang berakibat si anak mengalami ganguan fisik atau psikis, orang tua bisa diancam hukuman lima tahun penjara. Ancaman hukuman bagi Margriet akan lebih berat lagi bila ia juga terlibat dalam pembunuhan Angline.
Presiden Joko Widodo atau setidaknya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susan Yembise, mesti mendorong kepolisian agar menuntas kasus Angeline. Jika kasus yang menjadi sorotan publik ini tidak menjadi terang-benderang, niscaya orang juga akan menjadi pesimistis bahwa pemerintah mampu menekan tingginya angka kekerasan terhadap anak di negeri ini.