Jaksa Agung Muhammad Prasetyo semestinya tidak menghalang-halangi bawahannya menjadi calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Apalagi jika jaksa itu memenuhi syarat administratif sebagai pemimpin antikorupsi dan memiliki riwayat pekerjaan yang cakap.
Jaksa Yudi Kristiana terancam gugur dari pencalonan meski panitia seleksi menyatakan ia lolos seleksi administratif. Jaksa Agung menolak memberi rekomendasi kepada Yudi, yang sikapnya dianggap "tak sesuai dengan etika", karena meminta izin atasannya setelah lolos. Kantor pengacara negara itu beralasan bahwa Yudi seharusnya meminta izin sebelum mendaftar.
Panitia seleksi meloloskan lima jaksa lainnya. Berbeda dengan Jaksa Yudi, yang kini bertugas di komisi antikorupsi dan berpengalaman menangani sejumlah perkara besar, pencalonan kelima jaksa itu direstui Jaksa Agung. Kejaksaan Agung menilai Yudi tak mendapat izin lantaran masih minim pengalaman.
Dibanding lima jaksa lain, Yudi memang tergolong yunior. Tapi, ketika panitia seleksi menyatakan ia memenuhi syarat administratif, kejaksaan semestinya mengesampingkan faktor usia itu. Apalagi dasar pencalonan adalah individu. Siapa pun memiliki hak untuk mendaftarkan diri, tanpa mewakili institusi apa pun. Restu dari atasan untuk para calon pun tidak ada dalam aturan.
Sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, persyaratan itu antara lain warga negara Indonesia, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat jasmani dan rohani, berijazah sarjana hukum atau sarjana lain, serta tak pernah melakukan perbuatan tercela.
Jaksa Yudi sebenarnya memiliki pengalaman yang tak bisa dianggap enteng selama bertugas di komisi antikorupsi. Ia dianggap progresif dan mampu menuntaskan sejumlah perkara kakap, seperti kasus korupsi pembangunan pusat olahraga Hambalang, yang melibatkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Ia juga menjadi penyidik utama kasus Bank Century. Belakangan, ia kerap ditugasi membela KPK dalam sidang praperadilan yang diajukan para tersangka.
Panitia seleksi semestinya tidak terlalu mementingkan izin atasan. Sebab, hal itu sama sekali tidak diatur dalam Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Toh, aneka seleksi ke depan masih harus dilalui Yudi, termasuk uji kelayakan dan kepatutan di Dewan Perwakilan Rakyat, jika ia mencapai final dan menjadi satu di antara delapan calon pemerintah. Berilah kesempatan kepada jaksa-jaksa muda yang progresif untuk menjadi alternatif calon pemimpin komisi antikorupsi.
Jaksa Agung sepatutnya juga memberi kesempatan kepada Jaksa Yudi untuk mengembangkan kariernya. Dengan begitu, ada sistem penghargaan buat jaksa yang dinilai berprestasi-diukur dari penanganan perkara besar yang telah ia tangani.