Indonesia seharusnya bisa mengoptimalkan manfaat dari warga negaranya yang hidup di luar negeri, terutama mereka yang memang memiliki kemampuan. Saat ini diperkirakan ada lebih dari 8 juta orang Indonesia hidup di lebih dari 90 negara. Di antara mereka ada yang masih memegang kewarganegaraan Indonesia, ada yang sudah melepaskan kewarganegaraan itu, ada pula yang memiliki kewarganegaraan ganda. Kewarganegaraan ganda memang dibolehkan hingga seseorang berusia 18 tahun, saat mereka harus memilih.
Banyak di antara mereka memiliki kemampuan untuk menyumbang, baik dari sisi ekonomi maupun keahlian. Apalagi banyak dari mereka yang memang berkemauan menyumbang untuk negerinya. Bahkan dalam Kongres Jaringan Diaspora Indonesia, yang digelar di Jakarta pada 12-13 Agustus ini, mereka mengambil tema "Diaspora Bakti Bangsa". Mereka mendiskusikan apa yang bisa disumbangkan untuk bangsa.
Potensi mereka sangat besar. Kita harus merangkul, bukannya malah "menghina" karena mereka memilih hidup di negara lain demi karier. Dari sisi ekonomi, nilai remitansi diaspora Indonesia diperkirakan sekitar Rp 109 triliun. Ini belum termasuk nilai potensi investasi. Keahlian dan pengetahuan mereka pun banyak yang bisa direngkuh untuk kemajuan negeri. Misalnya orang-orang Indonesia yang sukses di Silicon Valley atau di badan-badan penelitian internasional. Dengan demikian, kita bisa membalik kekhawatiran bahwa, dengan makin banyaknya diaspora, dampak "brain-drain" justru akan berubah menjadi "brain-gain". Misalnya jika mereka diminta melakukan program mentoring bagi para pelajar/mahasiswa Indonesia.
Seperti yang dilakukan Sonita Lontoh. Dia dan teman-temannya mendirikan Silicon Valley Asia Technology Alliance, organisasi nirlaba yang berusaha meningkatkan kolaborasi komunitas bisnis dan teknologi Indonesia dengan Silicon Valley.
Kita harus mengoptimalkan jutaan diaspora untuk menjadi duta dan "penjual" Indonesia. Tugas berat ini semestinya tak hanya dilakukan para duta besar dan jajarannya. Negeri yang sangat kaya akan sumber daya alam ini harus diupayakan agar tak hanya menjadi sekadar pasar empuk bagi produk negara lain, tapi juga bisa lebih berperan dalam perekonomian global.
Indonesia bisa meniru yang dilakukan India atau Cina, yang sukses mengoptimalkan potensi diaspora mereka. Untuk mengoptimalkan potensi diaspora, India membentuk kementerian khusus. Bahkan mereka mengeluarkan kebijakan kewarganegaraan ganda untuk memberi insentif. Dengan demikian, warga India yang berada di luar negeri bisa tetap menjadi warga negara India, dengan sedikit perbedaan pada hak politik. Cina pun sukses meraup investasi dari komunitas bisnis diaspora mereka.
Untuk itu, marilah memanfaatkan perhelatan kongres diaspora Indonesia pekan ini dengan maksimal. Hadiri dan bincangkanlah apa saja yang bisa mereka lakukan untuk bangsa. Tentu juga sebaliknya, apa yang negara bisa perbuat untuk mereka. Insentif harus ditawarkan. *