Kejaksaan Agung dan seluruh aparatnya wajib melaksanakan perintah Presiden Joko Widodo yang disampaikan pada Hari Bhakti Adhyaksa. Kepala Negara menyatakan tak boleh ada lagi jaksa yang memeras, memperdagangkan perkara ataupun tuntutan, atau menjadikan status tersangka sebagai sumber uang. Pengawasan dan reformasi birokrasi di Kejaksaan diperlukan di setiap tingkatan untuk memastikan instruksi itu dipatuhi.
Selama ini tak sedikit keluhan atau protes atas penanganan kasus oleh Kejaksaan. Dalam sejumlah kasus, jaksa sewenang-wenang menerapkan sangkaan untuk perkara yang sebetulnya bukan pidana. Sebut saja keputusan jaksa dalam perkara IM2 Indosat, bioremediasi Chevron, dan beberapa kasus yang membelit para pejabat Perusahaan Listrik Negara. Jaksa mengenakan tuduhan yang bisa dikategorikan kriminalisasi atas tindakan korporasi yang legal.
Pesan Presiden sangat jelas dalam hal ini: pemberantasan korupsi dan penegakan hukum harus diletakkan di atas kepentingan rakyat, khususnya program pembangunan. Para jaksa dan penegak hukum lain harus bisa membedakan antara pelanggaran dengan niat jahat dan kebijakan sebagai bentuk terobosan. Sebab, para pejabat, dengan otoritas yang melekat padanya, sering kali perlu mengambil langkah strategis yang terpaksa melompati prosedur administrasi. Tindakan seperti ini jelas bukan kejahatan.
Itu sebabnya, kekeliruan pengambilan kebijakan oleh pejabat tak bisa diadili menggunakan perangkat hukum pidana. Pejabat yang salah memprediksi keadaan atau tak becus menjalankan tugasnya cukup dicopot sebagai bentuk sanksi. Mereka tak layak dipenjara karena ketidakmampuannya. Bila hal itu menyangkut posisi politik, mekanismenya pun sangat jelas, yakni jangan pilih mereka atau partainya dalam pemilihan umum berikutnya.
Penegasan atas masalah ini amat penting guna menciptakan kepastian hukum. Kita sepakat semua jenis korupsi dan penyalahgunaan wewenang ataupun jabatan untuk memperkaya diri merupakan kejahatan. Namun pengenaan pasal-pasal pidana secara serampangan dan eksesif terhadap suatu kebijakan juga merupakan jenis kejahatan tersendiri yang tidak boleh dilakukan.
Di antara beberapa sebab lain, ketakutan terhadap kemungkinan kriminalisasi telah menghambat pelaksanaan berbagai program pembangunan. Kekhawatiran berlebihan para pejabat kementerian dan lembaga negara itu tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Apalagi jika kemudian hal itu dijadikan alasan oleh para pejabat untuk menghindar dari tugas mereka.
Para penegak hukum, termasuk Kejaksaan, selayaknya bekerja dengan cermat. Mereka perlu memastikan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap pembuat kebijakan. Jaksa Agung pun bertanggung jawab memastikan jajarannya tunduk kepada perintah Presiden agar tidak menjadi beban pemerintahan.