Pelantikan Teten Masduki sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) pada Rabu lalu tak otomatis menghapus persoalan yang selama ini ada. Potret kusutnya Kantor Staf Presiden menjadi tantangan yang harus diselesaikan Teten.
Sesungguhnya, membicarakan peran Kantor Staf Presiden selalu saja memantik pro dan kontra. Ada banyak kritik terhadap peran lembaga yang ada di jantung kekuasaan presiden itu. Misalnya, apakah lembaga ini memang benar-benar diperlukan? Bukankah Presiden sudah dibantu 36 menteri?
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015, tugas Kantor Staf Presiden adalah mendukung komunikasi politik presiden dan wakil presiden, mengelola isu strategis, mengusulkan solusi secara komprehensif, serta memantau program prioritas nasional. Singkatnya, lembaga ini berperan sebagai "pembisik" presiden, yakni yang memberikan briefing, masukan, atau usulan berdasarkan kajian.
Dengan dasar hukum itu, Kantor Staf Presiden begitu sakti, bahkan pada masa lalu dibilang terlalu digdaya. Contohnya, mereka bisa memanggil para direktur BUMN, direktur jenderal, bahkan menteri sekalipun. Peran Kantor Staf Presiden yang berubah menjadi super-menteri itulah yang dikhawatirkan, karena tumpang-tindih dengan tugas menteri koordinator. Persoalan-persoalan inilah yang mesti dibereskan Teten.
Membandingkan kinerja kantor staf presiden kita dengan kantor staf presiden negara lainmisalnya West Wing di Amerika Serikatseperti melihat bumi dan langit. Di Amerika, keefektifan kerja West Wing membuat presiden bisa menjalankan pemerintahan dengan baik hanya dengan dibantu 15 menteri. Sedangkan di Indonesia, kantor staf presiden kerap dianggap publik sebagai broker proyek. Mereka terkesan menjadi pembisik untuk memuluskan proyek atau kebijakan yang menguntungkan kepentingan kelompok tertentu.
Tugas Teten sebagai Kepala Kantor Staf Presiden cukup berat. Dia harus menjadi dirigen agar program yang mandek bisa diatasi. Namun, pada saat yang sama, dia juga mesti bersih-bersih agar kantornya tak sekadar menjadi broker proyek.
Latar belakang Teten sebagai pegiat antikorupsi membuat publik menaruh harapan bahwa ia akan membawa kantor itu sebagai lembaga yang bersih. Masyarakat tahu Teten adalah aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) yang selama 10 tahun memimpin organisasi ini. Bahkan hingga kini ia masih menjabat Sekretaris Jenderal Transparency International chapter Indonesia, sejak 2009. Pengalamannya di institusi antikorupsi itu diharapkan bisa memberi warna tersendiri.
Apalagi Teten bukan orang baru bagi Jokowi. Ia dekat dengan mantan Gubernur DKI Jakarta itu sejak menjadi anggota tim kampanye pada pemilihan presiden 2014. Itu bekal yang bagus bagi Teten.
Kini saatnya Teten membuktikan diri dengan memberi bisikan yang cespleng untuk mengatasi program pemerintah yang mandek serta bisikan yang memajukan bangsa dan bukan titipan kelompok-kelompok tertentu.