Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Empati bagi Nenek Asyani

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Fachruddin Mangunjaya, Wakil ketua pusat pengajian islam (PPI) Universitas Nasional

Akhirnya pengadilan menjatuhkan hukuman 1 tahun dan denda Rp 500 jutauntuk Asyani. Ia seorang nenek yang didakwa mencuri kayu jati atas laporan Perum Perhutani Resor Pemangkuan Hutan Jatibanteng, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bondowoso.Ini ironi pengadilan untuk menegakkan hukum atas pemanfaatan sumber daya alam—yang sangat dirasa ketidakadilannya dibanding kasus-kasus lain. Misalnya, vonis terhadap kapal pencuri ikan Hai Fa.

Pengelolaan sumber daya alam dan hutan sejak dulu sangat suram, karena selama ini selalu berpihak pada kalangan pemilik modal demi pemasukan dan pundi-pundi pemerintah. Dan sudah menjadi rahasia publik, perizinan atas hak pengelolaan hasil hutan, pembukaan lahan kebun, yang luasnya ribuan bahkan jutaan hektare, menjadi lahan "sogok-menyogok" dan korupsi yang akut.

Padahal amanah undang-undang dasar kita secara makro jelas tercantum dalam Pasal 20, 21, dan 33 UUD 45, yang pada hakikatnya mendukung pemanfaatan sumber daya alam, tanah, air, dan apa pun yang terkandung di dalamnya untuk kepentingan rakyat. Lalu rakyat manakah yang dimaksudkan?

Pengelolaan sumber daya hutan selama ini pun ternyata memang gagal mensejahterakan masyarakat pinggiran hutan. Justru hasil hutan diekspor dan yang mendapatkan keuntungan adalah kapitalis di kota-kota besar dan petinggi pemerintah pengelola perizinan atas nama negara, yang bekerja di belakang meja. Sementara itu, masih tercatat 63 persen dari 18,5 juta orang miskin berada di pinggiran hutan.

Dan pada ujungnya adalah kini, setelah kebijakan penebangan hutan, masyarakat mengalami kerugian dan bencana sepanjang tahun. Akhir-akhir ini, menurut survei Meijaard (2013), di Kalimantan ada 500 ribu orang menderita setiap tahun akibat bencana banjir, karena hutan gundul. Sementara itu, di Jambi, suku Anak Dalam harus menderita kelaparan karena sumber pencaharian mereka di hutan alam telah tiada, akibat konversi hutan menjadi ladang sawit.

Pengelolaan sumber daya hutan, termasuk kawasan lindung dan konservasi, di Indonesia banyak disalahtafsirkan secara sangat kaku dan normatif. Padahal tujuan utama dan substansi pengelolaan dan perlindungan adalah dalam upaya keadilan dan kesejahteraan rakyat. Ironisnya, masyarakat yang berada di sekitar dan menjadi penghuni asli kawasan itu malah menderita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam prinsip sederhana, etika yang paling logis mengajarkan bahwa orang yang lebih dulu dibantu adalah orang yang paling dekat dengan sumber daya tersebut. Sumber daya alam seharusnya dapat diakses secara mudah. Di situlah fungsi penetapan lahan penyangga dan pemanfaatan tradisional, di mana pemanfaatan langsung secara terbatas dengan menggunakan alat sederhana dan tradisional seharusnya dapat diperkenankan.

Dalam contoh sederhana mengakomodasi pemanfaatan berkelanjutan, penulis sering meminjam contoh keberpihakan dan kearifan Khalifah Umar Ibn Khattab yang memperkenankan masuk penyabit rumput yang miskin di kawasan konservasi pada Zaman Khalifah. Bahwa orang miskin haruslah dibantu untuk memanfaatkan kawasan, bahkan kawasan itu seharusnya dilindungi, yang sekarang disebut dengan kawasan konservasi.

Saya kutip hadis dari Buchari sebagai berikut: "Bahwa Umar bin Khattab mempekerjakan pembantunya yang bernama Hani dihima(lahan konservasi). Umar berkata kepada Hani: 'Bersikap ramahlah kepada orang dan hindarilah doa orang yang teraniaya (karenamu), karena doa orang yang teraniaya itu dikabulkan. Izinkanlah masuk orang-orang yang mencari rumput dan air…sebab, kalau ternak mereka (para pencari rumput dan air) mati, mereka datang kepadaku dengan anak-anak mereka menuntut: Hai Amirul Mukminin, apakah engkau telantarkan mereka (dengan melarang mencari rumput dan air sehingga ternak mati dan mereka kelaparan,red)? Kamihanya membutuhkan air dan padang rumput, bukan emas dan perak.' Demi Allah, mereka menganggapku telah menganiaya mereka, karena lahan (konservasi) itu adalah kampung mereka.Demi Zat yang menguasai nyawaku, kalau bukan karena harta yang bisa dimanfaatkan untuk jalanAllah, aku tidak akan mengkonservasi sejengkal tanah pun dari kampung mereka."

Asyani mewakili pesan Khalifah Umar tentang orang miskin yang seharusnya dibela dalam kehidupannya. Ada keprihatinan tentang "kurangnya empati" para pegawai di lapangan yang menahan dan menangkap Asyani. Kiranya, ujung tombak Kementerian Kehutanan dan Lingkungan ini perlu mendapatkan pelatihan tentang empati bagi masyarakat miskin di sekitar hutan kepada masyarakat miskin di sekitar hutan yang dijaganya. Sebab, di situlah sesungguhnya keberhasilan pengelolaan hutan dapat dimulai. Pengelolaan hutan bukanlah pada hutannya, melainkan pada manusianya.


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Permohonan Justice Collaborator Ditolak  

16 Januari 2014

ki-ka : Mantan hakim Agung, Benyamin Mangkudiraja, Wakil Menteri hukum dan Ham deny Indrayana dan Wakil Ketua KPK, bambang Widjojanto dalam diskusi sistem hukum 'Justice Collaborator' di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (16/05). TEMPO/Seto Wardhana
Permohonan Justice Collaborator Ditolak  

Ia mengaku bingung mengapa Kepala Lapas Tua Tunu mengajukan justice collaborator kepada kedua terpidana.


Harta Djoko Susilo, KPK Pakai Pembuktian Terbalik

15 Maret 2013

Seorang warga melihat kondisi salah satu rumah milik Djoko Susilo di Jalan Cikajang No.18, Jakarta Selatan, yang disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus pencucian uang (20/2).  ANTARA/Dhoni Setiawan
Harta Djoko Susilo, KPK Pakai Pembuktian Terbalik

Semua aset Djoko senilai Rp 100 miliar disita agar kelak bisa dipakai mengganti kerugian negara.


DPR dan Pemerintah Diminta Merespons Fatwa Pembuktian Terbalik

28 Juli 2010

DPR dan Pemerintah Diminta Merespons Fatwa Pembuktian Terbalik

"Ini terobosan yang luar biasa," kata Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin.


Kuntoro: Presiden Sepakat Penguatan Azas Pembuktian Terbalik  

6 April 2010

Ketua Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Kuntoro Mangunsubroto. TEMPO/Tony Hartawan
Kuntoro: Presiden Sepakat Penguatan Azas Pembuktian Terbalik  

"Beliau (presiden) memberikan suatu kehati-hatian agar ini tidak disalahgunakan," katanya.


Inspektur Upacara HUT RMS DiTuntut Penjara 10 Tahun

11 Juli 2008

Inspektur Upacara HUT RMS DiTuntut Penjara 10 Tahun

Dominggus Salamena alias Ongen dituntut 10 tahun penjara terhadap karena bertindak sebagai Inspektur upacara (Irup) Hari Ulang Tahun Republik Maluku Selatan (RMS), pada 25 April 2006 di hutan Wana Dusun Siwang, Gunung Nona, Nusaniwe, Ambon.


Wanita Lajang, Tewas di Kamar Mandi

16 Desember 2004

Wanita Lajang, Tewas di Kamar Mandi

Ong Fung Ing (47) ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan di dalam kamar mandi rumahnya, di Perumahan Villa Bandara Blok M-3 Desa Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang.


SBY Ingatkan Pejabat Kejasaan Agung

26 Oktober 2004

SBY Ingatkan Pejabat Kejasaan Agung

SBY berkunjung ke Kejaksaan Agung, mengingatkan agar para pejabat Kejagung bekerja lebih baik mendukugn pemerintahan yang baru.


Rizal Ramli: Jaksa Agung Berpihak Pada Djoko Tjandra

6 Maret 2004

Rizal Ramli: Jaksa Agung Berpihak Pada Djoko Tjandra

Menurut mantan Kabulog Rizal Ramli, pencairan dana eks cessie Bank Bali Rp 546 miliar, tidak sah.