Pemerintah tak boleh membiarkan pemogokan pedagang daging sapi berkepanjangan. Pada saat yang sama, pemerintah harus segera memulihkan pasokan daging sapi agar harga tidak melonjak tak keruan.
Mogok massal pedagang daging sapi di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten pekan ini dilakukan karena dagangan mereka tak laku akibat harganya melonjak. Para pedagang menuntut pemerintah segera membuka keran impor.
Langkah para pedagang ini jelas tak patut karena merugikan para pengusaha kecil, seperti tukang bakso atau produsen penganan berbahan baku daging, dan konsumen rumah tangga. Pemerintah juga bisa menjerat mereka yang menimbun daging sapi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan UU No. 18/2012 tentang Pangan.
Pemogokan ini bukanlah persoalan tunggal. Kelangkaan pasokan dan lonjakan harga daging seperti ini sudah acap terjadi. Pemerintah kemudian akan membuka keran impor. Harga memang turun, tapi kejadian pasti akan berulang menjelang Lebaran atau hari raya Idul Adha.
Pemerintah sepertinya terbelenggu oleh tekad untuk berswasembada daging sapi. Cita-cita mulia ini tentu harus didukung. Pengurangan impor semestinya akan diikuti peningkatan pasokan daging sapi lokal, yang akan berujung perbaikan kesejahteraan peternak sapi.
Sayangnya, pemerintah tak punya basis data yang akurat untuk menghitung berapa permintaan dan pasokan daging lokal serta berapa yang mesti diimpor. Sejauh ini, tak jelas jumlah populasi sapi dan berapa persen di antaranya yang siap jual atau siap potong.
Kesulitan muncul karena pada umumnya peternak sapi potong bukanlah usaha besar. Tak jarang keputusan untuk menjual bukan didasarkan pada kondisi pasar, melainkan karena alasan pribadi seperti perkawinan atau untuk menutup kebutuhan sekolah.
Itu sebabnya, ketika pemerintah memangkas impor sapi pada kuartal ketiga tahun ini, pasokan sapi lokal tak bisa menutup lubang itu. Akibatnya, harga melonjak. Dan ketika Lebaran berakhir, harga daging sapi di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten tak surut juga.
Dari kelangkaan saat ini, pemerintah sesungguhnya bisa dengan mudah mencari penyebabnya. Berdasarkan hitungan Kementerian Perdagangan, kelangkaan seharusnya tidak terjadi di tiga provinsi itu karena sisa daging impor masih menumpuk.
Mudah ditebak, pasti ada yang sedang bermain api dengan mencekik pasokan daging. Pemerintah tak boleh setengah hati menindak para pelaku, karena dasar hukumnya sudah jelas. Komisi Pengawas Persaingan Usaha juga bisa menyemprit para pelaku.
Meski demikian, dalam jangka menengah dan jangka panjang, pemerintah harus terus mengupayakan program swasembada daging sapi yang terencana dengan baik. Hal itu bisa dimulai dengan mendata jumlah ternak sapi yang siap jual dan siap potong.
Pusat juga harus mendorong pemerintah-pemerintah daerah mengembangkan peternakan skala menengah-besar. Yang perlu diperbaiki adalah distribusi karena, misalnya, Jakarta lebih mudah dan lebih murah mengimpor sapi dari Australia ketimbang mendatangkannya dari Nusa Tenggara Timur.