Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Stagnasi Reformasi Polri

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Reza Syawawi, Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia

Pelimpahan perkara Budi Gunawan (BG) dari kejaksaan ke Polri berujung pada pengangkatan BG sebagai Wakil Kepala Polri pada 22 April lalu. Keputusan ini layak dipertanyakan publik mengingat Polri merupakan institusi sipil yang dibiayai oleh publik dan dimiliki publik.

Pelantikan yang dilakukan secara tertutup mengindikasikan bahwa Polri dikooptasi sebagai institusi privat dengan menyatakan bahwa pemilihan dan pelantikan Wakapolri merupakan bagian dari urusan "rumah tangga" Polri. Padahal, jabatan Wakapolri bukanlah kualifikasi jabatan yang menurut ketentuan harus dirahasiakan, sehingga prosesnya harus dibuka ke hadapan publik.

Pemilihan dan pengangkatan BG sebagai Wakapolri telah menjadi sinyal bahwa reformasi Polri akan mengalami stagnasi atau bahkan kemunduran. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, ketertutupan adalah tameng bagi rezim untuk bertindak korup.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri tidak mengatur soal keberadaan Wakapolri, termasuk proses pemilihannya. Undang-undang hanya menyebutkan jabatan Kapolri sebagai satu-satunya pemimpin tertinggi di institusi Polri. Jika melihat ketentuan yang lain, jabatan Wakapolri justru muncul dalam Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang susunan organisasi dan tata kerja polri. Wakapolri bersama Kapolri ditetapkan sebagai bagian dari unsur pimpinan Polri.

Proses pemilihan yang dilakukan secara tertutup mengindikasikan adanya iktikad buruk dari Polri dalam kaitan dengan penunjukan BG. Ada prosedur yang "disiasati" oleh Polri dan Presiden yang dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa pemilihan ini diduga cacat secara prosedur.

Menurut ketentuan, pengangkatan dan pemberhentian pejabat untuk jabatan dan kepangkatan perwira tinggi bintang dua ke atas, atau yang termasuk lingkup jabatan eselon 1A dan 1B, ditetapkan Kapolri setelah dikonsultasikan dengan Presiden. Jabatan Wakapolri diemban oleh seorang perwira bintang tiga dan dikategorikan sebagai jabatan dalam lingkup eselon 1A. Karena itu, proses pemilihan Wakapolri harus dilakukan melalui proses konsultasi dengan Presiden.

Jika dilacak ke belakang, proses konsultasi ini hampir dipastikan tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan. Yang digunakan Polri adalah pernyataan Presiden ke media massa tanpa melalui proses formal yang lazim digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal tersebut juga diakui oleh Menteri Sekretaris Negara, bahwa hingga pelantikan dilakukan, belum ada surat resmi yang dilayangkan Polri ihwal pemilihan dan pengangkatan BG sebagai Wakapolri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu praktek penyelenggaraan pemerintahan semacam ini bisa dikategorikan tidak memenuhi prinsip tertib penyelenggaraan pemerintahan dan prinsip keterbukaan (transparansi) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Indikator-indikator antikorupsi juga sama sekali tidak digunakan sebagai bagian integral dalam proses pemilihan, misalnya yang terkait dengan pemeriksaan kekayaan penyelenggara negara sebelum memangku jabatannya.

Proses yang tertutup dalam pemilihan Wakapolri ini sebetulnya juga diawali dengan ketidakjelasan perkara dugaan korupsi yang dihadapi BG. Karena itu, pemilihan ini akan dituding sebagai salah satu cara menghentikan kasus tersebut.

Pelimpahan perkara dari Komisi Pemberantasan Korupsi ke Kejaksaan Agung, lalu dilimpahkan kembali ke Polri, sama sekali tidak menjelaskan status hukum BG. Niat Polri untuk membuka kasus ini kepada publik melalui gelar perkara secara terbuka hanyalah omong kosong. Sebab, hal tersebut tidak dilakukan sebelum pemilihan dan pengangkatan BG sebagai Wakapolri.

Logika Polri begitu mudah dibaca. Gelar perkara yang seharusnya dilakukan ternyata dibatalkan dan kemudian diikuti dengan pemilihan BG sebagai Wakapolri. Tudingan yang menyatakan penetapan BG sebagai Wakapolri merupakan bagian skenario untuk menutup kasusnya sendiri menjadi tidak terbantahkan. Bagaimana mungkin penyidik akan melakukan gelar perkara terhadap pemimpinnya sendiri?

Keseluruhan skenario yang disusun secara terstruktur dan sistematis ini telah mencerminkan institusi Polri yang sebenarnya. Reformasi Polri yang digaungkan semenjak pemisahan Polri dari ABRI ternyata tidak membawa perbaikan bagi institusi Polri. Yang terjadi, justru hadirnya kelembagaan Polri yang semakin tertutup, anti-reformasi, dan cenderung melindungi tradisi korup.

Karena itu, Presiden, selaku pemimpin tertinggi institusi Polri, wajib meninjau ulang pemilihan Wakapolri tersebut. Prosedur pemilihan sudah seharusnya dilakukan menurut prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Jika tidak, pemilihan yang terselubung ini akan menjadi pertanda bahwa stagnasi atau bahkan kemunduran dalam reformasi Polri akan segera terjadi.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Simak Lagi, Ini 5 Profil Calon Kapolri yang Akan Dipilih Jokowi

11 Januari 2021

Mabes Polri. polri.go.id
Simak Lagi, Ini 5 Profil Calon Kapolri yang Akan Dipilih Jokowi

Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah menerima lima nama calon Kepala Polri atau Kapolri dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Simak profilnya


Soal 5 Calon Kapolri, Politikus Demokrat: Mereka Bintang 3, Sudah Lolos Ujian

9 Januari 2021

Anggota kepolisian mengikuti Apel Gelar Pasukan Operasi Lilin Jaya 2020 di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Senin, 21 Desember 2020. Kegiatan tersebut dalam rangka kesiapan Operasi Lilin Jaya 2020 guna memberikan keamanan dan kenyamanan warga dalam perayaan Natal 2020 dan Tahun Baru 2021. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Soal 5 Calon Kapolri, Politikus Demokrat: Mereka Bintang 3, Sudah Lolos Ujian

Benny menyebut Presiden Jokowi memiliki hak eksklusif untuk memilih siapa dari lima nama calon Kapolri yang bakal diajukan kepada DPR


Kompolnas Telah Kantongi Nama Calon Kapolri Pengganti Idham Azis

25 Desember 2020

Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis memimpin upacara serah terima jabatan di Aula Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat, 20 November 2020. Foto: Istimewa
Kompolnas Telah Kantongi Nama Calon Kapolri Pengganti Idham Azis

Kompolnas mengatakan sudah memiliki nama calon Kapolri pengganti Idham Azis. Nama-nama ini akan diserahkan ke Presiden Jokowi dalam waktu dekat.


Kompolnas Jamin Kapolri Pengganti Idham Azis Punya Rekam Jejak Baik

20 Desember 2020

Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis memimpin upacara serah terima jabatan di Aula Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat, 20 November 2020. Foto: Istimewa
Kompolnas Jamin Kapolri Pengganti Idham Azis Punya Rekam Jejak Baik

Kompolnas sedang menjaring kriteria untuk calon Kapolri pengganti Jenderal Idham Azis.


Kompolnas Segera Serahkan Rekomendasi Nama-nama Calon Kapolri ke Jokowi

20 Desember 2020

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) adakan konpres soal Revisi UU antiterorisme Andrea H Poeloengan, Bekto Suprapto Sekretaris, Poengky Indarti, Benediktus Bambang Nurhadi di gedung Kompolnas, 2 Juni 2017. TEMPO/Albert
Kompolnas Segera Serahkan Rekomendasi Nama-nama Calon Kapolri ke Jokowi

Kompolnas mengatakan akan segera menyerahkan rekomendasi nama-nama calon Kapolri pada Presiden Joko Widodo.


IPW Catat 13 Orang Masuk Bursa Calon Kapolri, 5 Nama Punya Potensi Besar

30 November 2020

Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis memimpin upacara serah terima jabatan di Aula Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat, 20 November 2020. Foto: Istimewa
IPW Catat 13 Orang Masuk Bursa Calon Kapolri, 5 Nama Punya Potensi Besar

Indonesia Police Watch (IPW) mencatat ada 13 perwira tinggi Polri berpangkat Komisaris Jenderal yang bisa ikut dalam bursa calon Kapolri.


Dicopot dari Kapolda Metro, Peluang Karir Nana Sudjana Dinilai Masih Terbuka

18 November 2020

Nana Sudjana dan Rudy Sufahradi, dicopot karena dinilai gagal mencegah terjadinya kerumunan kala Pandemi Covid-19.
Dicopot dari Kapolda Metro, Peluang Karir Nana Sudjana Dinilai Masih Terbuka

Dicopotnya dia dari jabatan Kapolda Metro Jaya, Bambang menilai tak menghancurkan peluang Nana Sudjana menjadi salah satu calon Kapolri


Irjen Nana Sudjana Dicopot, IPW: Makin Berat Masuk Bursa Calon Kapolri

17 November 2020

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana usai mengadakan pertemuan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Pangdam Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurachman pada Senin, 26 Oktober 2020. TEMPO/M Julnis Firmansyah
Irjen Nana Sudjana Dicopot, IPW: Makin Berat Masuk Bursa Calon Kapolri

IPW menilai pencopotan Kapolda Metro Jaya dimanfaatkan sebagai manuver dalam persaingan bursa calon Kapolri


IPW: Calon Kapolri akan Terlihat pada Awal November

21 Juni 2020

Ketua Presidium Indonesia police Watch, Neta S. Pane. TEMPO/ Imam Sukamto
IPW: Calon Kapolri akan Terlihat pada Awal November

Dari data IPW, delapan nama calon Kapolri itu terdiri dari lima jenderal bintang tiga dan tiga jenderal bintang dua.


IPW: Delapan Nama Kuat Masuk Bursa Calon Kapolri

11 Juni 2020

Komjen Idham Azis saat dilantik sebagai Kapolri di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 1 November 2019. TEMPO/Subekti.
IPW: Delapan Nama Kuat Masuk Bursa Calon Kapolri

Menurut prosedur, nama-nama yang masuk dalam bursa calon Kapolri itu akan digodok Dewan Kebijakan Tinggi Polri.