Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dua Pilihan Menteri Olahraga

image-profil

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Toriq Hadad, Wartawan Tempo

Kisruh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sudah "membelah" Istana. Wakil Presiden Jusuf Kalla mendesak Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi segera mencabut surat pembekuan PSSI. Sedangkan Menpora, yang disokong oleh Presiden Joko Widodo, terlihat mencoba mencari alternatif lain.

Di mana pemerintah seharusnya meletakkan prioritas? "Menyelamatkan" PSSI dari adanya kemungkinan sanksi Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) dan buru-buru mencabut surat pembekuan tersebut? Atau merombak total program pembinaan sepak bola Indonesia demi masa depan yang lebih baik?

Kalau tak bisa memilih dua prioritas itu sekaligus, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi tidak usah ragu untuk memilih yang kedua, jalankan pembinaan berjenjang, terutama pada pemain berusia muda.

Prestasi tim nasional Indonesia jauh dari membanggakan. Yang terbaik dalam lima tahun terakhir adalah tim nasional usia 19 tahun menjuarai kejuaraan remaja ASEAN (AFF) di Indonesia pada 2013. Anak-anak asuhan pelatih Indra Syafri itu untuk pertama kalinya menjadi juara setelah menaklukkan Vietnam melalui adu penalti. Itu pun ada catatan, Australia, tim yang cukup kuat, mengundurkan diri dari turnamen tersebut.

Di luar tim U-19 tadi, prestasi PSSI seperti demam, naik-turun bergantung pada "cuaca". Peringkat Indonesia pun menunjukkan tren melorot, dan sekarang terpuruk di peringkat ke-159, padahal Indonesia pernah mencapai ranking ke-87 pada 1998 dan 2001. Di Asia saja, Indonesia sudah sangat sulit "bicara", apalagi di pentas dunia.

Ketimbang bermimpi terlalu tinggi untuk membawa tim senior masuk ke putaran final Piala Dunia, lebih baik mencoba hal yang lebih masuk akal, yakni piala dunia usia muda. FIFA memiliki kejuaraan dunia untuk pemain muda berusia 17, 19, dan 20 tahun. Indonesia pernah tampil dalam Piala Dunia U-20 di Jepang pada 1979. Tapi itu lantaran kebetulan Irak dan Korea Utara serta Saudi Arabia mengundurkan diri. Bambang Nurdiansyah dan Budhi Tanoto cs waktu itu tiga kali kalah dalam babak penyisihan grup.

Di sini, kita membicarakan pembinaan jangka panjang dan berjenjang. Jepang membutuhkan 25 tahun untuk membangun fondasi sepak bolanya. Bila prioritas diletakkan pada usia muda, yang artinya termasuk kategori sepak bola amatir, kewenangan pembinaan mutlak sepenuhnya berada di tangan Menteri Pemuda dan Olahraga, sesuai dengan Undang-Undang Olahraga Nomor 3/2005.

Menpora bisa memutar kompetisi-kompetisi antar-SSB (sekolah sepak bola), pelajar, remaja, dan pemuda dari usia 12 sampai usia 19 tahun. Dengan bantuan Dinas Olahraga yang tersebar di berbagai provinsi, tak terlalu sulit untuk menggerakkan kompetisi ini, apalagi jika Kementerian Olahraga bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kompetisi untuk usia muda, dengan pemain yang energik dan bersemangat penuh, dengan permainan yang (semoga) lebih bersih dari "pengaturan skor" dan pengaruh "bandar judi", barangkali akan lebih menarik banyak orang untuk datang memenuhi stadion. Semangat kompetisi antardaerah, yang dulu pernah bergelora pada masa klub perserikatan berjaya, pada era 1980-an, agaknya akan kembali mewarnai sepak bola kita. Lalu siapa bilang kompetisi seperti itu tak akan mendatangkan keuntungan finansial lewat pembayaran tiket masuk, hak siar televisi, atau sponsorship dari berbagai produk?

Sanksi FIFA mungkin saja jatuh, tapi FIFA akan berpikir ratusan kali sebelum melakukannya. Prestasi sepak bola Indonesia memang tak menarik di mata FIFA, tapi Indonesia sebagai "konsumen" atawa "pasar" tentu luar biasa atraktif. Setiap FIFA punya "gawe" besar, misalnya Piala Dunia, Indonesia adalah pembeli setia hak siar televisi yang harganya ratusan miliar.

FIFA-yang sangat berorientasi bisnis-pasti paham bahwa puluhan juta orang Indonesia mengikuti kegiatan organisasi itu lewat media online dan media sosial-"pasar" masa depan yang menunggu saat untuk mendatangkan tambahan dolar. Kegilaan orang Indonesia akan sepak bola merupakan aset yang siap dimonetisasi bagi keuntungan FIFA. Memberi sanksi untuk Indonesia merupakan opsi terakhir bagi FIFA.

Kalaupun sanksi FIFA jatuh kepada PSSI, sebenarnya itu malah menjadi "momentum" bagus bagi Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk menjalankan pembinaan sepak bola usia muda. Kompetisi lokal kelompok umur tetap bisa dijalankan di dalam negeri, dari Sabang sampai Merauke. Tidak perlu berpikir bertanding atau ikut turnamen apa pun di luar negeri, tapi benar-benar memutar roda kompetisi dengan maksimal. Dari sana, diharapkan tampil kembali anak-anak muda berbakat yang akan menjadi pemain masa depan Indonesia-seperti saat negeri ini melahirkan Ramang, Witarsa, atau Djamiat Dalhar.

PSSI selama ini mendapat dana pembinaan olahraga nasional dari kas negara melalui Kementerian Olahraga. Bila ingin "survive", PSSI mau-tak mau mesti mengikuti program pembinaan yang dikembangkan Kementerian Olahraga. Rasanya, hanya pengurus PSSI yang berdedikasi tinggi dan sadar akan pentingnya "menanam" demi masa depan yang akan bertahan dalam organisasi tersebut. Bila kompetisi sudah menunjukkan hasilnya, pengurus PSSI tak lagi bertikai, atau mungkin ada asosiasi baru sepak bola Indonesia, setahun atau dua tahun FIFA pasti membuka pintunya kembali.

Yang paling penting sekarang, Presiden Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta Menteri Imam Nahrawi mesti satu "bahasa" melihat kisruh sepak bola ini. Prioritas mesti diletakkan pada pembenahan sepak bola kita secara menyeluruh, bukan sekadar menyelamatkan PSSI dari "ancaman" sanksi FIFA.***


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


FIFA Datangi PSSI Terkait dengan KLB, Ini Hasilnya

12 April 2019

Logo PSSI. (pssi.org)
FIFA Datangi PSSI Terkait dengan KLB, Ini Hasilnya

PSSI berkonsultasi dengan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) di Jakarta terkait kongres luar biasa (KLB).


KAI Pantau Perjalanan Ratusan Bonek Surabaya-Bandung  

6 Januari 2017

Bonek sebutan suporter Persebaya melakukan parade
KAI Pantau Perjalanan Ratusan Bonek Surabaya-Bandung  

Ratusan anggota Bonek hendak menyampaikan aspirasi saat Kongres PSSI dilaksanakan di Bandung, Ahad, 8 Januari 2017.


PSSI Bahas Nasib Alfred Riedl di Kongres Tahunan Bulan Depan  

28 Desember 2016

Pelatih Alfred Riedl memimpin latihan Tim Nasional Indonesia Senior di Stadion Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 9 Agustus 2016. Antara)
PSSI Bahas Nasib Alfred Riedl di Kongres Tahunan Bulan Depan  

Dalam kongres tahunan PSSI, selain dilakukan evaluasi terhadap kinerja Riedl, dibahas nasib tujuh klub, termasuk Persebaya Surabaya.


Protes PSSI, Ribuan Bonek Gelar Aksi Parade Bela Persebaya  

26 Desember 2016

Suporter Persebaya Surabaya, Bonek, tiba di Stasiun Senen, Jakarta, 2 Agustus 2016. Mereka juga meminta Persebaya Surabaya disertakan dalam kompetisi resmi pada musim depan. ANTARA/Reno Esnir
Protes PSSI, Ribuan Bonek Gelar Aksi Parade Bela Persebaya  

Andi meminta Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi melihat dan mendengar tuntutan Bonek.


Komite Eksekutif PSSI Terpilih, 4 Orang Bukan dari Kubu 85  

11 November 2016

Peserta kongres pemilik suara memasukkan surat suara pada sesi pemilihan Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam Kongres PSSI di Ancol, Jakarta Utara, 10 November 2016. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Komite Eksekutif PSSI Terpilih, 4 Orang Bukan dari Kubu 85  

Edy berencana mengajak 12 anggota Komite Eksekutif PSSI untuk secepatnya bekerja.


Kecewa Kongres PSSI, Ribuan Bonek Tutup Jalan di Surabaya

10 November 2016

Ratusan anggota Bonek berkumpul di Taman Apsari, Surabaya, memprotes PSSI yang dianggap ingkar janji soal status Persebaya, Kamis malam 10 November 2016. (TEMPO/MOHAMMAD SYARRAFAH)
Kecewa Kongres PSSI, Ribuan Bonek Tutup Jalan di Surabaya

Bonek juga menyalakan flare sambil menutup jalan dan membakar tempat sampah dari karet.


Edy Rahmayadi Terpilih Jadi Ketua Umum PSSI, Ini Pesan Kemenpora  

10 November 2016

Calon Ketua Umum PSSI Letjen TNI Edi Rahmayadi  menjawab pertanyaan wartawan sebelum mengikuti kongres PSSI di Jakarta, 10 November 2016. ANTARA FOTO
Edy Rahmayadi Terpilih Jadi Ketua Umum PSSI, Ini Pesan Kemenpora  

Edy Rahmayadi harus segera melakukan konsolidasi internal segera seusai Kongres PSSI.


Save Our Soccer: Negara Gagal Mereformasi PSSI

10 November 2016

Suasana Kantor Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) di areal Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta Selatan, 22 Mei 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Save Our Soccer: Negara Gagal Mereformasi PSSI

Menurut Akmal Marhali masih ada upaya-upaya kelompok tertentu untuk membuat kongres PSSI hanya milik kelompok tertentu.


Edy Rahmayadi Resmi Terpilih Jadi Ketua Umum PSSI 2016-2020

10 November 2016

Pangkostrad TNI Letjen Edy Rahmayadi memberi arahan kepada Prajurit Batalion Infantri Para Raider 330 Kostrad saat akan diberangkatkan dalam Satgas Pam (Pengamanan) perbatasan RI-Papua Nugini melalui Dermaga Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta, 9 Mei 2016. TEMPO/Subekti
Edy Rahmayadi Resmi Terpilih Jadi Ketua Umum PSSI 2016-2020

Edy Rahmayadi mendapatkan 76 suara, mengalahkan Moeldoko yang memperoleh 23 suara.


Pendukung Edy Rahmayadi Masih Solid

9 November 2016

Plt Ketua Umum Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) Hinca Pandjaitan (kedua kiri) saat memimpin Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI 2016 di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, 3 Agustus 2016. Kongres ini menetapkan Hinca Panjaitan sebagai Plt Ketua Umum PSSI hingga KLB pemilihan Ketua Umum pengganti La Nyalla Mattalitti. KLB tersebut resmi ditetapkan akan berlangsung pada 17 Oktober 2016 mendatang. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Pendukung Edy Rahmayadi Masih Solid

Ketua Asosiasi Provinsi PSSI DKI Jakarta Gusti Randa menepis adanya rumor bahwa dukungan dari anggota kelompok 85 sudah tak solid lagi.